’16 Film Festival’ Kampanyekan Penghapusan Kekerasan Seksual
Festival film ini juga mendesak pengesahan RUU penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan semakin marak dan umur perempuan yang menjadi korban semakin muda, seperti yang terjadi dua minggu lalu, saat seorang siswi SMP kelas 1 diperkosa 21 laki-laki di Sulawesi Selatan. Kekerasan dalam lingkungan domestik juga tetap tertinggi dalam kasus kekerasan terhadap perempuan setiap tahun. Beberapa hari lalu kita membaca berita tentang seorang istri ditembak mati suaminya karena menggugat cerai sang suami yang melakukan KDRT.
Meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan ini, membuat jaringan #gerakbersama, Kalyanashira Films, dan 100% Manusia meluncurkan 16 Film Festival (16 FF) yang bertujuan mengampanyekan penghapusan kekerasan berbasis gender dan seksual. Berlangsung 16 hari, mulai dari 25 November hingga 10 Desember 2017, festival film ini juga bertujuan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat agar segera mengesahkan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Waktu penyelenggaraan festival bertepatan dengan kampanye global 16 Days of Activism yang digagas UN Women, dan dikenal di Indonesia sebagai kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP).
Ketua Komisi Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Azriana Rambe Manalu, mengatakan bahwa kolaborasi semacam festival ini penting karena melalui film, isu-isu kekerasan dapat disampaikan dengan medium dan suasana yang santai. Ia berharap isu ini dapat sampai pada generasi muda.
“Kalau melalui seminar ‘kan kesannya kaku tidak menarik. Tapi melalui film, anak-anak muda bisa mulai masuk dan membicarakan hal ini,” ujar Azriana dalam konferensi pers 16 Film Festival di Art Society, Jumat (17/11).
Ada 16 film feature-length dan 16 film pendek yang akan diputar dalam festival ini, semuanya film Indonesia yang mengetengahkan isu kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual. Film-film tersebut antara lain Ca Bau Kan; Tanah Mama; Selamat Pagi, Malam; dan Di Balik Frekuensi. Sutradara Nia Dinata dan penyelenggara festival ini mengatakan, film-film lama ditayangkan kembali pada acara ini karena film-film baru jarang sekali yang menampilkan isu-isu terkait kekerasan berbasis gender dan seksual.
“Jadi kita tetap putar film-film lama yang masih relevan dengan generasi milenial agar mereka tahu isu-isu yang berbeda,” ujar Nia pada konferensi pers.
Pelibatan generasi muda dirasa perlu dilakukan karena kekerasan juga sering menyasar pada generasi muda, mulai dari kekerasan dalam pacaran hingga fenomena nikah muda yang ternyata banyak berujung pada kekerasan dalam rumah tangga. Agar kampanye ini juga sampai pada generasi muda, 16FF mengajak para aktor dan aktris muda seperti Chicco Kurniawan, Tatyana Akman, Chelsea Islan, dan Putri Ayudya untuk termasuk dalam enam belas ambassador atau duta untuk acara ini.
“Selama ini baru dibilang kekerasan kalau sudah kelihatan biru-biru, kelihatan dibentak-bentak. Padahal kekerasan itu bisa berbentuk psikologis juga. Nah, hal-hal seperti ini perlu kita bahas lebih lanjut lagi,” ujar Putri Ayudya.
Tidak hanya generasi muda, pelibatan laki-laki pun dalam isu ini juga penting. Fakta menunjukkan bahwa 99 persen pelaku kekerasan terhadap perempuan adalah laki-laki, sehingga pemecahan masalah tersebut tidak seharusnya hanya dimandatkan pada perempuan saja, tapi juga laki-laki.
“Bukan zamannya lagi yang menyuarakan tentang isu perempuan itu hanya perempuan, laki-laki juga bisa ikut dalam menyuarakan hal ini,” ujar aktor Reza Rahadian, yang juga merupakan salah satu duta.
Duta yang lain, musisi Ananda Sukarlan mengatakan: “Jika kita membela korban yang berbeda dari kita, entah itu berbeda agama atau berbeda jenis kelamin, itu akan lebih efektif.”
Selain pemutaran film dan diskusi, 16FF juga mengadakan berbagai macam kolaborasi, yang dapat dilihat di akun media sosial 16 Film Festival.
Baca juga soal tips keamanan diri bagi kelompok LGBT.