December 17, 2025
Environment Issues Politics & Society

Bantuan ‘Antek Asing’, Penjarahan, hingga Pejabat Performatif: 8 Fakta Penting Banjir Sumatera 

Banjir Sumatera bukan sekadar cuaca ekstrem. Dari ratusan korban jiwa hingga dugaan peran perusahaan ekstraktif, Magdalene merangkum fakta penting yang harus kamu tahu.

  • December 3, 2025
  • 7 min read
  • 4913 Views
Bantuan ‘Antek Asing’, Penjarahan, hingga Pejabat Performatif: 8 Fakta Penting Banjir Sumatera 

Banjir besar yang melanda Sumatera belakangan bukan cuma soal curah hujan ekstrem. Sejumlah aktivis lingkungan menilai bencana ini sebagai akumulasi dari kerusakan ekologis yang sudah lama dibiarkan. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara menduga ada keterlibatan perusahaan ekstraktif yang memperparah skala bencana. Pembukaan hutan yang masif diduga melemahkan ekosistem penyangga, membuat wilayah-wilayah di Sumatera makin rentan diterjang banjir dan longsor. 

Selain dugaan keterlibatan perusahaan ekstraktif, Magdalene merangkum fakta penting lainnya. Ini penting agar pembaca lebih mawas bahwa bencana bukan sepenuhnya persoalan cuaca tapi juga kegagalan negara mencegah dan memitigasi dari awal. 

Baca Juga: ‘Warga Sudah Peringatkan tapi Tak Didengar’: Banjir Sumatera Kini Telan Ratusan Korban 

1. Korban Jiwa Banjir Sumatera Tembus 604 Orang 

Jumlah korban meninggal akibat banjir dan longsor di Sumatera kembali naik. Menurut Kompas dalam laporan Data BNPB: Korban Jiwa Bencana Banjir Sumatera Bertambah Jadi 604 Orang, pembaruan data Pusdatin BNPB per Senin (1/12/2025) pukul 17.00 WIB mencatat total 604 korban jiwa. 

Rinciannya: 

  • Sumatera Utara: 283 korban meninggal, 169 hilang, 613 luka. 
  • Sumatera Barat: 165 korban meninggal, 114 hilang, 112 luka. 
  • Aceh: 156 korban meninggal, 181 hilang, 1.800 luka. 

Selain korban jiwa, kerusakan fisik juga masif: 3.500 rumah rusak berat, 4.100 rusak sedang, 20.500 rusak ringan, plus 271 jembatan dan 282 fasilitas pendidikan terdampak. BNPB menegaskan data ini terus diperbarui. 

2. Kerugian Ekonomi Diperkirakan Capai Rp68,67 Triliun 

Dikutip dari Celios, Dampak Kerugian Ekonomi Bencana Banjir Sumatera, Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan total kerugian ekonomi akibat banjir dan longsor di Sumatera pada November 2025 mencapai Rp68,67 triliun. 

Kerugian ini dihitung dari lima kategori besar, mulai dari rumah rusak, panen yang hilang, biaya perbaikan jalan, hingga pendapatan keluarga yang terhenti selama 20 hari kerja. Contohnya: 

  • Kerusakan rumah ditaksir Rp30 juta per unit. 
  • Pembangunan ulang jembatan mencapai Rp1 miliar per unit. 
  • Kerugian lahan sawah dihitung dari kehilangan hasil panen Rp6.500/kg (estimasi 7 ton/hektare). 
  • Perbaikan jalan Rp100 juta per 1.000 meter. 

Celios juga mencatat Sumut sebagai simpul industri nasional, sehingga gangguan distribusi barang makin memperbesar dampaknya secara nasional. Mereka menyebut kerugian ini setara dengan 0,29% PDB Indonesia. 

Baca juga: ‘Update’ Banjir Sumut: Warga Bantu Warga Saat Negara Tak Ada 

3. Kerugian Infrastruktur di Padang Capai Rp202,8 Miliar 

Dikutp dari Metro News, Kerugian Infrastruktur Banjir Kota Padang Capai Rp202,8 Miliar, Pemkot Padang melaporkan kerusakan infrastruktur akibat banjir hingga 29 November 2025 sudah mencapai Rp202,8 miliar. Wali Kota Padang, Fadly Amran, menyebut kerusakan terbesar berasal dari putusnya Jembatan Gunung Nago dengan nilai kerugian Rp45 miliar. 

Kerugian lain yang signifikan adalah rusaknya Jembatan Kalawi Limau Manis yang ditaksir Rp35 miliar. Total ada enam jembatan terdampak—empat putus total, dua rusak berat—dengan nilai kerugian mencapai Rp127 miliar, menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Padang Hendri Zulviton. 

Selain itu, bendungan, intake air, tebing, dan sejumlah ruas jalan juga rusak. “Jalan di Batu Busuk bahkan putus total,” ungkap Hendri. 

4. Penjarahan Terjadi Imbas Gagalnya Negara Merespons Bencana 

Dikutip dari IDN Times, LBH: Penjarahan di Tengah Bencana Sumatera Akibat dari Gagalnya Negara, banjir dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar memicu persoalan baru: penjarahan. Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) menilai aksi ini sebagai dampak langsung minimnya respons cepat pemerintah, menurut laporan IDN Times. 

Irvan dari LBH Medan mengatakan aksi penjarahan di gudang Bulog dan fasilitas lain dilakukan warga demi kebutuhan dasar. “Itu adalah penjarahan seutuhnya untuk kebutuhan bertahan hidup, yaitu makan, air bersih, dan lain-lain,” ujarnya. 

Wakil Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Edy Kurniawan, menambahkan lambatnya distribusi bantuan—bahkan beberapa kali tak tepat sasaran—memicu kepanikan. Ia menekankan bahwa pendekatan hukum pidana tidak tepat dalam situasi darurat. 

“Pendekatan hukum pidana itu terhadap korban ya masyarakat itu dikesampingkan dulu,” tegas Edy. Fokus utama seharusnya percepatan distribusi logistik. 

5. Pemerintah Belum Tetapkan Status Darurat Nasional 

Meski dampak bencana sangat besar, pemerintah menyatakan status darurat nasional belum diperlukan. Dalam artikel Media Indonesia, Ini Alasan Pemerintah tak Tetapkan Status Darurat Nasional Banjir Bandang di Sumatera, Menko PMK sekaligus Koordinator Penanganan Bencana Sumatera, Pratikno, menegaskan penanganan sudah berjalan total di lapangan. 

“Atas perintah Presiden, kekuatan nasional telah dan terus dikerahkan total,” ujarnya dari Sibolga. Ia menjelaskan bahwa akses darat menjadi tantangan utama, sehingga bantuan dikirim lewat jalur udara dan laut melalui Bandara Silangit dan Pelabuhan Sibolga. 

Pratikno memastikan layanan dasar, seperti listrik dan BBM, sedang dipulihkan, sambil memulai proses rehabilitasi dan rekonstruksi. 

Baca Juga: 7 Perusahaan Diduga Jadi Biang Keladi Bencana Ekologis di Sumatera Utara  

6. Perusahaan Ekstraktif Diduga Berperan dalam Banjir Sumatera 

Dikutip dari Pikiran Rakyat dalam laporan WALHI Sebut Ada 7 Korporasi Diduga Jadi Dalang Kerusakan Hutan Pemicu Banjir dan Longsor di Aceh–Sumatera, WALHI menegaskan bahwa rangkaian banjir dan longsor di Sumatera bukan sekadar bencana alam, melainkan bencana ekologis yang dipicu rusaknya hutan secara sistematis. 

Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Utara, Rianda Purba, menyampaikan bahwa kawasan hulu Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan telah mengalami kerusakan hutan selama sembilan tahun terakhir. Menurut WALHI, ada tujuh perusahaan ekstraktif yang diduga kuat bertanggung jawab atas kerusakan masif di wilayah yang bersinggungan dengan Ekosistem Harangan Tapanuli/ Batang Toru—zona penting bagi sistem hidrologi dan habitat satwa langka seperti Orangutan Tapanuli dan Harimau Sumatera. 

“Setiap banjir membawa kayu-kayu besar. Citra satelit menunjukkan hutan gundul di sekitar lokasi. Ini adalah bukti campur tangan manusia,” tegas Rianda dalam konferensi pers di Medan, dikutip pada (30/11). 

Ia menjelaskan bahwa masifnya pembukaan hutan untuk industri membuat Batang Toru kehilangan fungsi alaminya sebagai penahan banjir dan erosi. Dampaknya terasa luas: ribuan rumah rusak, lahan pertanian hancur, dan 51 desa di 42 kecamatan terdampak, memukul perekonomian serta infrastruktur dasar di wilayah tersebut. 

Melihat situasi yang makin genting, WALHI mendesak pemerintah pusat dan daerah mengambil langkah tegas. Termasuk menghentikan dan mengevaluasi seluruh aktivitas industri ekstraktif, menindak tegas pelaku perusakan hutan, memasukkan perlindungan ekosistem Batang Toru dalam RTRW nasional, serta memastikan kebutuhan dasar penyintas terpenuhi. 

WALHI berharap tragedi ini jadi peringatan keras bagi pemerintah untuk menghentikan praktik deforestasi yang terus merugikan masyarakat dan memperberat risiko bencana di masa depan. 

7. Malaysia Jadi Negara Pertama yang Bantu, Disusul Pihak Lain 

Malaysia menjadi negara pertama yang mengirim bantuan medis untuk Aceh pasca-bencana Siklon Senyar, menurut laporan Antara. Bantuan tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda pada Sabtu malam (29/11), berupa dua juta keping obat dan alat kesehatan seberat dua ton. 

Pengiriman dilakukan oleh Gomez Medical Services dan tim kemanusiaan Blue Sky Rescue Malaysia. Posko Penanggulangan Bencana Hidrometeorologi Aceh menyebut bantuan internasional ini sebagai yang pertama sejak hujan ekstrem 400 mm dalam dua hari memicu banjir bandang dan longsor besar di provinsi tersebut. 

Gubernur Aceh Muzakir Manaf sebelumnya sudah menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari, sejak 28 November hingga 11 Desember 2025, untuk mempercepat evakuasi dan distribusi bantuan. 

8. Kunjungan Sejumlah Pejabat Panen Kritik 

Video kunjungan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan dan Anggota DPR RI Komisi X Verrell Bramasta ke lokasi banjir dan longsor, menyita perhatian publik. Dalam berbagai video di media sosial, Zulkifli terlihat bercakap dengan warga serta ikut mengeruk lumpur dan membersihkan rumah-rumah terdampak. 

Sementara itu, Verrell disambut hangat oleh korban. Ia yang hari itu sengaja menggunakan rompi taktis anti-peluru, tampak emosional saat berinteraksi langsung. Verrell. Bahkan sempat memberikan sebuah sepeda motor kepada salah satu warga. 

Sejumlah warganet menilai aksi keduanya sebagai bentuk pencitraan yang tidak lagi relevan. Kritik tersebut juga menyinggung kembali video lawas ketika Zulkifli Hasan, saat masih menjabat Menteri Kehutanan 2009–2014, mendapat pertanyaan dari Harrison Ford soal deforestasi di Indonesia, dan ia menjawab dengan cengegesan. Kemunculan ulang rekaman tersebut dianggap memperkuat sorotan publik terhadap konsistensi tindakan pejabat dalam isu lingkungan

Kritik itu menekankan masyarakat kini membutuhkan kebijakan nyata, bukan sekadar aksi simbolis di depan kamera.  

About Author

Kevin Seftian

Kevin merupakan SEO Specialist di Magdalene, yang sekarang bercita-cita ingin menjadi dog walker.