Rokok Tembakau dan Elektrik Sama-sama Bahaya, Jokowi Didesak Sahkan RPP Kesehatan
Sering dikira lebih aman, nyatanya rokok elektrik atau vape juga sama bahanya seperti rokok tembakau.
Pada (14/5), sejumlah organisasi masyarakat kompak mendesak Presiden RI Joko Widodo, agar segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Desakan ini berangkat dari kegelisahan publik terhadap maraknya konsumsi produk zat adiktif. Rokok tembakau dan rokok elektrik atau vape termasuk di dalamnya.
Pasal tentang zat adiktif di UU Kesehatan itu memang menuai polemik panjang. Pengamat ekonomi dan pebisnis rokok khawatir itu bakal bikin buntung ekonomi Indonesia. Terlebih, konsumsi rokok di Indonesia telah menyumbang keuntungan ekonomi buat negara. Menurut catatan CNBC Indonesia, industri tembakau terhadap penerimaan negara mencapai Rp218 triliun untuk cukai hasil tembakau di 2023. Berikut dengan pajak maka nilainya meningkat jadi Rp290 triliun.
Baca juga: Kenapa Anak Muda Selalu Jadi Target Empuk Produsen Rokok?
Karena itulah gelombang penolakan dari buruh rokok hingga pelaku industri deras mengalir. Sebaliknya, kita juga tak bisa menutup mata terhadap risiko kesehatan rokok. Dalam konferensi pers ini, Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH, Ketua Umum Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau mengatakan, “Rokok adalah sumber paling bermakna untuk dikendalikan. Rancangan PP Kesehatan sudah disiapkan, tapi dalam prosesnya sampai keluar bisa terjadi banyak intervensi, masuk kontaminan-kontaminan.”
Ia berharap pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan bisa konsisten memastikan dan melindungi kesehatan warganya. Salah satunya dengan mengendalikan faktor risiko dan berperan secara komprehensif. Misalnya, imbuh dia, melarang iklan sampai menentukan peredaran.
Prof. DR. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp. P(K), FAPSR, FISR, Guru Besar FKUI, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) sepakat. Ia bilang, rokok elektronik tetap berbahaya bagi kesehatan karena ada nikotin, bahan karsinogen, dan bahan toksik yang bersifat iritatif. Dampak dari rokok elektronik terhadap penyakit paru, mulai dari gejala pernapasan bronkitis, asma, pneumonia, kanker paru, serta kerusakan jaringan paru.
Baca juga: Alasan Rokok Hambat Kesetaraan Gender di Indonesia
Kasus yang timbul dari rokok elektronik contohnya kebocoran paru-paru, pneumonia, asma, ini sudah terjadi di Indonesia. Itulah kenapa ia sepakat aturan yang lebih kuat untuk menekan konsumsinya harus segera disahkan.
Sepuluh tahun yang lalu, bahkan Komisi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sudah memperingatkan, perokok Indonesia sudah mencapai level berbahaya. Mereka pun merekomendasikan pemerintah untuk bikin regulasi pengendalian tembakau dan kawasan tanpa rokok.
UU Kesehatan baru sebenarnya tegas menyatakan rokok berbahaya, tapi masih kekurangan RPP, yang mengatur produksi dan peredaran. Karena itulah RPP Kesehatan ini sangat dibutuhkan. Tujuannya agar ada payung hukum yang melindungi kesehatan masyarakat dan mendorong ada kepastian hukum pelaksanaan UU Kesehatan.
Sebagai informasi, konferensi pers itu dihadiri sejumlah kalangan. Sebut saja Komnas Pengendalian Tembakau bersama organisasi peduli, yaitu Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Green Crescent Indonesia, Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Social Force in Action for Tobacco Control (SFA for TC), Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI), Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI), Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T).
Baca juga: Jerat Rokok Elektrik untuk Perempuan: Kisah ‘Vaping’ dari Aceh
Selain itu, ada pula Perkumpulan Wicara Esofagus (PWE) Indonesia, Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Kongres Wanita Indonesia (KOWANI).