Vagina adalah sebuah kata yang lima tahun lalu membuat bulu kuduk saya merinding jika menyebutkannya. Seakan-akan vagina bagian terpisah dari saya selayaknya Voldemort dalam Harry Potter, yang tidak boleh diucapkan apalagi ditemui.
Entah kenapa, sekali pun saya dan vagina adalah sebuah kesatuan, tapi baru di usia 27 tahun ini saya berani berbincang dengannya, lewat cawan menstruasi yang saya beli bulan lalu lewat situs belanja daring. Padahal saya sudah melalui banyak hal bersamanya, mulai dari lika-liku penetrasi, USG transvaginal, hingga proses inseminasi yang saya lakukan dua tahun lalu. Tapi tetap saja, baru tahun ini saya berbincang dengannya dan tanpa rasa kelu menyapanya dengan lantang, “Halo, vagina!”
Perkenalan saya dengan cawan menstruasi bermula empat tahun lalu ketika saya menyaksikan salah satu video YouTuber Sacha Stevenson mengenai pengalamannya menggunakan cawan menstruasi. Dari video itulah saya baru mengetahui ada benda selain pembalut yang bisa digunakan untuk mengatasi darah menstruasi. Pikir saya kala menonton itu, “Baiklah, akan saya gunakan ketika saya sudah menikah”.
Setelah itu, saat menonton serial drama Netflix yang “Sex Education”, saya mendapatkan pelajaran luar biasa mengenai genital saya sendiri. Mulai dari letak klitoris dan bagaimana seharusnya saya mengenal vagina saya dengan baik agar saya tidak melakukan kesalahan yang tidak perlu.
Lantas awal tahun ini saya membaca Vagina Monologues karya Eve Ensler. Dari buku inilah keberanian saya menggunakan cawan menstruasi tumbuh. Bahwa seharusnya saya memahami vagina saya sebaik saya memahami kondisi wajah dan bagian tubuh lainnya. Bagi saya hari ini, mengenal vagina itu SANGAT NORMAL, bukan sebuah dosa dan tidak ada relevansinya dengan birahi.
Baca juga: Kisah Menstruasi Pertama: Siklus Ketidaktahuan Menahun
Perbincangan saya dengan vagina dimulai ketika saya pertama kali memasukkan cawan tersebut ke dalam vagina. Namun hingga percobaan ketiga, saya merasa ada yang salah dengan letak cawan tersebut. Baru ketika saya menyaksikan video tutorial pemasangan dengan alat peraga, saya jadi tahu bahwa saya meletakkan cawan tersebut di bagian labium/bibir luar vagina bukan di vagina itu sendiri. Momen ketika saya berhasil memasukkan cawan menstruasi dengan tepat adalah momen terlama dan terdalam saya bersentuhan dengan alat kelamin yang sudah saya miliki selama 27 tahun.
Tidak berhenti sampai situ, kebingungan saya yang terkadang bisa sangat mudah memasang dan melepas cawan namun di waktu lain bisa sangat kesulitan. Hal itu menjadikan tanda tanya untuk saya. Kenapa bisa sangat mudah tetapi bisa juga sangat sulit?
Dari situ saya belajar bahwa letak vagina bukanlah seperti sebuah paralon panjang yang berbentuk lurus dan kaku. Vagina merupakan organ yang memiliki fleksibilitas sehingga bisa menahan cawan dengan baik, letaknya agak miring, memiliki otot dan bisa menghasilkan pelumas jika saya dalam kondisi tenang sehingga memudahkan pemasangan cawan (karena jika tegang cawan tidak mungkin dimasukkan).
Bagi banyak perempuan, vagina seperti Voldemort, tabu diucapkan apalagi ditemui.
Selanjutnya, cawan menstruasi membuat saya mengetahui dengan pasti perbedaan uretra, vagina, dan anus. Cawan menstruasi membuat saya mengenali dan mengetahui letak masing-masing dari saluran tersebut. Penggunaan cawan menstruasi tidak mengganggu sama sekali proses buang air kecil saya (karena untuk buang air besar membutuhkan tekanan tertentu sehingga ikut menekan cawan). Penggunaan cawan menstruasi juga membuat saya mengetahui lebih jauh tentang periode menstruasi saya. Mulai dari mengetahui banyaknya darah yang keluar dan kapan proses transisi dari awal menstruasi hingga akhir masa periode menstruasi saya.
Dari cawan menstruasi, saya belajar hal penting yang harus kita pahami bersama, bahwa fungsi vagina sama sekali bukan tentang aktivitas seksual semata, karena yang berperan dalam kenikmatan seksual adalah klitoris bukan vagina. Sebagai informasi, klitoris berada di lokasi yang berbeda sehingga penggunaan cawan menstruasi oleh siapa pun (mari berhenti melabeli keperawanan) tidak ada hubungannya dengan aktivitas seksual.
Baca juga: Aplikasi Ini Permudah Kita Melacak Siklus Menstruasi
Serupa dengan USG transvaginal yang selalu dilabeli dengan “kehilangan keperawanan”, padahal keberadaan USG transvaginal berkaitan dengan kesehatan bukan alat pemuas seksual. Selain itu, cairan vagina berfungsi untuk melindungi dan menjaga kelembapan vagina agar mencegah masuknya kuman ke dalam rahim, sehingga keluarnya cairan vagina tidak melulu mengenai rangsangan seksual.
Cawan menstruasi membuat saya berbenah pikiran dan menghilangkan ketabuan tentang vagina, karena vagina adalah salah satu dari organ tubuh yang saya miliki sehingga sudah seharusnya saya mengenal dan menjaganya layaknya organ tubuh saya yang lain.
Ilustrasi oleh Karina Tungari