Mayoritas umat Kristen memanggil Tuhan dengan sebutan “Bapa”. Istilah Bapa muncul dari Injil yang menjelaskan, Yesus mengajarkan para pengikutnya untuk menyebut “Bapa Kami” saat berdoa. Cara inilah yang terus dilanggengkan umat Kristen sampai hari ini. Memang sudah sepantasnya menyebut Tuhan sebagai Bapa, namun itu sebenarnya bukan satu-satunya cara untuk menyebut Tuhan.
Sebagai teolog feminis Katolik yang menjalankan pusat perempuan di universitas Katolik, saya memahami dampak kata ganti yang kerap digunakan sebagian besar umat Kristiani untuk menyebut Tuhan. Secara historis, tradisi Kristen mengenal banyak penggambaran tentang Tuhan, termasuk ayah dan ibu. Ini karena Tuhan tidak memiliki jenis kelamin.
Terlepas dari beragam sebutan yang digunakan untuk merujuk pada Tuhan dalam Kitab Suci dan tradisi Kristen, bahasa dan gambar laki-laki masih mendominasi dalam ibadah Kristen kontemporer.
Baca juga: Tuhan yang Mana?
Ragam Gambaran untuk Tuhan
Ketika kita berbicara tentang Tuhan, kita melakukannya dengan menyadari, apa yang kita katakan tidak sempurna. Semua gambaran untuk Tuhan mengungkapkan suatu hal saja tentang Tuhan. Tidak ada satu gambaran Tuhan yang literal atau mengungkapkan segalanya tentang Tuhan.
Misalnya, ketika seorang Kristiani menyebut Tuhan sebagai Raja, mereka juga harus ingat Tuhan bukanlah raja secara harfiah. Menyebut Tuhan sebagai raja mendefinisikan Tuhan itu berkuasa. Namun, istilah itu tidak mewakili akurasi faktual tentang jenis kelamin Tuhan atau pun menyiratkan Tuhan adalah manusia.
Menyebut Tuhan dengan banyak sebutan, deskripsi, dan gambar membuat kita mengenali misteri tentang Tuhan. Bahwa Tuhan seperti semua hal ini, tetapi juga lebih dari semua hal ini.
Thomas Aquinas, teolog Katolik abad ke-13 yang berpengaruh menegaskan, individu dapat berbicara tentang Tuhan dengan cara yang benar, tetapi tidak pernah cukup untuk menggambarkan Tuhan. Aquinas menjelaskan, bahasa kita tentang Tuhan menegaskan sesuatu tentang Tuhan, namun Tuhan selalu melampaui apa yang dapat kita ungkapkan. Kita mengungkapkan kebenaran tentang Tuhan dalam istilah dan konstruksi manusia, tetapi karena Tuhan adalah misteri, Tuhan selalu berada lebih dari kategori itu.
Kitab Suci dipenuhi dengan banyak gambaran tentang Tuhan. Di antara beberapa gambar tersebut, Tuhan digambarkan sebagai ayah atau laki-laki. Di bagian lain dari Kitab Suci, Tuhan digambarkan sebagai perempuan. Nabi Yesaya membandingkan Tuhan dengan ibu menyusui dalam Kitab Yesaya. Induk ayam yang mengumpulkan anak-anaknya adalah analogi untuk Tuhan dalam Injil Matius. Kitab Kebijaksanaan, sebuah buku dalam Alkitab Katolik, menggambarkan kebijaksanaan yang dipersonifikasikan sebagai seorang perempuan. Kebijaksanaan 10:18-19 menyatakan: “Dia membawa mereka menyeberangi Laut Merah dan membawa mereka melewati perairan yang dalam. Musuh mereka dia kewalahan.” Kisah ini menampilkan Tuhan sebagai perempuan, memimpin Musa dan orang Israel keluar dari Mesir dan masuk ke Tanah Perjanjian.
Gambaran Tuhan sebagai perempuan dalam Kitab Suci menunjukkan tentang kelembutan, kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Nabi Hosea, misalnya, membandingkan Tuhan dengan beruang yang dirampok anak-anaknya, yang berjanji untuk “menyerang dan merobek” mereka yang melanggar perjanjian.
Di bagian lain dalam Kitab Suci, Tuhan tidak memiliki jenis kelamin. Keluaran 3, yang menyatakan Tuhan menampakkan diri kepada Musa di semak yang terbakar, menentang semua kategori gender. Buku 1 Raja-Raja menyajikan gambaran lembut tentang Tuhan yang netral gender. Tuhan meminta nabi Elia untuk pergi ke gunung. Di sana, Elia menghadapi angin kencang, gempa bumi, dan kebakaran, tetapi Tuhan tidak hadir di dalamnya. Sebaliknya, Tuhan hadir dalam bisikan lembut. Kisah penciptaan Kejadian mengacu pada Tuhan dalam bentuk jamak.
Contoh-contoh di atas tersebut menekankan Tuhan tidak memiliki jenis kelamin dan berada di luar kategori manusia mana pun.
Baca juga: Tuhan Kecil Bernama Ra.
Dampak Sosial dari Kata Ganti Laki-laki
Kata ganti yang merujuk pada laki-laki, seperti “He/Him”, dalam tradisi Kristen, dapat membatasi pemahaman seseorang tentang Tuhan, dan bisa membuat banyak orang berpikir Tuhan itu laki-laki.
Tidak salah menyebut Tuhan dengan kata ganti laki-laki, tetapi jika menyebut Tuhan hanya dengan kata ganti laki-laki, ini akan membawa konsekuensi sosial dan teologis yang negatif.
Teolog feminis Mary Daly terkenal dengan pernyataannya: “Jika Tuhan itu laki-laki, maka laki-laki itu adalah Tuhan.” Dengan kata lain, menyebut Tuhan hanya sebagai jenis kelamin laki-laki memiliki dampak sosial yang signifikan yang dapat meninggikan satu jenis kelamin dengan mengorbankan jenis kelamin lainnya.
Menyebut Tuhan hanya sebagai laki-laki juga dapat membatasi imajinasi teologis seseorang: Menggunakan banyak kata ganti untuk Tuhan menekankan Tuhan adalah misteri, melampaui semua kategori manusia.
Pada Hari Ayah, umat Kristen seharusnya dapat mengingat Tuhan tidak hanya sebagai ayah, tetapi sebagai ibu dan misteri.
Ini adalah versi yang diperbarui dari tulisan yang diterbitkan pada 28 Februari 2023.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.