Politics & Society

Menohok Tapi Melegakan: Menjadi Relawan Kampanye Anti-Kekerasan Seksual

Seorang relawan kampanye anti-kekerasan seksual mengisahkan pengalamannya dalam menjangkau murid-murid sekolah di Jakarta.

Avatar
  • September 3, 2019
  • 4 min read
  • 849 Views
Menohok Tapi Melegakan: Menjadi Relawan Kampanye Anti-Kekerasan Seksual

Denger ya, buat lo yang udah ngelecehin temen gue. Lo sampah.” #MulaiBicara

Begitulah bunyi salah satu pesan yang ditulis oleh salah satu siswa dari SMA yang saya kunjungi sebagai relawan Lentera Sintas Indonesia beberapa waktu lalu. Pesan tersebut hanyalah satu dari ratusan pesan yang menunjukkan sentimen para siswa terhadap pelaku kekerasan seksual.

 

 

Pesan-pesan ini juga menggambarkan sentimen mereka terhadap kekerasan seksual secara umum, yang kendatipun lugu, tapi juga cukup kuat. Setidaknya, dari pesan-pesan yang terkumpul, saya melihat banyaknya siswa yang setuju bahwa kekerasan seksual adalah tindakan keji yang pantas diganjar.

Adalah kenyataan bahwa topik kekerasan seksual masih menjadi tabu dan sarat stigma di Indonesia yang membuat korban dan penyintas segan berbicara. Untuk memecah kesunyian ini, Lentera Sintas Indonesia beserta sejumlah mitra dan organisasi mengampanyekan #MulaiBicara dengan harapan isu kekerasan seksual akan menjadi topik yang tidak lagi tabu. Lebih lagi, dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang isu kekerasan seksual, diharapkan semakin banyak korban/penyintas yang berani bersuara.

Lentera Sintas Indonesia sendiri adalah sebuah organisasi sosial yang resmi menjadi Yayasan pada tahun 2013. Yayasan ini bertujuan untuk membantu penyintas kekerasan seksual dengan memberikan layanan berupa kelompok dukungan bagi para penyintas kekerasan seksual di Jakarta. Lentera Sintas Indonesia didukung oleh relawan dari berbagai usia dan profesi, seperti dokter, psikolog, guru, mahasiswa, dan lain sebagainya.

Kampanye #MulaiBicara yang disampaikan melalui edukasi oleh Lentera Sintas Indonesia bertajuk Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) 2019 ini diadakan selama tiga hari pada 15-17 Juli 2019. Kegiatan ini melibatkan puluhan relawan dari berbagai latar belakang yang kemudian menjadi pemateri di masing-masing sekolah yang dituju. Ini juga bukan kali pertama program yang telah mendapatkan persetujuan dan rekomendasi dari Dinas Pendidikan Jakarta ini berjalan.

Kali ini, Lentera Sintas Indonesia juga bekerja sama dengan Campaign.com dalam kampanye #MulaiBicara. Setiap foto yang diunggah dengan tagar #MulaiBicara di aplikasi Campaign.com memberikan kontribusi untuk Lentera Sintas Indonesia terus aktif melakukan penyuluhan, edukasi, serta menyediakan ruang aman bagi para penyintas kekerasan seksual.

Baca juga: Kebiri Kimiawi Bukan Cara Melindungi Anak dari Kekerasan Seksual

Dalam kegiatannya, para relawan melakukan edukasi di sekolah-sekolah sasaran dan berinteraksi langsung dengan para siswa. Menurut pengamatan saya yang turut turun sebagai relawan, kegiatan ini mendapat respons yang cukup baik, baik dari para siswa, maupun dari pihak-pihak sekolah terkait. Untuk menilai efektivitas kegiatan program ini, para siswa diberikan sebuah tes dasar mengenai kekerasan seksual sebelum dan sesudah pemberian materi.

Ini adalah kali pertama bagi saya untuk memberikan materi kepada anak-anak remaja dan hal ini membuat saya khawatir salah bicara. Namun, saya tidak menyangka akan berjumpa dengan banyak anak SMA yang reseptif dan aktif di sesi-sesi yang kami lakukan. Melihat banyaknya anak perempuan yang dengan mudah mengenal berbagai bentuk kekerasan seksual dan membicarakannya cukup menohok saya, tapi sekaligus membuat saya lega. Hal ini menohok karena mereka masih sangat muda dan sudah mengalami hal yang demikian, tapi saya juga lega karena mereka tidak takut untuk berbagi dan membicarakannya.

Ada beberapa hal dari pengalaman ini yang membuat saya terenyak. Ada seorang anak laki-laki bercerita ia harus mengaku sebagai kekasih kakaknya untuk melindungi sang kakak dari pelecehan seksual di jalanan. Dia sendiri heran mengapa kakak perempuannya harus menghadapi perlakuan seperti itu. Di sekolah yang berbeda, ada seorang anak laki-laki yang menghampiri saya dan bertanya, apa yang harus dilakukan untuk membantu teman laki-lakinya yang terkena ancaman revenge porn.

Di sini saya seakan dihadapkan dengan kenyataan bahwa tantangan untuk menjaga keamanan anak selalu berkembang ke arah yang lebih kompleks lagi. Maka dari itu, usaha yang dilakukan sebagai tindakan pencegahan pun harus selalu lebih maju dan berkembang. Alih-alih memutus akses anak dari dunia luar, alangkah pentingnya jika kesadaran akan bahaya kekerasan seksual lebih ditingkatkan sejak dini. Kerja sama dari­ masyarakat luas, baik tua maupun muda juga diperlukan untuk menjaga timbulnya kekerasan seksual di sekitar kita.

Seusai sesi, beberapa relawan meminta para siswa untuk menuliskan pesan untuk penyintas dan pelaku kekerasan seksual. Pesan-pesan yang mereka tulis dengan gaya dan bahasa mereka yang lugu, tapi apa yang mereka tulis cukup melegakan. Sejumlah anak mengumpat dan menyampaikan sentimen keras terhadap pelaku, sementara pesan-pesan untuk korban dan penyintas disampaikan dengan nada positif. Tidak sedikit dari mereka yang menyampaikan bahwa mereka bersedia mendengar, menerima, dan membantu sebisa mungkin.

Ilustrasi oleh Adhitya Pattisahusiwa



#waveforequality


Avatar
About Author

Nikita Devi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *