Issues Lifestyle Opini

Harga Kopi Melambung Tinggi tapi Tidak dengan Gajiku 

Kabar dianulirnya kenaikan PPN 12 persen, tak membuat penjual kopi mempertahankan harga. Sebagai penikmat kopi, kenaikan harga segelas kopi susu adalah ujian berat.

Avatar
  • January 6, 2025
  • 3 min read
  • 1400 Views
Harga Kopi Melambung Tinggi tapi Tidak dengan Gajiku 

Wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen sukses panen kritik dari khalayak. Meski kini kenaikan pajak konon dibatalkan sementara—enggak tahu gebrakan dadakan apa lagi yang dibuat pemerintah saat kita lengah—tapi ini tak membuat produsen dan penjual barang yang terlanjur mengerek harga, mengurungkan tindakannya. 

Sebagai kelas pekerja yang baru berfungsi setelah minum segelas kopi, prank pemerintah ini jelas bikin emosi. Wacana kenaikan PPN yang diperparah dengan inflasi, membuat toko kopi favorit saya buru-buru menaikkan harga lebih dulu. Alhasil, kebiasaan saya menyeruput long black, kopi filter, atau kopi susu gula aren, lengkap dengan balok es dingin dan segar, harus diuji. 

 

 

Baca juga: Kenaikan PPN 12 Persen, ini Pedoman Bertahan dan Berjuang dengan Sebaik-baiknya  

Sejak menggemari kopi di toko ini dari 2018, saya biasa merogoh kocek tak lebih dari Rp18 ribu. Kini untuk bisa menebus segelas kopi, saya harus membayar ekstra jadi Rp23 ribu. Harganya selisih Rp5 ribu atau 28 persen, lebih tinggi dari kenaikan PPN 12 persen itu sendiri. Bagi saya, selisih ini tentu tergolong besar. Jika dikali tujuh pembelian saja selama seminggu, selisih harga ini bahkan bisa dibelikan satu gelas kopi lagi. Bayangkan jika dikali tiga puluh pembelian per bulan, ditambah berapa gelas lagi jika harus lembur kerja. 

Mungkin sebagian orang akan mengecilkan apa yang saya anggap “ujian berat” ini. Toh ini cuma perkara kopi. Ganti saja kopimu dengan kopi starling, menyeduh dari kopi sachet di rumah, dan komentar-komentar sejenis. Namun yang menjadi perhatian saya sebenarnya tak sesederhana harga kopi yang naik. 

Sebab, sebagaimana kabar muncul soal kenaikan pajak, biasanya bakal diikuti dengan kenaikan harga bahan pokok warga. Dari minyak goreng, cabai, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Dari pantauan saya di lapangan, per (25/12) kemarin, beberapa merek minyak goreng sudah menyentuh harga Rp45 ribu per 2 liter. Sementara harga sebelumnya tak pernah mencapai Rp40 ribu. 

Baca juga: Yang Terjadi Jika Harga Kebutuhan Sehari-hari Naik 

PPN, Inflasi, dan Upah yang Segitu-gitu Saja 

Keresahan soal kenaikkan harga akibat PPN 12 persen sendiri merupakan sesuatu yang valid. Pasalnya, apabila berkaca pada kenaikan harga kopi susu akibat inflasi, implementasi pertambahan pajak ini juga pasti akan berdampak pada kenaikan harga itu sendiri.  

Kepada Tempo, Pengamat Pajak Yustinus Prastowo bilang, kenaikan PPN 12 persen dapat berdampak pada inflasi yang kian buruk. Hal ini terjadi lantaran PPN punya dampak yang besar terhadap kenaikan harga barang dan jasa. “Karena kenaikan PPN itu berdampak kepada kenaikan harga,” jelasnya. 

Kondisi ini makin fatal lantaran inflasi dan tambahan PPN tidak selalu hadir bersamaan dengan kenaikan gaji dalam upah minimum provinsi (UMP). Dari catatan CNBC Indonesia, UMP enggak pernah naik double digit sejak 2017. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, UMP hampir selalu naik hingga di atas 10 persen. Di 2022 sendiri, kenaikan UMP bahkan hanya menyentuh angka 1,1 persen. Sampai saat ini, tidak ada satu pun provinsi yang sanggup mengerek UMP sampai 10 persen atau lebih.  

Baca juga: Hidup Gen Z dan Milenial: “Cukup Saja Sudah Mewah, Dua-Tiga Pekerjaan Enggak Cukup

Karena itu, murkanya masyarakat terhadap kenaikan PPN 12 persen adalah sesuatu yang wajar. Tanpa kenaikan upah yang signifikan, pemerintah justru dengan tega menambahkan pajak pada barang dan jasa, yang pasti akan membuat masyarakat merogoh kocek lebih dalam hanya untuk membeli kebutuhan-kebutuhan dasar. 

Meski katanya pemerintah telah membatalkan kenaikan pajak ini pada bahan pokok per (31/12) kemarin, sampai artikel ini terbit, saya belum menemukan peraturan tertulis resmi yang menandakan batalnya pertambahan pajak tersebut. Harga barang pun banyak yang sudah telanjur naik, termasuk kopi saya yang makin tak terbeli. 



#waveforequality


Avatar
About Author

Syifa Maulida

Syifa adalah pecinta kopi yang suka hunting coffee shop saat sedang bepergian. Gemar merangkai dan ngulik bunga-bunga lokal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *