Golput Bukan Solusi: Argumen Singkat
Golput tidak akan menyelesaikan masalah kamu. Karena dengan golput, orang-orang lain bisa sukses memenangkan yang terburuk.
Berikut adalah alasan-alasan yang orang untuk tidak memilih alias golput dalam pemilihan umum:
“Tidak ada yang bagus. Nanti kalau ada yang bagus — atau kalau ada yang amit-amit-jangan-sampai-terpilih — baru saya ke TPS.”
“Ah, saya tidak percaya lagi dengan demokrasi. Hasil akhirnya sama saja.”
“Tidak ada yang saya kenal. Ogah beli kucing dalam karung.”
Yang terakhir itu alasan saya golput dalam pemilihan legislatif 2009. Pemilu bertama saya. Langsung golput dan bangga. Pamer habis-habisan di Friendster waktu itu.
Tidak Ada yang Kenal
Buat yang berargumen seperti ini, jawaban saya singkat: “KPU (Komisi Pemilihan Umum) sadar akan masalah ini. Sejak 2014, KPU punya solusi”.
Pileg 2014, saya mendengar kalau calon-calon anggota legislatif diwajibkan menyetor riwayat hidup. Setelah saya telusuri, benar. Saya bahkan bisa baca di laman KPU.
Betul, eksekusi KPU kurang efektif. Buktinya tidak banyak yang tahu. Buktinya riwayat hidup yang saya baca, adalah hasil pindaian kertas bertulis tangan dalam format PDF. Kekurangan itu lah yang memicu saya membuat wikikandidat.com tahun 2014.
Tapi faktanya, karena inovasi KPU, ada cara untuk kenal. Maka, argumennya tidak bisa dipakai lagi.
(Sudah Kenal) tapi Tidak Ada yang Bagus
Ok, itu fakta. Fakta kalau kamu beropini seperti itu.
Dengan fakta itu, golput tetap bukan langkah terbagus buat kamu. Kenapa? Karena dengan golput, orang-orang lain bisa sukses memenangkan yang terburuk, dari yang di mata kamu buruk-buruk semua itu.
Singkatnya, kamu kehilangan pengaruh.
Kalau kamu sepakat, terpilihnya yang terburuk akan merugikan kamu, argumennya tidak bisa dipakai lagi.
Pada hari ini, 15 Februari, saya memilih gubernur Banten di Tangerang. Jujur saja, baik Wahidin Halim maupun Rano Karno, tidak ada yang lulus standar saya. Saya paham rasanya. Solusi buat masalah ini adalah bersuara. Suarakan kekecewaan dengan kualitas para kandidat. Sebut orang-orang yang kamu anggap layak. Colek mereka, siapa tahu mereka mau mencalonkan diri di pemilihan kepala daerah selanjutnya.
(Ada yang Terbagus) tapi Tidak Ada Manfaat Langsungnya Buat Saya
Orang yang berargumen seperti ini, kemungkinan punya trauma. Dulu punya idola. Ternyata setelah idolanya menjabat, perubahan yang diharapkan nihil. Dia sadar ini bukan salah idolanya, tapi salah sistem pemerintahan yang menyulitkan idolanya membuat perubahan.
Di hatinya, sekarang dia percaya ini, “idola aku yang keren aja gagal, apalagi yang di bawah dia. Aku tidak peduli lagi dengan urusan-urusan ini”.
Jawaban saya sederhana: “fakta tersebut tidak ada hubungan logisnya dengan pilihan memilih atau golput”.
Golput tidak akan menyelesaikan masalah kamu. Ikut pemilu — dengan sebelumnya meriset para kandidat — boleh jadi adalah langkah konkret untuk mengubah cara kerja pemerintah. Siapa tahu orang yang kamu pilih kali ini, berhasil membuat gebrakan.
Kalau kamu golput, peluang itu terjadi jadi mengecil. Memaksimalkan efektifitas jalannya pemerintahan, tidak ada hubungan dengan kamu golput atau tidak. Maka, argumennya tidak bisa dipakai lagi.
Sekian argumen-argumen balasaan dari seorang golput tobat.
Rizky Syaiful adalah konsultan pengembangan software dan founder Wikikandidat.