December 5, 2025
Community Culture Events Prose & Poem

‘Youthquake’: Menyusuri Kecemasan Gen Z dan Cara Mereka Bertahan 

Bagaimana jika ada buku yang bisa menjelaskan tekanan kesehatan mental hingga finansial yang dihadapi Gen Z ‘in this economy’?

  • August 26, 2025
  • 4 min read
  • 8868 Views
‘Youthquake’: Menyusuri Kecemasan Gen Z dan Cara Mereka Bertahan 

Generasi Z hari ini tumbuh di tengah gempuran tekanan dari berbagai sisi. Bukan hanya soal kesehatan mental yang rentan, hubungan yang toksik, atau identitas sosial yang kerap goyah. Namun juga ketidakpastian finansial dan ekspektasi sosial. Semua ini membentuk cara mereka menatap masa depan sekaligus menguji ketahanan diri. 

Tekanan tersebut pada akhirnya memaksa mereka beradaptasi, kadang sampai menjauh dari jati diri yang sesungguhnya. Fenomena ini kini tidak lagi hanya menjadi obrolan santai di lingkaran pertemanan. Ia diangkat menjadi karya nyata melalui buku “Youthquake: Anak Muda, Identitas, dan Segala Sesuatu di Antaranya” (2025). 

Buku ini merupakan kolaborasi antara Dyana Savina Hutadjulu, spesialis gender equality, disability, and social inclusion (GEDSI), dan Ratri Maria, spesialis data science (AI). Mereka berdua ingin menangkap kegelisahan anak muda yang menghadapi guncangan zaman. 

“Inilah kenapa kita bilang youthquake. Anak muda tuh berada di dalam kegempaan isu-isu yang harus mereka navigasi sendiri,” ujar Dyana Savina, akrab disapa Vina saat rilis buku, (10/7) lalu di Gramedia Jalma, Jakarta Selatan. 

Setebal 200 halaman, buku ini diterbitkan oleh Elex Media Komputindo bersama Pear Press. Acara peluncuran dimeriahkan diskusi dan pemutaran Youthquake Short Films, dengan hadirnya aktor Hannah Al Rashid. 

Baca Juga: #MerdekainThisEconomy: Dari ‘Survival Mode’ ke ‘Survivor Mode’, Sulitnya Jadi Perempuan Penulis

Menanam Empati di Tiap Halaman 

Youthquake menelusuri kehidupan anak muda Indonesia melalui sepuluh bab, masing-masing menyoroti perjalanan agent of change dari provinsi berbeda. Kisah-kisah ini lahir dari riset berbasis pengalaman nyata, sehingga terasa dekat dengan persoalan anak muda. 

Dalam peluncuran buku, Ratri menekankan pentingnya empati untuk memahami situasi mereka yang sering dipinggirkan. Menurutnya, ketika seseorang dikucilkan karena berbeda, anak muda harus hadir di sisinya. Vina menambahkan: 

One person doing an action itu sudah aksi yang besar,” ujar Vina. 

Selain menampilkan kisah nyata, buku ini dilengkapi worksheet interaktif untuk melatih empati pembaca dan membantu mereka menemukan cara menghadapi situasi serupa. Pendekatan ini membuat Youthquake lebih dari sekadar bacaan. Ia menjadi pengalaman reflektif yang menghidupkan rasa percaya diri dan solidaritas di kalangan muda, tulis Gramedia. 

Melalui kisah-kisah ini, pembaca diajak memahami tekanan yang dihadapi anak muda, menata prioritas, dan membangun pijakan yang lebih kuat untuk menghadapi kompleksitas kehidupan modern. 

Baca Juga: #MerdekainThisEconomy: ‘Good Bye Passion’, Jalan Aman Gen Z buat Bertahan 

Gen Z dalam Jeratan Pinjol dan Paylater 

Finansial menjadi benang merah dalam perjalanan Gen Z. Dari budaya self reward hingga jeratan paylater dan pinjaman online (pinjol), uang menjadi bagian krusial keseharian mereka. Menurut data Detik, kalangan ini paling mudah terjebak praktik predatory lending

Officer Maybank Indonesia Charles Budiman, menjelaskan model bisnis layanan ini kerap membebani pengguna dengan bunga tinggi dan denda tambahan. Akibatnya, utang mudah menumpuk saat pembayaran terlambat. Fenomena ini diperparah oleh aturan terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per (12/8), di mana riwayat gagal bayar pinjol akan tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), tulis Tempo. 

Fenomena ini menunjukkan rapuhnya fondasi finansial generasi muda. Dalam ekonomi yang kompleks, literasi dan kesadaran finansial bagi Gen Z bukan sekadar soal mengatur uang, tapi juga mempertahankan ruang hidup dan impian mereka. 

Muty Djuhari, pakar literasi keuangan, berbagi perspektif praktis soal mengelola uang. Ia menekankan pentingnya membatasi self reward sesuai kemampuan, mengingat banyak anak muda terjebak utang karena gaji pas-pasan atau gaya hidup sulit dikendalikan. 

“Polanya hampir mirip, rata-rata karena memang gaji yang pas-pasan, lalu ada juga yang gaya hidupnya sulit dikendalikan,” jelas Muty. 

Tekanan biaya hidup tinggi sering memaksa sebagian anak muda menutup kekurangan dengan utang. Situasi ini memunculkan pertanyaan: Apakah paylater sebaiknya dihindari sepenuhnya? Muty memilih menjauhinya, tetapi menyadari godaan promo dan diskon yang membuat pengguna tergiur. 

Baca Juga: #GenerasiCemaZ: Dituntut Terus Produktif, Hilang Ruang Buku, Pesta, dan Cinta 

Di akhir sesi, Muty membagikan pengalaman praktis mengelola keuangan bulanan: zakat lebih dulu, cicilan kedua, tabungan ketiga, dan sisanya dibagi rata per minggu untuk kebutuhan sehari-hari. 

Masalah finansial yang menghantui Gen Z menjadi contoh nyata guncangan yang membentuk perjalanan hidup mereka. Youthquake hadir sebagai cermin refleksi sekaligus panduan: melalui kisah nyata dan worksheet interaktif, anak muda diajak memahami tekanan yang mereka hadapi, menata prioritas, dan membangun pijakan lebih kuat. 

Dengan demikian, pembaca tidak hanya menyimak cerita, tetapi juga memperoleh alat untuk menavigasi identitas, impian, dan stabilitas finansial di tengah kompleksitas kehidupan modern. 

About Author

Safika Rahmawati

Safika adalah sosok yang suka melamun dan punya cita-cita hidup tenang di desa di kaki gunung. Tapi kalau harus tinggal di kota dulu, enggak masalah—asalkan bisa rebahan tanpa rasa bersalah sambil menikmati suara burung gereja di dalam kamar.