Issues

Rasisme dan Isu Kelas Sosial: Alasan Publik Berat Menerima Kemenangan Harry Styles di Grammy Awards

Pidato kemenangan Harry Styles dalam kategori “Album of the Year” menuai kontroversi, rasisme dan isu kelas sosial di Inggris. Padahal, mungkin saja Styles ingin merayakan keberhasilannya sebagai eks anggota ‘boyband’.

Avatar
  • February 8, 2023
  • 7 min read
  • 1370 Views
Rasisme dan Isu Kelas Sosial: Alasan Publik Berat Menerima Kemenangan Harry Styles di Grammy Awards

Senin itu (6/2) saya baru selesai rapat editorial, ketika Harry Styles diumumkan memenangkan kategori “Album of the Year” di Grammy Awards 2023. Tak dimungkiri, sebagai penggemar saya senang dan bangga bukan main, menyaksikan perjalanan karier solo Styles yang kian meroket. Rasanya seperti ibu mendampingi perkembangan anak.

Pasalnya, Styles berhasil mengalahkan sederet penyanyi sekelas Adele, ABBA, Beyoncé, Coldplay, Bad Bunny, Lizzo, Kendrick Lamar, Mary J. Blige, dan Brandi Carlile.

 

 

Namun, dahi saya mengernyit, begitu mendengar pidato Styles hari itu. Di tengah ungkapan syukurnya, ia mengatakan, “Enggak mudah bagi orang seperti saya untuk memenangkan penghargaan ini. Jadi, saya sangat bersyukur dan berterima kasih.”

Sebagai penggemar garis keras, tentu saya punya bias terhadap Styles. Tapi saya juga enggak mengelak, kalimat tersebut patut dipertanyakan. Pidatonya terdengar tone-deaf dan menggunakan diksi yang kurang tepat. Karena itu, saya punya beberapa asumsi perihal makna pidato Styles di Grammy Awards tahun ini.

Pertama, menyangkut rasisme—yang juga menjadi perbincangan di dunia maya. Styles adalah laki-laki kulit putih dan cis-heteroseksual. Fakta tersebut menjadi hak istimewa bagi Styles dalam berkarier. Sementara ada dua perempuan kulit hitam, dalam daftar nominee “Album of the Year”. Yakni Lizzo dan Beyoncé.

Kemunculan diskursus ini tak luput dari sejarah panjang rasisme di Amerika Serikat. Berawal dari perbudakan orang Afrika pada abad ke-17, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang lebih murah bagi penduduk Amerika Utara. Perbudakan itu kurang lebih mencapai tujuh juta orang.

Pada abad ke-18, banyak negara bagian utara menghapus perbudakan. Namun, institusi di negara bagian selatan sangat bergantung pada populasi kulit hitam. Pasalnya, ekonomi mereka bergantung pada produksi perkebunan kapas dan tembakau—yang tenaga kerjanya adalah orang Afrika-Amerika.

Lalu pada pertengahan abad ke-20, mereka mulai memperjuangkan haknya sebagai masyarakat sipil melalui gerakan Civil Rights Act. Perjuangan yang dilakukan selama dua dekade itu dilatarbelakangi diskriminasi yang mengakar di masyarakat.

Salah satunya yang terjadi pada perempuan adalah arketipe mammy—perempuan Afrika-Amerika yang bekerja sebagai pengasuh anak-anak orang kulit putih. Arketipe ini muncul dari American Civil War, mengidealkan peran pekerja rumah tangga yang dominan: mendedikasikan diri terhadap manajemen keluarga orang kulit putih.

Baca Juga: Rekor Baru yang Pecah di Penghargaan Grammy Award 2023

Maka itu, perempuan Afrika-Amerika sendiri berperan penting dalam gerakan Civil Rights Act. Mereka menjadi pemimpin, demonstran, penggalang dana, dan membentuk masyarakat abolisi dan swadaya.

Meskipun demikian, kenyataannya hak orang Afrika-Amerika masih jauh dari setara–dari aspek sosial, ekonomi, maupun politik. Dibuktikan oleh gerakan Black Lives Matter yang diinisiasi pada 2013 oleh Alicia Garza, untuk merespons pembebasan George Zimmerman–pelaku penembakan Trayvon Martin. Gerakan tersebut bertujuan memberantas supremasi kulit putih, dan membangun kekuatan komunitas orang kulit hitam.

Black Lives Matter kemudian kembali digaungkan pada 2020, sebagai bentuk protes atas pembunuhan Breonna Taylor, George Floyd, dan Ahmad Arbery.

Karenanya, sebagian orang menganggap Styles mendiskreditkan perjuangan perempuan kulit hitam lewat pidatonya. Sampai saat ini, mereka pun masih diopresi masyarakat, terutama orang kulit putih, dengan isu rasialisme.

Bahkan, ada yang beropini kekalahan Beyoncé dalam “Album of the Year” merupakan bukti rasisme di ajang penghargaan tersebut. Pasalnya, meskipun ia pemenang Grammy Awards terbanyak sejauh ini–berjumlah 32 piala, baru satu dari empat kategori terbesar yang pernah dimenangkan. Yakni “Song of the Year” untuk lagu “Single Ladies” pada 2010.

Sementara tiga kategori lainnya–“Album of the Year”, “Record of the Year”, dan “Best New Artist”–dimenangkan penyanyi lain. Padahal, Beyoncé telah masuk nominasi empat kategori terbesar sebanyak 18 kali. Kategori album terbaik pun terakhir kali dimenangkan perempuan kulit hitam oleh Lauryn Hill, pada 1999.

Di samping itu, ada juga yang menilai teknis Renaissance–album teranyar Beyoncé, lebih pantas menyabet titel “Album of the Year”. Dibandingkan Harry’s House yang medioker, membuat kemenangan Styles semakin kontroversial. Sampai seorang tamu undangan di bangku audiens, berteriak memintanya turun dari panggung.

Namun, spekulasi makna kalimat dalam pidato Styles tidak berhenti pada rasialisme. Ada latar belakang dan perjalanan karier Styles, yang kemungkinan melatarbelakangi ucapannya malam itu.

Isu Kelas Sosial di Inggris dan Penyanyi Solo Jebolan Boyband

Selain rasisme, spekulasi makna kalimat dalam pidato Styles menyangkut latar belakangnya. Muncul pembahasan bahwa Styles datang dari kalangan kelas pekerja, yang dibesarkan ibu tunggal setelah orang tuanya bercerai.

Tulisan ini enggak akan menyinggung fakta ibu Styles yang berjuang membesarkan kedua anaknya. Tentu bukan perkara mudah, ditambah adanya stigma terhadap janda di masyarakat. Rasanya akan lebih menarik jika memusatkan pembicaraan seputar kelas pekerja di Inggris.

Tampaknya, latar belakang Styles yang dibesarkan di Cheshire, Inggris, mendukung spekulasi bahwa ia berasal dari kelas pekerja. Laporan Social Mobility Barometer: Public attitudes to social mobility in the UK (2017) menyebutkan, kebanyakan orang dari daerah barat laut Inggris itu mengidentifikasi diri sebagai kelas pekerja. Mungkin juga ditambah pengalaman Styles semasa remaja, yang pernah bekerja paruh waktu di toko roti.

Baca Juga: Antara Drama dan Marwah: Usaha Oscars untuk Terus Relevan

Realitasnya, sistem kelas sosial di Inggris masih berlaku di kehidupan masyarakatnya. Sistem ini terbentuk dari sebelum Revolusi Industri. Saat itu, masyarakat dikelompokkan berdasarkan latar belakang keluarga seseorang yang dilahirkan. Kemudian memengaruhi pekerjaan, pendidikan, dan kekayaan.

Salah satunya kelas pekerja. Mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan di perguruan tinggi, bekerja sebagai buruh dan pekerja pabrik. Di era sekarang, sebenarnya keadaannya cukup berbeda. Kelas pekerja dapat meningkatkan statusnya menjadi kelas menengah dan kelas atas melalui pendidikan, kemudian mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.

Namun, Inggris memiliki tingkat mobilitas sosial termiskin untuk negara maju. Artinya, orang-orang dari keluarga berpenghasilan rendah tidak memiliki kesempatan yang sama, seperti mereka yang lahir dengan privilese—setidaknya jadi lebih sulit. Terlepas dari kerja keras maupun bakat yang dimiliki.

Situasi itu didukung penelitian oleh Orlan Brook, dkk. dalam Social Mobility and ‘Openness’ in Creative Occupations since the 1970s (2022). Berdasarkan pengamatan mereka, hanya delapan persen artis di Inggris datang dari kelas pekerja. Kenyataannya selama 40 tahun terakhir, orang-orang dari kelas menengah atas lebih memiliki kemungkinan terlibat dalam pekerjaan di industri kreatif. Pasalnya, kekayaan merupakan salah satu akses untuk meningkatkan peluang berkarya di bidang artistik.

Namun, realitas ini tidak mengesampingkan fakta, sejumlah musisi terkenal di dunia berasal dari Inggris. Sebut saja David Bowie. Kemudian Ringo Starr, Paul McCartney, dan George Harrison–anggota The Beatles. Atau Adele, musisi yang datang dari era yang sama dengan Styles.

Deretan musisi di atas juga memenangkan Grammy Awards, tapi hanya The Beatles yang menyabet kategori “Album of the Year” untuk Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band pada 1968.

Baca Juga: Hak Istimewa Heteroseksual yang Mungkin Kita Anggap Sepele

Setelah menilik sejarahnya, mungkin Styles memaknai ucapannya sebagai musisi asal Inggris dari kalangan kelas pekerja—mengingat Grammy Awards juga ajang penghargaan paling bergengsi di industri musik. Walaupun konteks pidatonya di Amerika Serikat berbalik 180 derajat, lantaran sejarah opresi terhadap orang kulit hitam. Dan sejumlah pihak enggak setuju menyebut Styles bagian dari kelas pekerja, karena ayahnya pernah bekerja sebagai bankir.

Atau yang dimaksud Styles, adalah latar belakang kariernya yang merupakan jebolan One Direction. Sebagai mantan anggota boyband, pria kelahiran 1994 itu ingin mengekspresikan rasa tidak percayanya, meraih piala untuk salah satu kategori terbesar di Grammy Awards.

Pasalnya, belum ada penyanyi solo yang mengawali karier sebagai anggota grup, menyabet “Album of the Year” di Grammy Awards—termasuk Justin Timberlake, ataupun Beyoncé yang pernah bergabung di Destiny’s Child. Bahkan, boyband 1990-an seperti ‘N Sync, Backstreet Boys, atau New Kids On the Block tidak pernah memenangkan satu pun kategori Grammys, meskipun beberapa kali masuk nominasi.

Terlepas dari apa pun makna pidatonya, kemenangan Styles mengingatkan saya dengan kalimat yang ia ucapkan dalam dokumenter Harry Styles: Behind the Album (2017).

“Memulai solo karier rasanya seperti merintis perjalanan dari awal, karena yang saya lalui bersama One Direction sangat hebat. Tapi, saya sudah berdamai dengan keadaan, seandainya tidak akan mencapai level kesuksesan yang sama (dengan One Direction),” ujar Styles.

Namun, Styles berhasil melawan kecemasannya. Kariernya sebagai penyanyi solo berhasil melampaui pencapaian boyband yang membesarkan namanya—jika diukur dari penghargaan yang diraih, jumlah tiket konser yang terjual, dan musiknya yang menduduki peringkat tertinggi di tangga lagu.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *