Culture Screen Raves

‘Baby Reindeer’: Saat Laki-laki Dewasa Jadi Korban Kekerasan Seksual

Ini jenis serial yang kau harus kau tonton dengan situasi mental baik. Isunya tabu, tapi dikupas dengan hati-hati dan humanis.

Avatar
  • April 25, 2024
  • 4 min read
  • 3737 Views
‘Baby Reindeer’: Saat Laki-laki Dewasa Jadi Korban Kekerasan Seksual

(Peringatan pemicu: kekerasan seksual)

Saya kira Baby Reindeer adalah komedi. Saya membayangkan komedi Inggris yang kocak seperti The IT Crowd atau mungkin Fleabag. Tapi, ternyata serial ini lebih seperti I May Destroy You. Kreator dan pemeran utamanya, Richard Gadd, memang menaburi perjalanan serial ini dengan beberapa humor. Tapi jangan salah sangka, Baby Reindeer adalah sebuah ledakan dan teriakan keras di telinga. 

 

 

Begitu episode terakhir menampilkan end credits, saya hanya bisa diam termenung sambil bertanya-tanya, “What the f— did I just watch?”

Richard Gadd berperan sebagai Donny, seorang komika gagal yang bekerja sebagai bartender di sebuah pub di London. Dulu dia mempunyai mimpi dan ambisi. Sekarang yang ada hanyalah keluhan panjang dan semangat hidup yang semakin lama semakin menguap. Kemudian suatu hari masuklah Martha (Jessica Gunning) ke tempat kerjanya.

Baca juga: ‘The Believers’: Eksploitasi Agama dan Fanatisme yang Dikemas Kocak

Donny kasihan dengan Martha. Dari bentuk fisiknya saja Donny bisa membayangkan bahwa Martha sepertinya jenis perempuan yang dilirik sebelah mata atau jadi bahan bulan-bulanan orang lain. Martha duduk dan tidak memesan apa-apa. Ia bahkan tidak mampu membayar untuk secangkir teh. Tapi Donny kasihan, ia memberi Martha secangkir teh. Mereka ngobrol dan entah kenapa kehadiran Martha membuatnya senang. Martha melihat Donny bukan sebagai komedian gagal. 

Martha terus-terusan datang dan menggombal tentang pekerjaannya sebagai pengacara. Dalam hati, Donny bertanya-tanya bagaimana bisa pengacara yang menurut Martha nongkrong dengan berbagai orang penting tidak mampu membayar secangkir teh? Kehadiran Martha semakin lama semakin intens. Dia bisa menghabiskan waktunya seharian di pub. Tinggal menunggu waktu sebelum Martha membombardir Donny dan membuntutinya ke mana pun ia berada.

Bukan Korban Sempurna, dan Itu Penting

Ada satu kalimat yang membuat saya merinding di pembukaan Baby Reindeer. Layar hitam itu menuliskan bahwa cerita ini berdasarkan kisah nyata. Meskipun begitu, Baby Reindeer yang diadaptasi dari one man show Richard Gadd sendiri, tidak pernah menempatkan karakter utamanya sebagai 100 persen korban. Kemampuan pembuat serial ini untuk membuat masing-masing karakternya mempunyai layer membuat Baby Reindeer menjadi lebih menyeramkan dari cerita-cerita sejenis. 

Sepanjang tujuh episode Richard Gadd tidak pernah memberikan jawaban yang mudah. Ketika Martha muncul, penonton tidak langsung dibuat takut dengan sosoknya. Richard Gadd bisa saja membuat Martha langsung menjadi sosok villain yang pol-polan. Tapi dalam Baby Reindeer, Martha muncul dengan harmless. Jessica Gunning memerankan karakter ini dengan luar biasa bagusnya.

Baca juga: ‘Ripley’: Saat Andrew Scott Jadi Biseksual yang Krisis Eksistensi

Ia bisa membuat saya kasihan dengan karakternya tapi beberapa menit kemudian ia berhasil membuat saya dan Donny ketakutan setengah mati. Bahkan di tengah aksinya yang histeris, penonton bisa melihat bahwa ada alasan mengapa Martha melakukan ini. Range Jessica Gunning yang menakjubkan membuat Martha menjadi menyeramkan sekaligus manusiawi. Kamera yang tidak malu-malu untuk mendekat ke mukanya mengharuskan Gunning untuk tidak takut. Sebuah peran yang rumit dan Gunning melakukannya dengan mudah.

Sebagai seorang performer Richard Gadd tentu saja berhasil mengimbangi Gunning dengan baik. ‘Terutama di episode empat ketika Baby Reindeer memutuskan untuk memberikan background kenapa Donny tidak langsung lapor ke polisi saat Martha mulai melakukan hal-hal yang tidak wajar. Donny, melalui narasinya ke penonton, menanyakan hal yang sama yang mungkin penonton ajukan. Kenapa Donny meladeni perempuan ini?

Episode keempat adalah satu-satunya episode di mana Martha tidak menampilkan wujudnya. Di episode ini Richard Gadd mengajak penonton untuk melihat awal-awal Donny menginjakkan kaki ke London, menjalani hubungan yang sehat dengan pacarnya dan kenapa dia memutuskan untuk shut himself down emotionally. Tidak hanya episode ini jauh lebih menyeramkan dan pahit dari tiga episode sebelumnya (yang to be fair, sudah begitu menyeramkan), tapi pembuat serial ini tidak pernah sungkan-sungkan untuk menunjukkan yang terburuk. Dan saya sebagai penonton harus menelan mentah-mentah mimpi buruk yang dialami oleh Donny.

Bukan Ceramah, dan Berhasil Menggambarkan Lapisan Kekerasan dengan Baik

Bagian yang paling menarik dari Baby Reindeer adalah bagaimana pembuat serial ini tidak berceramah soal moral. Donny memang korban, tapi ia juga melakukan hal yang toxic. Banyak sekali yang ia lakukan sepanjang musim yang membuat saya geregetan (episode empat). Tapi anehnya, sekacau apapun keputusan hidup Donny, saya tidak bisa membenci karakter ini. Apalagi setelah yang ia lakukan di episode enam, salah satu episode terbaik.

Baca juga: Yang Beda dari ‘3 Body Problem’ Adaptasi Netflix dengan Versi Novelnya

Dipersembahkan dalam bentuk thriller dengan beberapa bumbu komedi, Baby Reindeer bisa saya nobatkan menjadi salah satu yang terbaik yang saya tonton tahun ini. Hampir semua yang dianggap tabu dibahas di sini tanpa kesan menggurui: kekerasan seksual, trauma, mental illness, sexual identity, relationship dynamics sampai berbagai macam eksplorasi relasi. Dari ke sesama teman sampai orang tua dan anak. Fakta bahwa Baby Reindeer dipersembahkan dalam thriller dengan serpihan komedi kering membuatnya menjadi sangat unik. Susah untuk ditelan tapi tidak bisa untuk diiraukan.

Baby Reindeer bukan buat semua orang, apalagi bagi penonton yang memiliki pengalaman serupa. Tapi ini adalah salah satu produk Netflix original paling memuaskan. Buktikan dan bersiaplah untuk menggigil ketakutan.

Baby Reindeer dapat disaksikan di Netflix



#waveforequality


Avatar
About Author

Candra Aditya

Candra Aditya adalah penulis, pembuat film, dan bapaknya Rico. Novelnya ‘When Everything Feels Like Romcoms’ dapat dibeli di toko-toko buku.