Selebritas Megan Fox dalam sebuah wawancara dengan Sports Illustrated mengungkapkan bahwa dia memiliki dismorfik tubuh (body dysmorphia). Fox mengatakan: “Saya tidak pernah melihat diri saya seperti orang lain melihat saya. Tidak pernah ada titik dalam hidup saya yang membuat saya mencintai tubuh saya.”
Fox bukan satu-satunya orang yang mengalami hal tersebut. Banyak selebritas lain yang telah menceritakan pengalaman mereka tentang kondisi ini, termasuk penyanyi Billie Eilish dan aktor Robert Pattinson. Diperkirakan ada sekitar sekitar 2 persen dari populasi Amerika Serikat (AS) yang mengalami kondisi serupa.
Meskipun beberapa tahun terakhir ini telah banyak diskusi mengenai body dysmorphia, banyak orang yang mengaitkan kondisi ini dengan kecemasan akan citra tubuh. Bahkan istilah body dysmorphia sudah ketinggalan zaman, dan para psikiater lebih memilih istilah “gangguan dismorfik tubuh” atau BDD (body dysmorphic disorder).
Baca juga: Teknologi dan Obsesi Cantik yang Problematik
BDD adalah kondisi kesehatan mental parah yang menyebabkan tekanan yang sangat besar dan mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi sehari-hari. BDD juga menjadi salah satu penyebab tingkat bunuh diri tertinggi dari semua kondisi kesehatan mental. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran tentang kondisi ini.
Apa Itu Gangguan Dismorfik Tubuh?
BDD didefinisikan sebagai obsesi seseorang terhadap beberapa aspek dari tubuh atau penampilannya yang menurut mereka sangat cacat-padahal sebenarnya orang lain tidak melihat ada sesuatu yang cacat.
Banyak orang tidak puas dengan beberapa aspek dari penampilan mereka, tetapi orang dengan BDD merasakan ketidakpuasan tersebut selama beberapa jam sehari dan ada pikiran dan perasaan yang mengganggu tentang kekurangan yang mereka rasakan.
Baca juga: Operasi Plastik: Antara Otoritas Tubuh dan Tuntutan Masyarakat
Kekurangan yang dirasakan ini menyebabkan tekanan emosional yang ekstrem dan masalah yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Orang dengan BDD memiliki kesadaran diri yang berlebihan, sering kali percaya bahwa orang lain memperhatikan, menilai, atau membicarakan kekurangan yang mereka rasakan. Hal ini dapat menyebabkan mereka menghindari hubungan intim dan interaksi sosial-termasuk pekerjaan dan sekolah. Beberapa orang mungkin tidak mau meninggalkan rumah sama sekali.
Orang dengan BDD juga dapat mengalami perasaan jijik, cemas, dan rendah diri yang ekstrem, serta pikiran untuk bunuh diri karena kekurangan yang mereka rasakan sangat mengganggu. Perilaku berulang yang berlebihan-seperti menatap cermin, dandan berlebihan, menggaruk-garuk kulit, atau mencari validasi dari orang lain-juga umum terjadi pada orang dengan BDD.
Meskipun kulit, hidung, gigi, dan mata merupakan bagian tubuh yang paling sering menjadi fokus utama bagi penderita BDD, namun berat badan atau ukuran otot juga dapat menjadi obsesi. Hal ini juga umum terjadi pada orang dengan BDD yang sibuk dengan beberapa bagian tubuh mereka sekaligus.
Baca juga: Filter Dysmorphia: Buah Simalakama atau Kemajuan yang Perlu Diterima?
Gangguan ini biasanya muncul pada usia remaja, tetapi penyebab kondisi ini belum bisa dipastikan sepenuhnya. Beberapa penyebab potensialnya adalah trauma masa kecil, intimidasi yang berhubungan dengan penampilan, genetika, dan ketidakseimbangan kimiawi di otak.
Meskipun BDD bisa terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, laki-laki mungkin lebih mungkin mengembangkan muscle dysmorphia (kondisi kesehatan mental ketika orang melihat tubuhnya kecil dan kekurangan massa otot). Laki-laki juga lebih cenderung terobsesi dengan alat kelamin mereka daripada perempuan.
Meskipun BDD memengaruhi sekitar 2 persen orang, kemungkinan prevalensi sebenarnya adalah lebih tinggi pada kenyataannya. Ini karena penderita BDD sering kali takut untuk menceritakan gejala yang mereka alami kepada tenaga kesehatan karena malu atau takut tidak dimengerti.
Mendapatkan Bantuan
Banyak dari kita yang merasa tidak percaya diri dengan beberapa aspek dari penampilan kita. Namun bagi sebagian besar dari kita, hal ini tidak menyebabkan tekanan yang ekstrem atau mengganggu kehidupan sehari-hari. Kamu perlu mencoba untuk berbicara dengan seseorang jika kamu merasakan gejala seperti:
- menghabiskan setidaknya satu jam sehari untuk memikirkan kekurangan penampilanmu
- merasa bahwa terobsesi dengan kekurangan yang dirasakan dan itu mengganggu aktivitasmu sehari-hari
- mengalami tekanan emosional yang signifikan sebagai akibat dari obsesi ini.
Penting untuk mengetahui bahwa selalu ada bantuan. Jika kamu tidak yakin harus mulai dari mana, langkah pertama yang bisa kamu lakukan adalah berkonsultasi dengan dokter atau praktisi kesehatan mental. Mereka akan mengajukan pertanyaan tentang gejala-gejala yang kamu alami, bagaimana hal tersebut memengaruhi hidupmu dan apakah kamu pernah berpikir untuk melukai dirimu sendiri. Bisa juga melakukan konsultasi kesehatan mental secara online jika kamu merasa gugup untuk berbicara secara langsung.
Kamu mungkin akan ditawari terapi perilaku kognitif (CBT), yang melibatkan kerja sama dengan terapis untuk membantu memodifikasi pikiran yang mengganggu tentang penampilan dan menghilangkan perilaku bermasalah, seperti memeriksa diri sendiri di cermin. Itu semua tergantung pada tingkat keparahan gejalanya.
Untuk gejala yang lebih parah, kamu mungkin akan ditawari obat seperti fluoxetine, yang akan membantu mengurangi distorsi kognitif dan depresi serta kecemasan, sehingga kamu akan lebih mudah untuk melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Baik CBT maupun obat-obatan efektif untuk mengelola dan mengurangi gejala BDD.
Banyak orang dengan BDD yang menjalani prosedur bedah plastik untuk “memperbaiki” kekurangan yang mereka rasakan, namun cara ini jarang berhasil menangani kondisi tersebut. Bahkan jika seseorang merasa lebih baik dengan bagian tubuh yang “diperbaiki” itu, mereka mungkin kemudian jadi terobsesi dengan bagian tubuh lainnya.
Memiliki BDD bukan berarti kamu sia-sia atau terobsesi dengan diri sendiri, dan itu bukan sesuatu yang harus membuatmu malu. Gangguan dismorfik tubuh tidak mungkin sembuh tanpa pengobatan, oleh karena itu penting untuk mendapatkan bantuan jika kamu mengalami kesulitan.
Rahma Sekar Andini menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris
Viren Swami, Professor of Social Psychology, Anglia Ruskin University
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.