#MadgeKaleidoskop 2025: 5 Serial Orisinal di Tengah ‘Franchise Fatigue’
Di tahun ketika banyak series kenamaan kembali tayang—Stranger Things, Squid Game, dan Emily in Paris di Netflix; The White Lotus di HBO; The Bear di Hulu; sampai Yellowjackets di Showtime—saya teringat kata aktris Dakota Johnson dalam wawancara Hot Ones.
“Sulit ketika keputusan kreatif dibuat oleh orang-orang yang bahkan tidak benar-benar menonton film atau memahami medium itu sendiri. Ketika sebuah karya berhasil, studio cenderung ingin terus mempertahankannya dengan mengulang hal yang sama,” kata Johnson, saat ditanya kenapa Hollywood begitu enggan mengambil risiko.
Johnson, seperti sebagian besar dari kita, sebenarnya tidak menginginkan itu. Penonton ingin merasakan hal baru, mengalami pengalaman baru, dan melihat cerita yang baru. Fenomena ini disebut franchise fatigue. Major franchises di bawah Disney, termasuk Marvel dan Pixar, menurut Greenlight Analytics, bahkan sudah menunjukkan penurunan minat penonton.
Gejala fatigue ini juga ditangkap laporan terbaru Hub Entertainment Research. Sebanyak 56 persen responden di Amerika Serikat menilai rilisan franchise terasa semakin repetitif, sementara 48 persen mengaku cenderung melewatkan lanjutan cerita ketika studio terlihat lebih mengejar kuantitas ketimbang kualitas. Bahkan, 62 persen responden lebih memilih cerita orisinal dibanding sekuel atau spin-off lain dari franchise yang sama.
Dalam situasi ini, kemenangan The Pitt sebagai Outstanding Drama Series dan The Studio sebagai Outstanding Comedy Series di Primetime Emmy Awards ke-77 dan Gotham TV Awards ke-2 jadi secercah angin segar. Keduanya baru dirilis awal tahun 2025 dan bukan bagian dari franchise besar atau semesta yang sudah mapan. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, salah satu kategori pasti dimenangkan franchise. Mungkin tahun ini hanya kebetulan, mungkin juga tidak, karena rasanya sambutan untuk cerita baru selalu ada, dan Emmys dan Gotham jadi ruang-ruang yang membuktikannya.
Baik itu orisinal maupun franchise, sejatinya masing-masing punya tempat dan penontonnya sendiri. Namun, di tengah lanskap industri yang semakin padat oleh kontinuitas semesta dan IP yang sudah dikenal, rasanya penting untuk memberi ruang pada cerita-cerita segar dan berani.
Oleh karena itu, kami merangkum 5 series orisinal yang kami bahas di #MadgeReview sepanjang 2025.
1. The Pitt (HBO Max)
Dibuat oleh R. Scott Gemmill, The Pitt adalah drama medis yang mengikuti kehidupan tenaga kesehatan di unit gawat darurat Pittsburgh Trauma Medical Hospital secara real time. Ceritanya berpusat pada Dr. Michael “Robby” Robinavitch (Noah Wyle), kepala departemen gawat darurat yang bekerja di bawah tekanan ekstrem, dengan arus pasien yang tak pernah berhenti dan dampak serius pada kesehatan mental para dokter.
Mengangkat kehidupan tenaga medis pasca–COVID-19, The Pitt menyoroti trauma yang belum selesai, pengalaman kehilangan, serta relasi kerja yang berubah setelah pandemi.
Baca ulasannya di sini.
2. The Studio (Apple TV)
The Studio menyoroti dinamika industri perfilman dari sudut pandang para pengambil keputusan. Ceritanya mengikuti Matt Remick (Seth Rogen), yang baru ditunjuk sebagai kepala Continental Studio dan harus menghadapi benturan antara kecintaannya pada film dan realitas industri yang lebih mengutamakan profit daripada kualitas. Meski begitu, di balik kompromi dan tekanan industri, masih ada orang-orang yang benar-benar mencintai film, seperti Matt.
Series ini membahas absurditas sistem studio melalui satir yang kacau namun dekat dengan kenyataan. The Studio terasa menyenangkan karena kita tertawa bersama Matt, merasa frustrasi bersamanya, tapi tetap berharap ia bisa menang meski dunia di sekelilingnya penuh kekonyolan.
Baca ulasannya di sini.
3. When Life Gives You Tangerines (Netflix)
Mengangkat kisah perempuan di Pulau Jeju pada 1950-an yang hidup di bawah sistem patriarki, series ini berpusat pada Oh Ae-soon (IU). Ia adalah perempuan muda dengan cita-cita menjadi penyair, yang harus berhadapan dengan kemiskinan dan norma sosial yang terus membatasi ruang hidupnya, meski mendapat dukungan penuh dari sang ibu.
Juga hadir Yang Gwan-sik (Park Bo-gum), pasangan Ae-soon yang menawarkan gambaran relasi yang setara. Ia menolak nilai patriarki yang dominan di lingkungannya, terlibat aktif dalam kerja domestik dan pengasuhan, serta mendukung ambisi Ae-soon tanpa rasa inferior. Melalui relasi ini, serial tersebut menyoroti bagaimana dukungan personal dan pilihan hidup bisa menjadi bentuk perlawanan terhadap struktur yang timpang.
Baca ulasannya di sini.
4. Adolescence (Netflix)
Adolescence membicarakan dampak internet terhadap remaja laki-laki, khususnya paparan gagasan incel dan manosphere yang membentuk maskulinitas toksik. Penonton diajak mengikuti Jamie Miller, remaja 13 tahun yang dituduh membunuh teman sekelasnya, dari mulai proses penangkapan hingga interogasi, sekaligus memperlihatkan dampak kasus ini pada keluarganya.
Series ini juga menyinggung kegagalan sosial yang lebih luas: minimnya ruang aman untuk membicarakan kesehatan mental remaja laki-laki. Pendekatan visual one take membuat isu tersebut terasa lebih dekat dan suspense. Dialognya juga dibiarkan mengalir alami, tanpa ceramah moral, sehingga bahaya konten misoginis dan efek internet pada remaja terlihat lewat konsekuensi nyata, bukan lewat penjelasan yang menggurui.
Baca ulasannya di sini.
5. Oh My Ghost Clients (Netflix)
Drama ini mengikuti Noh Mu-jin (Jung Kyung-ho), seorang laki-laki yang hidupnya runtuh setelah sahabatnya meninggal dalam kecelakaan. Ia bangkrut, ditinggalkan istrinya, dan singkat cerita beralih profesi menjadi pengacara bagi arwah buruh yang meninggal tanpa sempat memperoleh keadilan.
Kekuatan series ini terletak pada caranya membahas isu ketenagakerjaan secara ringan namun tajam. Setiap episode mengangkat kasus berbeda—dari kecelakaan kerja hingga korupsi proyek—dengan benang merah solidaritas dan keberanian untuk bersuara. Tanpa menawarkan solusi instan, series ini menyoroti absurditas sistem kerja yang terasa dekat dengan realitas banyak negara, termasuk Indonesia, membuatnya bisa ditertawakan dan direnungkan.
Baca ulasannya di sini.
















