Bagaimana Perempuan Digambarkan dalam ‘Boys Love’ Thailand?
Meski digambarkan secara stereotipikal, perempuan dalam ‘boys love’ Thailand tetap punya pasar sendiri buat fansnya.
Menikmati tayangan boys’ love (BL) dianggap sebagai upaya perempuan memerdekakan seksualitasnya. Sebab, BL menjadikan perempuan sebagai subjek seksualitas yang aktif. Sayangnya, meski punya manfaat, penggambaran perempuan dalam BL justru sangat stereotipikal. Buat saya penggambaran ini jadi terkesan tak menyenangkan.
Boys’ love sendiri memang menghadirkan lingkungan di mana relasi sesama lelaki begitu cair. Karena itulah karakter perempuan jarang dimunculkan. Kalau pun muncul, mereka cuma dideskripsikan sebagai karakter antagonis atau pendukung minor yang tak berdampak apa-apa.
Hal ini selaras dengan tulisan mendiang sejarawan budaya Mark McLelland berjudul Male Homosexuality in Modern Japan: Cultural Myths and Social Realities (2000). Ia bilang, karakter perempuan dalam ysbiasanya hanya mewakili karakter jahat atau ekstras belaka. Lebih detail, Masrina dan Chairil dalam book chapter bertajuk “Membicarakan Perempuan di dalam Serial Boys’ Love Thailand (2021) menuturkan, perempuan dipotret dalam tiga kategori. Mereka adalah penganggu, pendukung, dan figuran sambil lalu.
Baca juga: Narasi Gender dan Seksualitas dalam Drama “Boys Love” Thailand
Pertama, kategori pengganggu. Dalam Bahasa Thailand, tokoh antagonis perempuan pengganggu dikenal dengan sebutan nang-rai atau tua-icha (pencemburu). Karakter ini sering kali digambarkan sebagai perempuan populer yang menyukai salah satu tokoh utama BL atau mantan pacar salah satu tokoh utama BL tersebut. Mereka digambarkan pula memiliki sifat buruk dan bertujuan menghancurkan hubungan karakter utama pasangan BL. Kadang kala, tokoh ini akan menyuruh orang lain untuk melakukan hal buruk pada pasangan BL. Sebut saja tokoh Aim di serial Lovesick 2 (2015) atau tokoh Amp di serial Tonhon Chonlatee (2020).
Sebetulnya dalam serial BL, tak jarang ada laki-laki antagonis yang berperan sebagai penggangu. Namun menurut Townsend dalam tulisannya berjudul “Prisoner of love: sexual violence on Thai television” (2016), tidak ada sebutan khusus yang ekuivalen dengan nang rai untuk tokoh antagonis laki-laki. Sebab, tokoh ini digambarkan kadang baik dan kadang jahat.
Kedua, perempuan pendukung hubungan pasangan BL. Sering kali ia memiliki peran sebagai sahabat, saudara, atau ibu dari salah satu pasangan utama karakter di BL. Tokoh ini biasanya mendukung hubungan pasangan BL agar bersatu atau bertahan dalam relasi percintaan. Karakter perempuan dalam kelompok ini memiliki pembawaan ceria dan seorang mood maker yang ahli. Seperti Manaow di serial Until We Meet Again (2019) dan Zol di serial Why R You (2020).
Ketiga, kelompok perempuan figuran yang biasanya berkumpul sembari memekik bersama ketika melihat interaksi antara pasangan BL. Mereka tidak memiliki peran yang penting tapi apa yang dilakukan mendukung lingkungan homososial yang tercipta dalam BL.
Meminjam penggunaan istilah dalam konteks BL Jepang, apa yang dilakukan oleh kelompok tersebut dinamakan sebagai mōsō. Maksudnya, mereka berdelusi atau berfantasi. Kegiatan ini banyak dipotret di serial 2gether the Series (2020). Semisal ketika Sarawat-Tine sedang memainkan game pocky, terlihat sekumpulan teman perempuan mereka tengah memekik senang berbarengan.
Pembicaraan mengenai perempuan-perempuan yang dipotret dalam BL sering kali bukanlah hal positif. Banyak ujaran kebencian yang muncul dari penggemar perempuan yang diperuntukkan khusus untuk peran nang rai. Obrolan ini bisa mudah ditemui di beberapa media sosial, terutama X.
Baca juga: 5 Serial ‘Boys Love’ yang Bikin Pipi Merona dan Mata Basah
I Love Him but I Want Him to be Him
Lepas dari penggambaran karakter yang formulaik dan stereotipikal, beberapa penggemar BL tidak menginginkan idola BL untuk diri sendiri. Mereka mencintai idolanya dengan cara yang berbeda.
Penggemar BL menunjukkan kecintaannya dengan memberi dukungan agar pasangan BL itu tetap menjadi pasangan, sebagaimana digambarkan dalam serial. Apa yang dilakukan penggemar ini disebut sebagai long ruea atau “shipping” alias memasangkan satu aktor dengan aktor lain kemudian mengimajinasikan hubungan romantis terjadi pada pasangan tersebut.
Penggemar-penggemar ini tidak ingin ada tokoh lain yang menyela hubungan pasangan BL yang mereka dukung, baik itu laki-laki maupun perempuan. Sehingga, tidak heran beberapa penggemar menghujat tokoh perempuan pengganggu dalam serial BL. Lebih jauh beberapa penggemar merasa perlu menolak jika salah satu tokoh dari pasangan BL dipasangkan dengan aktor lain. Mereka menolak menaiki ruea phi atau kapal hantu, yaitu sebutan untuk dua aktor yang dipasangkan dalam hubungan percintaan imajinatif yang belum memiliki serial resmi.
Industri BL sendiri sedikit banyak berkontribusi pada fenomena ini. Untuk semakin menarik penggemar, biasanya diadakan kegiatan meet and greet atau konser yang menghadirkan pasangan BL tertentu. Pasangan tersebut diminta untuk memperagakan ulang adegan ikonik romantis di dalam serial tersebut. Kegiatan ini masif disebut sebagai fans services.
Prasannam dalam artikelnya yang berjudul “The Yaoi Phenomenon in Thailand and Fan/Industry Interaction” (2019) mengungkapkan, industri menjaga koneksi antara penggemar dan idola BL dengan menghidupkan “kenangan”, termasuk menghadirkan kembali adegan ikonik. Pemanfaatan kenangan yang diwujudkan dalam bentuk re-enacment ini yang kemudian dianggap mengaburkan garis antara hubungan pasangan Boys’ Love dalam film dan diri mereka di dunia nyata.
Baca juga: ‘Gaya Sa Pelikula’: Potret Kaya Kehidupan Gay dan Peliknya Persoalan Melela
Oleh penggemar, hal ini sering kali dianggap sebagai bukti kedekatan “sebenarnya” pasangan BL di kehidupan nyata. Sedangkan industri menganggap ini sebagai peluang ekonomi, yaitu dengan memakai hal tersebut sebagai sarana penjajagan rencana pembuatan serial BL baru di masa depan.
Walaupun keberadaan BL ianggap sebagai ranah yang menjadikan perempuan sebagai subjek seksulitas yang bebas, namun tak dimungkiri industri ini menganggap penggemar perempuan sebagai objek ekonomi mereka.
Dwi Masrina adalah seorang acafan (academic fan) dan pecinta matcha latte jalur karma. Memiliki hobi mendengarkan ASMR untuk melawan overthinking.
Ilustrasi oleh: Karina Tungari