July 14, 2025
Issues

Sejarah Tambang Nikel, Si Ancaman Ekologis di Raja Ampat

Penting untuk melihat sejarah nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, tempat yang kini terancam kesehatan ekologisnya.

  • June 23, 2025
  • 5 min read
  • 1084 Views
Sejarah Tambang Nikel, Si Ancaman Ekologis di Raja Ampat

Di tengah makin gentingnya krisis iklim dan tren global yang bergerak ke arah energi ramah lingkungan, nikel muncul sebagai bintang baru di dunia industri. Dikutip dari Tempo, Nikel: Proyeksi Produksi, Konsumsi dan Harga 2025, logam ini menjadi bahan penting dalam produksi baterai lithium-ion, yang digunakan di mobil listrik, sistem penyimpanan energi skala besar, hingga gadget yang kita pakai sehari-hari. Tak mengherankan, banyak negara sedang berlomba-lomba mengamankan pasokan nikel demi mendukung transisi menuju ekonomi yang lebih hijau dan rendah karbon.

Indonesia sendiri memiliki posisi strategis dalam peta global karena menjadi salah satu penghasil nikel terbesar di dunia. Dikutip dari Katadata, dalam Indonesia, Negara Penghasil Nikel Terbesar di Dunia pada 2023, Indonesia punya cadangan nikel sebesar 55 juta metrik ton pada 2023. Di bawahnya ada Australia yang memiliki cadangan nikel sebanyak 24 juta metrik ton.

Namun sayangnya, dikutip dari Ini Pulau Indonesia yang Kaya Cadangan Nikel,  sebagian besar cadangan nikel di Indonesia berada di wilayah dengan kekayaan alam yang luar biasa, seperti Sulawesi 2,6 Miliar, Maluku 1,4 Miliar, dan Papua 60 Juta. Masalahnya, ada kerugian besar yang harus ditanggung pulau-pulau yang dikeruk alamnya. Bagaimana mungkin upaya menyelamatkan bumi dari krisis iklim justru mengancam ekosistem penting seperti kawasan Raja Ampat?

Inilah alasan mengapa penting untuk menelusuri lebih dalam sejarah tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, yang telah melalui perjalanan panjang dan penuh kontroversi.

Baca Juga: Warga Torobulu dan Mondoe di Lumbung Nikel: Janji Kesejahteraan, Berbuah Kemiskinan

Napak Tilas Sejarah Tambang Nikel di Pulau Gag

Pulau Gag, yang terletak di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, menyimpan kisah panjang tentang penambangan nikel. Eksplorasi nikel di pulau ini sudah dimulai sejak era kolonial Belanda, sekitar tahun 1920 hingga 1958. Setelah kemerdekaan Indonesia, seluruh aktivitas tambang dinasionalisasi.

Dikutip dari Dikutip dari Kompas, Sejarah Eksplorasi Nikel di Pulau Gag Raja Ampat, Dimulai Belanda pada 1920, pada era 1960 hingga 1982, giliran PT Pacific Nickel Indonesia, perusahaan modal asing asal Amerika Serikat yang mengambil alih operasi tambang.

Lalu masuk ke era 1990-an, PT Aneka Tambang (Antam) mulai menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan asing untuk mengkaji kelayakan tambang nikel, seperti Queensland Nickel Indonesia (QNI) dan BHP Billiton dari Australia. Dari sinilah lahir PT GAG Nikel, sebuah entitas yang dibentuk dari kemitraan antara Antam dan Asia Pacific Nickel (APN) dari Australia, sebelum sahamnya sepenuhnya diambil alih oleh Antam pada tahun 2008.

Salah satu peninggalan APN yang masih terlihat sampai sekarang adalah bekas landasan pesawat di Pulau Gag. Saat ini, landasan tersebut lebih sering digunakan sebagai area ternak sapi, meskipun sesekali masih digunakan untuk pendaratan pesawat kecil yang membawa rombongan pejabat pemerintah. Lokasi tambangnya sendiri terletak di area perbukitan tandus yang menyimpan cadangan nikel dalam jumlah besar.

Baca Juga: Solidaritas Lintas Isu: Kunci Perjuangan Iklim Global

Proyek yang Sempat Vakum, Tapi Tidak Pernah Sepenuhnya Mati

Masih dari Kompas, pada tahun 1998, PT GAG Nikel resmi memperoleh kontrak karya generasi ketujuh dari pemerintah Indonesia. Namun tak lama kemudian, seluruh aktivitas dihentikan menyusul terbitnya Undang-Undang Kehutanan yang menetapkan Pulau Gag sebagai kawasan hutan lindung.

Meski demikian, proyek tambang ini tidak sepenuhnya ditinggalkan. Sejak tahun 2003, PT GAG Nikel kembali melakukan eksplorasi dengan izin operasi sementara selama tiga tahun di atas lahan seluas 9.500 hektare. Menurut Hari Suroto, peneliti dari BRIN, perusahaan ini terus melakukan aktivitas pengambilan sampel dan kajian teknis.

Pada tahun 2009, PT GAG Nikel menggandeng Golder Associates untuk menghitung potensi cadangan nikel menggunakan standar JORC (Joint Ore Reserves Committee). Hasilnya menunjukkan bahwa Pulau Gag memiliki cadangan nikel yang diperkirakan mencapai lebih dari 171 juta WMT (wet metric ton). Temuan ini tentu saja menarik perhatian banyak pihak, tapi sekaligus menimbulkan kekhawatiran besar soal potensi kerusakan lingkungan yang mungkin ditimbulkan.

Pernyataan Pemerintah: Bahlil Lahadalia Buka Fakta Sejarah Tambang Nikel

Dikutip dari Tempo, Jejak Tambang Gag Nikel di Raja Ampat sejak 1972, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, turut angkat suara mengenai sejarah tambang nikel di Raja Ampat, khususnya di Pulau Gag. Dalam konferensi pers yang digelar di Istana Presiden pada Selasa, 10 Juni 2025, Bahlil menjelaskan bahwa kegiatan eksplorasi nikel oleh PT GAG Nikel telah dimulai sejak tahun 1972. Kemudian, kontrak karya secara resmi diteken pada 19 Februari 1998.

Setelah kontrak diteken, perusahaan melanjutkan fase eksplorasi antara 1999 hingga 2002, lalu diperpanjang kembali hingga tahun 2008. Fase studi kelayakan berlangsung dari 2008 hingga 2013. Proses konstruksi infrastruktur dilakukan antara tahun 2015 hingga 2017, dan tahap produksi dimulai sejak 2018.

Per 30 November 2017, PT GAG Nikel resmi masuk tahap produksi dan memperoleh izin operasi tambang selama 30 tahun ke depan, yakni hingga tahun 2047. Fakta ini menunjukkan bahwa perjalanan sejarah tambang nikel di kawasan ini memang panjang dan tidak instan.

Izin Masih Aktif, tapi Pemerintah Tetap Evaluasi Ketat

Meski PT GAG Nikel dinilai telah mengikuti prosedur sesuai dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), pemerintah tetap melakukan evaluasi menyeluruh. Perusahaan ini memegang izin pengelolaan atas lahan seluas 13.000 hektare. Dari total tersebut, baru sekitar 260 hektare yang dibuka untuk kegiatan operasional, dan sekitar 130 hektare di antaranya telah direklamasi. Bahkan, sekitar 54 hektare telah dikembalikan kepada negara.

Namun untuk memastikan tidak ada pelanggaran yang membahayakan kawasan sensitif seperti Raja Ampat, pemerintah mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara operasional PT GAG Nikel mulai 5 Juni 2025. Langkah ini dianggap penting dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi masa depan dan konservasi lingkungan.

Baca Juga: ‘Demam Nikel’ Perburuk Skor Emisi, Kenapa Dilanjutkan Mas Gibran?

Empat Perusahaan Tambang Lain Resmi Dicabut Izinnya

Selain PT GAG Nikel, terdapat empat perusahaan lain yang juga mengantongi izin tambang di Raja Ampat: PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. Setelah dilakukan evaluasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), keempat perusahaan ini terbukti melanggar ketentuan lingkungan.

Pada 10 Juni 2025, pemerintah resmi mencabut izin tambang keempat perusahaan tersebut. Menurut Bahlil, pencabutan dilakukan demi menjaga kelestarian biota laut dan ekosistem konservasi Raja Ampat yang dikenal sangat kaya dan unik secara global.



#waveforequality
About Author

Kevin Seftian

Kevin merupakan SEO Specialist di Magdalene, yang sekarang bercita-cita ingin menjadi dog walker.