Lifestyle

1001 Cara Bicara Anak dengan Orang Tua: Memahami Kesehatan Reproduksi Remaja

Program 1001 Cara Bicara diluncurkan untuk membantu orang tua berkomunikasi dengan anak remaja soal kesehatan reproduksi.

Avatar
  • November 1, 2019
  • 4 min read
  • 580 Views
1001 Cara Bicara Anak dengan Orang Tua: Memahami Kesehatan Reproduksi Remaja

Supi Catur, seorang ibu dari dua anak remaja, bercerita bagaimana ia tertegun mendapati pertanyaan anak perempuannya yang baru pulang dari sekolah. Sang anak seperti sedang terpaku memikirkan sesuatu sebelum ia akhirnya bertanya, “Mama, mimpi basah itu apa?”.

Supi menarik napas, mengingatkan diri untuk mengontrol emosi dan ekspresi, agar sampai tidak terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu atau panik.

 

 

Akhirnya ia berkata pada anaknya, “Ayo sini, Nak, kita ngobrol.”

Berbicara dengan anak remaja memang bukan suatu hal yang mudah, apalagi soal kesehatan reproduksi, yang masih dianggap tabu. Alhasil, pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia tidak memadai dan mereka kekurangan sumber informasi yang kredibel.

Hal ini mengkhawatirkan karena menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kementerian Kesehatan pada 2010, 1 persen anak laki-laki dan 4 persen anak perempuan di seluruh Indonesia telah melakukan hubungan seksual sebelum usia 13 tahun. Bahkan beberapa ketika berusia di bawah 10 tahun.

Perilaku seksual remaja Indonesia ditambah dengan rendahnya pemahaman soal kesehatan reproduksi ini merupakan salah satu penyebab terjadinya kehamilan dan pernikahan remaja di Indonesia. Menurut hasil Riskesdas tahun 2018, 34 persen remaja perempuan berusia 15-19 tahun sudah hamil dan mengalami risiko kurang energi kronis.

Fitri Putjuk, Country Representative Johns Hopkins Center for Communication Programs untuk Indonesia, mengatakan, hal ini sebetulnya bisa diatasi dengan adanya sumber informasi yang mudah diakses dan kredibel untuk anak remaja. Dan yang memiliki peran krusial dalam hal ini adalah orang tuanya.

Baca juga: 5 Mitos Soal Seks yang Masih Diyakini Banyak Orang

“Namun banyak orang tua yang masih kebingungan dalam membuka komunikasi yang terbuka dan hangat dengan anak remajanya. Terutama mengenai topik-topik yang dianggap tabu seperti seksualitas, kesehatan reproduksi,” ujarnya pada diskusi di Jakarta, 24 Oktober lalu.

“Seiring bertambahnya usia anak, mereka pun menjadi semakin kompleks. Orang tua sudah semestinya siap dan bersikap luwes dalam menghadapi perubahan yang akan terjadi tetapi masih banyak yang clueless.

Untuk itu, pihak John Hopkins bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan SKATA, situs seputar perencanaan keluarga, dan meluncurkan program 1001 Cara Bicara. Program ini diharapkan dapat membantu mengembalikan peran orang tua sebagai referensi pertama anak, termasuk soal edukasi seks dan kesehatan reproduksi, ujar Fitri.

“Program 1001 Cara Bicara hadir sebagai upaya dalam menjembatani jurang antara orang tua dan anak remajanya. Program ini sengaja didesain agar dapat mudah dipahami dan dipraktikkan oleh orang tua di dalam keluarga,” katanya.

Program ini meluncurkan e-book, video tips singkat dan berbagai produk serta aktivitas digital dan offline dan diharapkan bisa memberikan inspirasi bagi orang tua dalam mencari cara yang tepat soal bagaimana cara berkomunikasi dengan anak remaja secara luwes tanpa terkesan menggurui. Produk-produk ini bisa didapatkan di laman SKATA.

Baca juga: 5 Alat Kontrasepsi untuk Perempuan dan Efek Sampingnya

Tidak hanya tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual, buku 1001 Cara Bicara ini juga membahas keluarga, pertemanan, perilaku berisiko, literasi digital, kesehatan mental.

Produk-produk ini diharapkan dapat mengajak orang tua berefleksi, mengenal dirinya terlebih dahulu sebelum memutus pola asuh negatif dari masa lalu, ujar Fitri.

Tidak hanya clueless, banyak orang tua yang juga merasa tidak percaya diri dalam mendidik anaknya sendiri. Bahkan menurut Imelda Hutapea, seorang praktisi pendidikan, banyak orang tua yang datang ke guru dan menyampaikan bahwa ia tidak bisa berkomunikasi dengan anak remajanya.

“Banyak orang tua yang bercerita seperti ini dan bahkan percaya bahwa ada pihak lain yang lebih bisa berbicara dengan anaknya sendiri, seperti guru,” kata Imelda dalam diskusi.

“Padahal orang tua itu harus sadar bahwa mereka mampu dalam peran yang strategis dalam mendampingi dan membesarkan anak. Kita harus selalu ingat bahwa orang tua itu sebenarnya selalu dilihat hebat kok dengan anaknya, kita punya kompetensinya.”

Artikel ini adalah bagian dari kampanye 1001 Cara Bicara, hasil kerja sama Magdalene dan SKATA, sebuah inisitiaf digital yang membantu pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik.


Avatar
About Author

Shafira Amalia

Shafira Amalia is an International Relations graduate from Parahyangan Catholic University in Bandung. Too tempted by her passion for writing, she declined the dreams of her young self to become a diplomat to be a reporter. Her dreams is to meet Billie Eilish but destroying patriarchy would be cool too. Follow her on Instagram at @sapphire.dust where she's normally active.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *