Issues Politics & Society

6 Dampak Efisiensi Anggaran Prabowo: PHK Massal hingga Riset yang Mandek 

Prabowo menyunat anggaran kementerian dan lembaga guna membiayai program makan bergizi gratis. Potensi penurunan kesejahteraan rakyat di depan mata.

Avatar
  • February 12, 2025
  • 9 min read
  • 18608 Views
6 Dampak Efisiensi Anggaran Prabowo: PHK Massal hingga Riset yang Mandek 

Presiden Prabowo Subianto percaya diri bisa menghemat anggaran negara Rp306,69 triliun. Ini dilakukan dengan memangkas anggaran kementerian atau lembaga pemerintah, baik pusat maupun daerah. Rencana itu dilegitimasi oleh Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 yang berlaku per (22/1) lalu. 

Mengutip CNN Indonesia, alasan Prabowo bikin kebijakan ini untuk mengalokasikan prioritas anggaran negara ke program makan bergizi gratis (MBG) dan perbaikan sekolah. Sebuah dalih yang patut dikritisi lantaran program MBG belum teruji efektivitasnya dan justru rawan penyalahgunaan alias rasuah. Di saat bersamaan, program MBG kerap dianggap kalah mendesak ketimbang anggaran kesehatan, mitigasi bencana, riset, HAM, dan perlindungan perempuan serta anak yang disunat habis-habisan. 

 

Gelombang kritik pun datang dari masyarakat buntut kebijakan baru Prabowo. Masalahnya, pemangkasan anggaran juga berpotensi menghambat program-program penting yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat. Berikut Magdalene rangkum enam dampak yang mungkin ditimbulkan dari efisiensi anggaran belanja pemerintah: 

Baca Juga: Dari Pelanggar HAM, Agamis, hingga ‘Gemoy’: Cara Prabowo Poles Citra demi Kuasa

1. Pengembangan Riset Mandek 

Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) Fauzan Adziman, (11/2) mengungkapkan bakal melakukan efisiensi anggaran di kementeriannya. Riset dan pengembangan jadi bagian dari proses efisiensi anggaran tersebut. 

Dikutip dari Berita Satu, tahun lalu dari sekitar 240.000 dosen, hanya 16.000 atau 7 persen yang memperoleh dana penelitian. Jika pemangkasan dana riset terus berlanjut, jumlah dosen yang mendapatkan dana penelitian akan semakin sedikit. Topik penelitian pun akan lebih banyak diprioritaskan buat yang krusial saja. 

“Efisiensi ini memang cukup sulit, terutama dengan pengurangan jumlah dosen yang dapat menerima dana penelitian,” ungkap Fauzan. 

Merespons pemangkasan anggaran, Fatkur Huda, Dosen Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) bilang, kebijakan ini bakal berdampak pada terhambatnya pengembangan sumber daya manusia (SDM). Sebab, dana beasiswa, pelatihan guru, hingga riset otomatis jadi berkurang.  

“Ini bisa membuat kesenjangan akses pendidikan, terutama bagi masyarakat kurang mampu,” ucapnya dikutip dari laman resmi UM Surabaya. 

Selain itu, melemahnya ekosistem riset dan inovasi juga dapat memperlambat perkembangan teknologi dalam negeri. Hal ini digadang-gadang bisa menurunkan daya saing Indonesia di tingkat global. 

Baca juga: Setelah Kemenangan Prabowo, Apa yang Bisa Kita Lakukan? 

2. Perlindungan dan Penegakan HAM Makin Jauh Panggang dari Api 

Selain pengembangan riset, efisiensi anggaran juga berdampak pada perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia. Kompas.com melaporkan, Komisi Yudisial (KY) terkena imbas pemangkasan anggaran hingga 54 persen. Pemangkasan anggaran berdampak langsung pada kesulitan mereka menjalankan tugas, termasuk seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM di Mahkamah Agung (MA).  

Dalam surat yang dikirimkan MA ke KY disebutkan, terdapat kekosongan 16 posisi hakim agung di berbagai kamar peradilan. Dengan keterbatasan anggaran, KY belum bisa memastikan kapan seleksi dapat dilakukan.  

Selain itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga mengalami pemangkasan anggaran hingga 62 persen. Dari total Rp229 miliar yang diusulkan, kini hanya tersisa Rp85 miliar untuk operasional 2025. Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas menyatakan, keterbatasan anggaran ini bakal berdampak pada layanan perlindungan saksi dan korban kejahatan.  

Selain itu, keterbatasan dana juga membuat LPSK harus lebih selektif dalam menangani permohonan perlindungan. Jika sebelumnya LPSK bisa dihubungi 24 jam, kini mereka hanya bisa dihubungi saat jam kerja saja.  

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak luput dari dampak kebijakan efisiensi anggaran. Dari anggaran awal sebesar Rp112,8 miliar, kini budget Komnas HAM tersisa Rp60,6 miliar, yang berarti mengalami pemangkasan hingga 46,22 persen.  Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan efisiensi ini secara signifikan bakal memengaruhi hampir seluruh program kerja lembaganya.  

“Ketika diturunkan ke dalam alokasi anggaran program ternyata berdampak 90 persen lebih terhadap dukungan sumber daya terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi utama Komnas HAM, yaitu penegakan HAM dan pemajuan HAM,” ujarnya. 

3. Akses Fasilitas Kesehatan Masyarakat Menurun 

Dilansir dari Bisnis.com, efisiensi anggaran belanja di pemerintahan berdampak kuat pada jaminan kesehatan masyarakat Indonesia. BPJS Watch misalnya menyoroti efisiensi anggaran Kementerian Kesehatan dapat berdampak pada pencabutan subsidi iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menjelaskan dari total efisiensi anggaran Kementerian Kesehatan sebesar Rp19,63 triliun, terpantau alokasi Rp2,5 triliun yang sebelumnya diperuntukkan untuk pembayaran subsidi iuran peserta mandiri kelas III termasuk di dalamnya. Jika dicabut, iuran BPJS bisa naik dari Rp35.000 menjadi Rp42.000. Dengan kenaikan ini, akan semakin banyak masyarakat yang menunggak atau tak mampu membayar.  

Tidak hanya peserta mandiri kelas III yang terdampak, Timboel menambahkan efisiensi anggaran berimbas pada peserta JKN segmen PBI daerah (PBI APBD). Ini karena efisiensi anggaran berdampak besar pada transfer ke daerah yang jika dicontohkan Dana Otonomi Khusus untuk Papua dan Aceh berkurang menjadi Rp14,51 triliun dari rencana awal Rp17,52 triliun.  

“Itu Pemda-Pemda juga kan berpotensi menurunkan jumlah masyarakat miskin yang dilindungi, yang dibantu iuran Rp42.000,” ucapnya. 

Lebih dari itu, efisiensi anggaran juga bisa berdampak pada upaya eliminasi penyakit menular. Direktur Eksekutif Stop TB Partnership Indonesia (STPI), dr. Henry Diatmo dikutip dari laman resmi Stop TB Partnership Indonesia, mengungkapkan efisiensi anggaran yang terlalu besar dapat merusak program-program pengendalian TBC yang sudah berjalan.  

Program ini seperti riset dan inovasi TBC, pengadaan alat, pengobatan berbasis DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) serta kampanye kesadaran masyarakat. Tanpa anggaran yang memadai, Indonesia akan kesulitan mencapai target eliminasi TBC pada 2030, yang merupakan bagian dari komitmen global dalam Sustainable Development Goals (SDGs). 

Baca Juga: 5 Catatan Penting dari 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran 

4. Akurasi Cuaca dan Gempa Bakal Kian Buruk 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang terkena imbas efisiensi anggaran. Dilansir dari Antara, Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Muslihhuddin menuturkan, pemotongan anggaran tersebut berdampak signifikan terhadap belanja modal dan belanja barang, termasuk terhadap pemeliharaan yang tidak dapat dilaksanakan pada 2025.  

Padahal mayoritas dari 600 alat sensor untuk pemantauan gempa Bumi dan tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan Alat Operasional Utama (Aloptama) yang kondisinya kini sudah melampaui usia kelayakan. Sehingga, jika efisiensi anggaran dilakukan, otomatis anggaran pemeliharaan berkurang hingga sebesar 71 persen. Ini berdampak besar pada observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempabumi, dan tsunami. 

“Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempa Bumi, dan tsunami menurun dari 90 persen menjadi 60 persen. Kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari 3 menit turun menjadi 5 menit atau lebih dan jangkauan penyebarluasan informasi gempa bumi dan tsunami menurun 70 persen,” kata Muslihhuddin kepada Antara

Ketua Umum Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) Harkunti Pertiwi Rahayu pun sangat menyayangkan efisiensi anggaran ini. Ia berkata, sebagai negara yang berada di Lingkar Cincin Api Pasifik dan rawan bencana geologi, Indonesia sangat bergantung pada peralatan deteksi dan monitoring. 

Indonesia tidak bisa  hanya mengandalkan dana dari lembaga internasional atau filantropi untuk menutupi biaya operasional. Ini karena sebut Harkunti bukan solusi jangka pendek yang bisa diandalkan secara tiba-tiba. Karena itu ia dengan tegas mengungkapkan dana respons bencana seharusnya tidak dipangkas. 

“Kita tidak pernah tahu kapan dan seberapa besar bencana akan terjadi di 2025. Jadi iya, perlu pengecualian dalam bidang ini,” tegasnya. 

5. PHK Massal 

Efisiensi anggaran berdampak pula pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), Andi Rukman Karumpa, dilansir dari IDTV, (11/2/) mengungkapkan, pemangkasan anggaran infrastruktur Kementerian Pembangunan Umum (PU) sebesar 80 persen  atau senilai Rp81,38 triliun. Pemangkasan ini berdampak langsung pada proyek-proyek yang diprioritaskan pembangunannya bakal berakhir ditunda atau dibatalkan. 

Penundaan atau pembatasan proyek ini berpotensi besar memutus hubungan kerja para pekerja konstruksi secara massif. Bahkan Andi memperkirakan pemutusan kerja ini bisa dialami hingga 2,1 juta orang. 

 Jika angka ini adalah proyeksi, efisiensi anggaran Presiden Prabowo telah lebih dulu berdampak pada Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI).  RRI misalnya diketahui mengalami pemangkasan anggaran mencapai Rp300 miliar dari nilai pagu Rp1,07 triliun di 2025.  

Buntut dari pemangkasan besar-besaran ini sejumlah kontributor RRI dan mitra kontrak mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini dibenarkan oleh Juru Bicara RRI Yonas Markus Tuhuleruw pada Tempo.co, (10/2). Ia memastikan langkah PHK dilakukan dengan hati-hati. 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pun mengritik adanya PHK imbas dari kebijakan baru Prabowo. Dalam rilis pernyataan publik, mereka mempertanyakan komitmen Prabowo dalam meningkatkan warga terdidik melalui media publik sebagai prasyarat demokrasi. ini karena kebijakannya justru dinilai melemahkan RRI/TVRI.  

Dalam kondisi krisis manajemen sejak Reformasi 1998, dua media publik ini menurut AJI seharusnya mendapat perhatian khusus dari sisi transformasi kelembagaan dan pendanaan. Keputusan penghematan/ pemotongan sebaliknya malah memperburuk kondisi kerja dan kualitas kinerja kedua media tersebut. 

6. Pemenuhan Hak Perempuan dan Anak yang Sulit Digapai 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tidak luput jadi kementerian yang dipangkas anggaran belanjanya. Mengacu pada laman resmi KemenPPPA, kementerian tersebut memiliki tiga program hasil terbaik cepat (quick win) dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yaitu Ruang Bersama Merah Putih, Perluasan Fungsi call center SAPA129, dan Satu Data Gender dan Anak.  

Ketiga program hasil terbaik cepat ini sangat membutuhkan sinergi lintas Kementerian/Lembaga lainnya karena sangat beririsan dengan berbagai sektor pembangunan, mulai dari kesehatan, pendidikan, dan keluarga, hingga sektor lain. Itu sebabnya kebijakan efisiensi anggaran bisa berdampak kuat pada tiga prioritas KemenPPPA. 

Program lain yang kemungkinan bakal terdampak dengan kebijakan baru ini adalah ekonomi perawatan. Bersama dengan International Labor Organization (ILO), KemenPPPA meluncurkan Peta Jalan Ekonomi Perawatan. Ke depan, ada 4 (empat) tahap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) terkait dengan ekonomi perawatan.  

Tahap Pertama Tahun 2025-2029 yaitu penguatan pondasi. Tahap II 2030-2034 yaitu kebijakan transformasi. Tahap III Tahun 2035-2039 yaitu akselerasi transformasi. Tahap IV 2040-2045 yaitu transformasi ekonomi perawatan yang berkesetaraan gender menuju Indonesia Emas 2045.  

Selain KemenPPA, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga ikutan terdampak. Sebagai satuan kerja yang menginduk pada KemenPPA, anggaran KPAI jadi ditekan. Melansir dari Tempo.co, KPAI terancam tidak bisa melakukan tugas pengawasan.  

“Jadi to the point-nya begitu, anggaran untuk kami bekerja melakukan pengawasan itu tidak ada lagi. Apalagi pengawasan menggunakan dimensi hak asasi anak. Karena itu, ini tentu menjadi salah satu concern dan pokok advokasi kami,” kata Komisioner KPAI Sylvana Maria. 

Ilustrasi oleh Karina Tungari



#waveforequality
Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *