Benarkah Nagini Itu Naga dari Indonesia?
Narasi baru dari J.K. Rowling soal Nagini problematik dan bersifat Orientalis.
Apa yang akan kamu temukan jika mencari kata “Nagini” di mesin pencari? Hasil yang keluar hampir semuanya mengatakan Nagini adalah ular betina yang sangat besar yang dimiliki Lord Voldemort dalam kisah Harry Potter. Namun sekarang ini, ada banyak berita yang mengatakan kalau tokoh Nagini tersebut diambil dari mitologi Indonesia.
Berita tersebut berasal dari keterangan via unggahan di Twitter, langsung oleh penulis buku Harry Potter, JK Rowling, mengenai tokoh Nagini dalam film Fantastic Beasts terbaru. Unggahan itu merupakan bagian dari pembelaan dirinya atas kritik yang dilayangkan terhadap pemilihan pemain seri terbaru tersebut (yang sangat putih) dan tokoh Nagini yang diperankan aktris Korea Selatan. Menurut Rowling, Nagini adalah naga yang merupakan “makhluk mitologis mirip ular dari mitologi Indonesia”. Dia menambahkan bahwa “Indonesia terdiri dari beberapa ratus kelompok etnis, termasuk Jawa, China, dan Betawi”.
Media-media memuat berita tersebut dengan nada bangga karena nama negara kita disebut seorang penulis populer dunia. Kalau saya sih malah meragukannya, apakah memang benar?
Saya mencari-cari dari tradisi daerah manakah si Nagini ini. Cerita mana yang memuat tokoh itu? Ternyata ujung-ujungnya, Nagini adalah naga perempuan dari tradisi Hindu. Kisah Nagini hanya ada di cerita Mahabharata, tepatnya dalam kisah Adiparwa yang merupakan parwa (bagian) pertama dari Mahabharata. Diceritakan bahwa Nagini adalah naga perempuan, bukan ular, dan tidak berwujud manusia.
Meskipun tidak berwujud manusia, tapi Nagini merupakan istri dari seorang brahmana, petapa sakti yang memohon kepada dewata untuk bisa mendapatkan istri yang “namanya” setara dengan dirinya. Petapa itu bernama Sang Jaratkaru yang artinya orang yang punya keluhuran budi sehingga peduli dan merasa belas kasihan kepada setiap orang yang sedang susah atau mengalami penderitaan.
Permohonan Jaratkaru didengar oleh Naga Basuki yang akhirnya menikahkan adiknya, Nagini, dengan brahmana itu. Dari perkawinan Sang Jaratkaru dengan Nagini, lahirlah Sang Astika. Astika kemudian membebaskan kedua pihak leluhurnya. Ayah Jaratkaru yang bernama Yayawarabrata akhirnya lepas dari gantungan buluh bentung di Ayatanasthana, tempat di antara surga dan neraka. Sementara para ular dan naga saudara-saudara Nagini terbebas dari upacara sarpha yadnya atau korban ular.
Narasi baru yang problematik
Dari cerita tersebut, bisakah kamu melihat adanya hubungannya dengan Nagini dalam Harry Potter yang digambarkan sangat jahat dengan Nagini dalam kisah Mahabharata? Saya tidak. Justru saya malah melihat Nagini-nya Rowling ini lebih mirip Legenda Siluman Ular Putih, film serial China yang terkenal tahun 1990an.
Lalu kenapa Rowling mencoba meyakinkan penggemarnya kalau Nagini itu dari Indonesia yang juga memiliki etnis beragam? Ini pembelaan yang dangkal dan amat disayangkan untuk seorang yang pernah merestui aktris kulit hitam Noma Dumezweni, memerankan Hermione Granger di pentas teater London Harry Potter and the Cursed Child.
Problema yang dimunculkan Rowling dalam pernyataannya seolah menegaskan kembali kecenderungan warga Eropa dan Amerika memandang Asia sebagai satu suku yang sama dan melupakan keragaman etnis yang ada di dalamnya. Pandangan semacam ini membuat mereka merasa bisa mengambil unsur dari berbagai tradisi berbeda dan membentuk identitas baru yang asing bagi kita.
Supaya naga yang biasanya adalah sosok yang agung dan suci dalam tradisi Hindu tidak bertransformasi menjadi ular siluman yang buruk hati, mungkin memang sebaiknya kita mulai untuk mengenal dan menarasikan tradisi kita sendiri. Nagini adalah sosok dalam Carita Jaratkaru yang menjadi acuan dalam kehidupan masyarakat Bali yang kental tradisi Hindunya. Sosok ini mungkin akan hilang dan terlupakan, tenggelam dalam kepopuleran narasi baru yang dimainkan aktris asal Korea Selatan, Claudia Kim. Apakah kita rela terus kehilangan identitas kita?
Ros Aruna adalah penulis dengan delapan tahun pengalaman sebagai jurnalis di berbagai media. Memiliki latar belakang pendidikan sastra dan ketertarikan akan isu perempuan. Karyanya bisa ditengok di www.rosaruna.com.