Issues Politics & Society

Ketua BEM UI Melki Sedek Huang Diskors, Terbukti Melakukan Kekerasan Seksual

Nama Melki Sedek Huang, ketua BEM Universitas Indonesia viral lagi setelah ia terbukti melakukan kekerasan seksual. Diskors satu semester.

Avatar
  • January 31, 2024
  • 3 min read
  • 2404 Views
Ketua BEM UI Melki Sedek Huang Diskors, Terbukti Melakukan Kekerasan Seksual

Nama Melki Sedek Huang kembali viral baru-baru ini. Desember tahun lalu, nama Melki hangat dibicarakan lantaran ia jadi terduga pelaku kekerasan seksual. Dugaan pelecehan seksual yang mendera Melki muncul setelah akun media sosial X (dulu Twitter) sebuah utas berjudul “KABEM UI 2023 ngelakuin KEKERASAN SEKSUAL (?)”. Dalam utas tersebut dikutip dari Kompas.com memuat sejumlah tangkapan layar percakapan dan surat dengan logo BEM UI yang menyatakan Melki telah dinonaktifkan sebagai Ketua BEM UI.

Melki sempat membantah telah melakukan pelecehan seksual. Ia pun siap buktikan kalau dia tidak bersalah atas dugaan tersebut. Namun, selang satu bulan dari dugaan pelecehan seksual yang menimpanya, warganet dibuat kaget dengan beredarnya Surat Keputusan Rektor yang ditandatangani langsung oleh Ari Kuncoro. Dalam Surat Keputusan Rektor Ul Nomor 49/SK/R/UI/2024, Melki resmi menjadi pelaku kekerasan seksual.

 

 

“Bahwa saudara Melki Sedek dengan Nomor Pokok Mahasiswa 1906363000 terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan hasil pemeriksaan, alat bukti, serta keterangan pihak terkait yang telah dihimpun oleh Satgas PPKS UI,” demikian bunyi keputusan tersebut.

Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UI yang ditugasi dalam mengusut kasus dan mendampingi korban menyimpulkan bahwa Melki telah terbukti melakukan jenis kekerasan seksual di antaranya dalam bentuk menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban.

“Bahwa berdasarkan pemeriksaan untuk memperoleh keterangan dan alat bukti yang telah dilakukan, Satgas PPKS UI menyimpulkan bahwa Pelaku telah terbukti melakukan jenis kekerasan seksual,” ujar Rektor UI Ari Kuncoro dalam keterangan tertulis.

Selain itu, Melki juga disebutkan telah mempraktikkan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual jika mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 dan Peraturan Rektor Universitas Indonesia Nomor 91 Tahun 2022 Pasal 5 Ayat (2) huruf (1) dan huruf (o).

Melki lalu dijatuhi sanksi administratif berupa skoring akademik selama satu tahun. Dalam masa skoring tersebut pula disebutkan Melki sebagai pelaku dilarang menghubungi, melakukan pendekatan, berada dalam lokasi berdekatan, dan/atau mendatangi korban. Ia juga dilarang aktif secara formal maupun informal dalam organisasi dan kegiatan kemahasiswaan pada tingkat program studi, fakultas, dan universitas dan berada di lingkungan Kampus UI.

Mulanya, SK yang beredar di media sosial X ini sempat diragukan keabsahannya. Banyak pula yang mencurigai ini hanya cara untuk menjatuhkan Melki sebagai intelektual muda, tetapi keputusan yang ditetapkan pada 29 Januari 2024 itu dikutip dari CNN Indonesia telah dikonfirmasi langsung keabsahannya oleh Kepala Biro Humas dan KIP UI Amelita Lusia.

Dengan terkonfirmasinya status pelaku Melki, hal ini sekali lagi menunjukkan bagaimana kampus masih belum jadi ruang aman bagi sivitas akademik, terutama perempuan.

Sebelumnya organisasi Girl Up di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung yang berfokus pada advokasi kesetaraan gender dan perubahan sosial, pada 2020 bekerja sama dengan badan eksekutif mahasiswa (BEM) dari sejumlah fakultas di kampus melakukan survei tentang kekerasan seksual.

Hasilnya, sebanyak 223 responden dari total 616 responden mengatakan pernah menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual di kampus. Sebanyak 452 responden juga mengaku pernah melihat atau mengetahui kasus kekerasan seksual terjadi.

Banyaknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual di kampus ini kemudian memberikan PR besar bagi pihak universitas untuk bisa memberikan ruang aman bagi mahasiswanya. Apalagi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mendorong Upaya pencegahan dan penanganan kasus pelecehan dan kekerasan seksual lewat pengesahan pengesahan Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

Tak hanya itu, pihak universitas wajib membuat SOP dan satgasnya sendiri. Tapi pihak universitas punya kewajiban membentuk iklim pendidikan tinggi bebas dari pelecehan dan kekerasan seksual.

Ilustrasi oleh: Karina Tungari


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *