Muak dan Marah, Mereka Turun ke Jalan: Esai Foto
Kemarahan itu dibungkus hangat selimut solidaritas. Rakyat dukung rakyat.
Marah? Atmoster itu terasa kentara. Tapi, masih banyak yang tersenyum dan bercanda bersama gerombolan masing-masing. Pertanyaan seperti, “Sudah sarapan?” atau “Gak ngantor, lo?” lumayan sering terdengar. Di beberapa titik, sukarelawan sudah bagi-bagi roti, minuman kemasan, dan semangka gratis.
Marah? Ya, orang-orang ini marah dan memilih meninggalkan aktivitas sehari-harinya untuk protes, turun ke jalan depan gedung DPR RI, Kamis, 22 Agustus 2024 kemarin. Meski marah, sejak pagi saya bisa merasakan atmosfer itu: Udara yang dipekati solidaritas. Massa yang hadir beragam. Ada yang baru pulang lari pagi, ada yang jalan-jalan dengan anjingnya, ada nenek-nenek, ibu rumah tangga, ada para komika, pelawak, sutradara beken, di antara para aktivis dan mahasiswa.
Beberapa kawan yang turun saat #ReformasiDikorupsi 2019 atau Aksi Tolak Omnibus Law membandingkan demografi Kamis itu lebih beragam.
Sejak lambang garuda di depan latar “biru perlawanan” ramai di media sosial, kemarahan kolektif itu makin kentara. Orang-orang sebetulnya bukan cuma marah karena RUU Pilkada dikebut pembahasannya. Bukan cuma karena dongkol dengan ulah Presiden Joko Widodo yang melakukan segala cara–termasuk mengobrak-abrik konstitusi—demi meloloskan anaknya masuk putaran Pilkada 2024. Bukan cuma itu. Rasa-rasanya, kemarahan hari itu sudah ditumpuk dari lama sekali.
Angka PHK tinggi. Cari pekerjaan susah. Jumlah orang miskin meningkat. Masalah-masalah ini terasa jauh dari kebijakan-kebijakan yang difokuskan para penguasa. Sementara ia terpampang nyata di depan hidung rakyat, dihirup setiap hari.
Itu sebabnya, saat DPR RI mengumumkan rapat paripurna yang membahas revisi RUU Pilkada siang itu batal, massa tetap tak beranjak. Saat siang makin terik, gerombolan mahasiswa makin ramai bergabung dengan massa lain. Sore sedikit, gerbang depan DPR berhasil mereka jebol. Sekitar pukul dua siang, Gerbang Pancasila di belakang kantor DPR juga tumbang.
Ada semacam gertakan dari massa: Rapat kalian memang sudah batal, tapi bukan berarti kami tidak bisa menjebol masuk. Intinya, jangan sampai gimik memberhentikan rapat yang pernah DPR pakai saat Aksi Tolak RKUHP dipakai lagi hari itu.
Saat esai ini dinaikkan, KPU memang telap membentuk Peraturan KPU (PKPU) yang merujuk putusan MK (25/8). Mereka melaksanakan amanah rakyat. Tapi, rakyat tidak bodoh. Rakyat tidak lengah. Pilkada 2024 ini masih terus kami pantau.
Penulis: Tommy Triardhikara
Foto: Tommy Triardhikara