Environment Issues

Dear Prabowo, Setop Samakan Pohon Sawit dengan Tanaman Hutan 

Mungkin sudah saatnya Pak Presiden bernapas di sekitar hutan sawit: Benarkah sesejuk saat berada di tengah hutan. Atau mungkin ia perlu belajar soal dalang kabut asap Riau.

Avatar
  • January 11, 2025
  • 4 min read
  • 807 Views
Dear Prabowo, Setop Samakan Pohon Sawit dengan Tanaman Hutan 

Pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto soal kelapa sawit mengundang kontroversi publik. Ia bilang Indonesia perlu menambah lahan kelapa sawit tanpa mengkhawatirkan deforestasi. Sebab, kelapa sawit adalah aset besar negara ini.  

“Saya kira ke depan kita harus tambah tanam kelapa sawit. Enggak usah takut apa itu katanya membahayakan, deforestation, namanya kelapa sawit ya pohon, ya kan? Ada daunnya, kan? Dia menyerap karbon dioksida, darimana kok kita dituduh yang mboten-mboten aja orang-orang itu?” Kata Prabowo dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Bappenas, Jakarta, (30/12). 

 

 

Pernyataannya sontak viral di media sosial. Banyak yang menyayangkan ungkapan Prabowo. Sebagian sibuk mengumpat dan menilai Prabowo asal bunyi saja. 

Pertanyaannya, memang benar pohon sawit punya manfaat yang sama dengan tanaman hutan lainnya? Magdalene menelusuri faktanya. 

Baca juga: Ketika Banjir Melanda: Krisis Iklim dan Beban Ganda bagi Perempuan 

Apakah Sawit Tanaman Hutan? 

Melansir laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Agus Justianto, Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (Dirjen PHL) KLHK 2022 menyebutkan, kelapa sawit bukanlah tanaman hutan. Argumen itu dibuat berdasarkan berbagai peraturan pemerintah, analisis historis, serta kajian-kajian akademik berlapis.  

“Sawit jelas bukan termasuk tanaman hutan dan pemerintah belum ada rencana untuk merevisi berbagai peraturan tersebut,” tegas Agus.  

Selain itu, imbuhnya, kelapa sawit memiliki fungsi ekologis yang berbeda dengan tanaman hutan. Sebagai tanaman yang memiliki ruang tumbuh sendiri, belum ada kategorisasi yang bisa membuat tanaman kelapa sawit masuk sebagai salah satu jenis tanaman hutan. 

“Mengingat hutan memiliki fungsi ekologis yang tidak tergantikan, dan kebun sawit telah mendapatkan ruang tumbuhnya sendiri, maka saat ini belum menjadi pilihan untuk memasukkan sawit sebagai jenis tanaman hutan ataupun untuk kegiatan rehabilitasi,” tambahnya.  

Pendefinisian kawasan hutan sendiri sebenarnya sudah tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999. Di sana disebutkan, kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Sebagai lanjutannya, pada ayat (2) pasal ini menjelaskan, hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan, berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 

Dr. Ir. Bambang Hendroyono, M.M, Sekretaris Jenderal KLHK, dalam gelar wicara daring bertajuk Sawit Bukan Tanaman Hutan pada 9 Februari 2022 menuturkan, pembangunan kebun sawit perlu dilakukan dengan prosedur pelepasan hutan sesuai aturan. Persetujuan penggunaan kawasan hutan untuk produksi sawit sendiri terbatas, yakni hanya 1 daur, atau 25 tahun untuk kawasan hutan, dan 15 tahun pada hutan konservasi. Setelah jangka waktu berakhir, kawasan tersebut perlu diserahkan kembali kepada pemerintah untuk ditanami pohon kembali. 

Baca juga: Kejutan Jokowi Membuka Ekspor Pasir Laut Tak Peduli Riset: Perempuan dan Lingkungan Dikorbankan 

“Intinya begini, persetujuan penggunaan kawasan hutan untuk jalannya sawit di kawasan hutan itu diberikan satu daur. Setelah satu daur itu itu ada proses yang disebut jangka benar (penanaman pohon kembali),” jelasnya. 

Berangkat dari sini, regulasi perlu ditegakkan agar produksi sawit dapat berjalan, namun tidak mengabaikan kebutuhan ekologis, yang hanya bisa didatangkan oleh pohon. “Dari regulasi ini seharusnya bisa membawa kita pada pemahaman tanaman sawit bukan tanaman hutan,” tuturnya. 

Dari pemantauan Eyes On The Forest (EoF) selama 17 tahun, terdapat banyak dampak buruk yang diakibatkan oleh praktik korporasi perkebunan kelapa sawit bagi hutan alam dan keanekaragaman hayati.  

Di 2015 sendiri, EoF menemukan perkebunan sawit ilegal dalam kawasan hutan, turut menjadi penyebab kebakaran hutan yang mengakibatkan pencemaran udara di Provinsi Riau. Setidaknya, terdapat 15 dari 19 korporasi sawit yang terbakar berada dalam kawasan hutan berdasarkan SK Menteri Kehutanan 878 pada 2014.  

Perkebunan sawit juga ditemukan jadi penyebab skala besar bagi habitat penting pada beberapa spesies. Seperti yang terjadi di Lanskap Tesso Nilo, Riau, habitat harimau dan gajah ditemukan kian terisolasi. Sumber makanan dan tempat tinggal mereka juga semakin terkikis dan kritis.  

Baca juga: Transisi Energi yang Berkeadilan: Mengapa Perempuan Harus Terlibat? 

Deforestasi adalah Masalah Serius 

Jika Prabowo berujar kita tidak boleh takut akan deforestasi, ungkapan ini justru berbanding terbalik dengan fakta lapangan yang ada. Berdasarkan catatan The Tree Map sejak 2001 hingga 2023, terdapat 6,6 juta hektar lahan sawit yang dibuka di Indonesia, dengan 2,2 juta hektar di antaranya berasal dari kawasan hutan. Angka ini bukan jumlah yang sedikit. Hilangnya 2 juta lebih hektar hutan ini adalah sepertiga dari total hutan yang hilang selama dua dekade terakhir di seluruh dunia.  

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, M Iqbal Damanik, melalui VoA Indonesia, menuturkan deforestasi hutan dan menggantinya dengan tanaman sawit bukanlah solusi. Penyerapan emisi antara kedua jenis tanaman ini jelas berbeda. Enggak cuma soal penyerapan emisi, ekosistem secara keseluruhan juga pasti bermasalah. 

“Deforestasi itu jelas bermasalah, karena apa? Karena emisi karbon sudah sangat tinggi, bencana sudah dimana-mana. Ketika ada hutan yang terbuka, di situ tidak hanya pohonnya yang hilang, tetapi ada keanekaragaman hayati yang hilang. Jadi dia dijadikan fungsi ekosistem, logika business as usual yang menjadikan lahan atau hutan sebagai business as usual, tidak melihat bahwa hutan sebagai ekosistem yang menyeluruh,” pungkas Iqbal kepada media yang sama.  



#waveforequality


Avatar
About Author

Syifa Maulida

Syifa adalah pecinta kopi yang suka hunting coffee shop saat sedang bepergian. Gemar merangkai dan ngulik bunga-bunga lokal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *