Politics & Society

Bersatu Lawan Patriarki di Women’s March Jakarta 2018

Perempuan, laki-laki dan transgender kembali meramaikan Women's March 2018 di Jakarta akhir pekan lalu, membawa pesan-pesan penting anti-patriarki.

Avatar
  • March 8, 2018
  • 2 min read
  • 294 Views
Bersatu Lawan Patriarki di Women’s March Jakarta 2018

Women’s March Jakarta kembali hadir pada hari Sabtu, 3 Maret, yang lalu, mengusung solidaritas antar gerakan perempuan dan menyorot isu-isu interseksionalitas untuk menghapus berbagai penindasan dan kekerasan yang terjadi pada perempuan dan masyarakat minoritas lainnya.

Dihadiri sekitar 2.000 peserta dari latar belakang yang beragam, tuntutan-tuntutan Women’s March 2018 di antaranya dihapusnya kebijakan diskriminatif berbasis gender yang melanggengkan kekerasan terhadap perempuan, anak, dan masyarakat minoritas serta disahkannya hukum dan kebijakan yang melindungi perempuan, anak, dan masyarakat minoritas. Perangkat hukum yang dimaksud antara lain Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUUPPRT) dan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

 

 

Women’s March juga menuntut pemerintah agar mendorong penegakan peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 3 tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum, menyediakan layanan visum gratis, serta layanan terapi bagi korban kekerasan berbasis gender.

Aksi damai tersebut juga menyorot  kebijakan-kebijakan pemerintah yang diskriminatif, termasuk Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang bulan lalu pengesahannya diundur. Beberapa pasal RKUHP berpotensi kriminalisasi masyarakat minoritas, seperti minoritas gender, seksualitas, dan agama. Selain itu Komnas Perempuan mencatat ada lebih dari 300 kebijakan diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok minoritas, termasuk kelompok LGBTIQ, yang diatur dalam peraturan daerah.

“Dari banyak kasus yang terjadi dalam dua tahun terakhir, diawali dari komentar-komentar pemerintah yang kemudian diambil oleh organisasi masyarakat yang intoleran. Kami mencatat ada sekitar 42 Perda yang mendiskriminasi teman-teman dengan ragam orientasi dan gender yang berbeda,” tutur Yuli Rustinawati selaku ketua dari federasi Arus Pelangi.

Ada beragam bentuk aksi yang dilakukan oleh peserta-peserta Women’s March dalam menyuarakan aspirasi mereka, dari pertunjukan musik, orasi hingga pembacaan puisi. Seperti tahun sebelumnya, Women’s March diwarnai dengan beragam poster unik dan kostum-kostum unik, bahkan seorang peserta bernama Margianta Surahman Juhanda Dinata, yang juga seorang kontributor Magdalene, berkostum Darth Vader untuk kedua kalinya di Women’s March.

“Layaknya Darth Vader semua orang  awalnya baik jahat baik, jadi selalu ada jalan untuk kita  me-redeem our self. People can be sexist, patriarchic, racist, but they can be good – just don’t stop shouting what is right.” tutupnya.

Lihat video Women’s March di bawah ini. Tonton juga bagaimana tim Magdalene bermain “Monopoli” bercita rasa Indonesia.


Avatar
About Author

Elma Adisya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *