December 6, 2025
Issues Politics & Society

Jarang Mandi Bisa Dicap Pengguna Narkoba: Blunder Pejabat yang Sulut Stigma 

Komentar pejabat tanpa dasar ilmiah menciptakan stigma yang merugikan anak muda. Bagaimana komunikasi etis seharusnya diterapkan di isu kesehatan publik?

  • September 24, 2025
  • 3 min read
  • 1577 Views
Jarang Mandi Bisa Dicap Pengguna Narkoba: Blunder Pejabat yang Sulut Stigma 

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Inspektur Jenderal Polisi Suyudi Ario Seto, baru sebulan menempati jabatan baru. Namun komentar pertamanya soal ciri-ciri remaja pengguna narkoba langsung menjadi sorotan publik. 

Dalam konferensi pers (15/9), dilansir dari I News, Irjen Suyudi mengungkap, “Matanya merah, rambutnya acak-acakan, badannya mungkin agak bau, jarang mandi, di kamar terus, cepat emosi, tidurnya terbalik-balik, harusnya malam istirahat tapi malah beraktivitas.” 

Komentar ini dimaksudkan untuk memberi peringatan kepada orang tua tentang kondisi anak yang tidak wajar. Namun di mata publik, pernyataan itu justru menimbulkan risiko stigma. Anak muda dengan perilaku serupa, meski tidak menyentuh narkoba, bisa dicap sebagai pengguna, menghadapi diskriminasi sosial, bahkan kemungkinan tindakan hukum. 

Baca Juga: Tebang Pilih Hukum Narkotika: Rakyat Dibui, Polisi Disuruh Salat 

Stigma dan Dampak Label Negatif 

Banyak netizen bereaksi, dari canda hingga kritik serius. Namun pertanyaannya tetap sama: Dari mana dasar ilmiah ciri-ciri itu? Memberi label seperti ini relatif berisiko menimbulkan stereotip dan memperkuat stigma sosial. Penelitian menunjukkan pelabelan negatif bisa memengaruhi perilaku anak muda dan membuat mereka dijauhi lingkungan sosial. Anak yang dicap susah diatur, misalnya, akan cenderung diperlakukan seperti itu, dan perilaku itu menjadi nyata. 

Efeknya bukan hanya perilaku. Label negatif juga berdampak pada psikologis, menurunkan kepercayaan diri, meningkatkan stres, dan mendorong isolasi sosial. Dalam konteks narkoba, stigma seperti ini justru memperburuk risiko sosial dan mental bagi remaja. 

Penelitian akademisi Asiyah Jamilah & Aista Wisnu Putra (2020) bertajuk Pengaruh Labelling Negatif Terhadap Kenakalan Remaja di ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan mengafirmasi ini. Mereka bilang, memberi label negatif pada individu dapat memengaruhi cara lingkungan memperlakukan mereka, sehingga perilaku sesuai label menjadi nyata. Anak yang dikatakan susah diatur cenderung diperlakukan seperti itu, dan perilaku itu menjadi nyata.  

Ini juga berlaku buat labelisasi pada pengguna narkoba. Karena itu, Nixon Randy, pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) pada 2024, dinukil dari laman resmi lembaga itu menganjurkan pendekatan berbeda. Ia bilang, “Pengurangan dampak buruk adalah kebijakan yang mengarusutamakan hak atas kesehatan. Untuk memitigasi dampak negatif penggunaan narkotika secara kesehatan, sosial, maupun hukum, semua harus berangkat dari prinsip Hak Asasi Manusia.” 

Baca Juga: Cinta Beracun: Ketika Romansa Jadi Alat Kendali Bandar Narkotika

Komunikasi Etis Pejabat Publik Mendesak 

Kasus Kepala BNN menjadi pengingat kuat pentingnya komunikasi etis bagi pejabat publik. Pernyataan yang menstigmatisasi, meski dimaksudkan sebagai peringatan, dapat memperburuk stigma sosial dan psikologis bagi remaja. Label negatif dari pejabat publik menurunkan kepercayaan terhadap intervensi kesehatan yang seharusnya bersifat rehabilitatif. 

Penelitian Lowe (2022) berjudul “Public health ethics and risk communication in a pandemic, Journal of Risk Research” menekankan komunikasi pejabat publik harus berbasis bukti dan sensitif terhadap konteks sosial budaya. Komentar yang menstigmatisasi dapat meningkatkan prasangka dan diskriminasi terhadap kelompok rentan. 

Pejabat publik, apalagi sekelas Kepala BNN, sudah seharusnya menyadari konsekuensi setiap pernyataan. Komentar yang menstigmatisasi harus dihindari. Sebaiknya pihak BNN bisa fokus pada kampanye yang menitikberatkan pada edukasi, rehabilitasi, dan revisi kebijakan berbasis kesehatan. 

Sebab, seperti pernyataan riset di atas, bahasa netral, jelas, dan berbasis bukti tidak hanya melindungi reputasi individu tapi juga memperkuat kepercayaan publik dan efektivitas program intervensi. 

About Author

Ahmad Khudori

Ahmad Khudori adalah seorang anak muda penyuka kelucuan orang lain, biar terpapar lucu.