Edukasi Anak Perempuan Soal Femisida, Nyalakan Alarm Sejak Dini
Beban perempuan tambah berat karena harus mengedukasi anak-anak perempuan tentang bahaya femisida dan pentingnya menjaga keselamatan diri.
Pada 30 Maret 2020, laporan tahunan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) untuk pertama kalinya menyoroti isu femisida. Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, penikmatan dan pandangan terhadap perempuan sebagai kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hatinya. Femisida muatannya berbeda dari pembunuhan biasa karena mengandung aspek ketidaksetaraan gender, dominasi, agresi atau opresi.
Empat tahun kemudian, pada 7 Mei 2024, Komnas Perempuan kembali menyampaikan keprihatinannya soal femisida ini. Dalam rilisnya, lembaga itu mengacu pada sejumlah berita di media soal pembunuhan terhadap perempuan, yang semuanya termasuk dalam kategori femisida. Kasus-kasus tersebut antara lain “wanita dalam koper” di Cikarang, “mutilasi perempuan” di Ciamis, dan perempuan yang “dibunuh karena mengigau” di Minahasa Selatan. Komnas Perempuan kemudian merekomendasikan pemerintah membentuk femisida watch untuk mengenali dan membangun mekanisme pencegahan, penanganan dan pemulihan terhadap keluarga korban.
Melihat selalu tingginya angka femisida, sepertinya sudah waktunya anak-anak perempuan mendapatkan edukasi mengenai hal ini sejak dini, dan figur utama dalam membentuk pemahaman soal ini adalah perempuan dewasa.
Baca juga: Mutilasi Perempuan adalah Femisida: Mereka Dibunuh karena Gendernya
Peran Besar Perempuan Dewasa dalam Mengedukasi Soal Femisida
Perempuan dewasa memang sering berada dalam posisi yang kompleks dalam masyarakat, tidak hanya menanggung beban kehidupan pribadi dan profesional, tetapi ia juga diharuskan jadi agen perubahan, untuk mendidik generasi muda. Namun, dengan mengedukasi generasi muda tentang isu seperti femisida, perempuan dewasa berperan dalam membentuk generasi yang kritis dan peduli. Mereka akan belajar untuk mempertanyakan ketidakadilan dan lebih siap menghadapi tantangan sosial dengan cara yang beradab dan bermartabat.
Seiring dengan semakin banyaknya suara yang menyuarakan femisida, edukasi seperti ini, meskipun menambah beban, juga menciptakan kesempatan bagi perempuan dewasa untuk mewariskan pengetahuan yang berdampak besar pada masa depan masyarakat. Karena bagaimanapun, pemahaman paling mendasar itu datangnya dari rumah, terutama dari peran seorang ibu serta orang-orang yang didewasakan di lingkungan paling dekat.
Peran perempuan dewasa sangat besar untuk mengajarkan bahwa menjadi perempuan tidak berarti terbatasi oleh stereotip atau peran tertentu. Kita bisa mendorong anak-anak perempuan untuk merasa percaya diri dengan bakat dan keunikan yang dimiliki tanpa harus menyesuaikan diri dengan norma gender tradisional. Edukasi tentang hak-hak perempuan juga krusial. Banyak perempuan yang sejak dini tidak terbiasa untuk bersuara dan mempertahankan hak-hak mereka, terutama dalam situasi yang melibatkan ketidakadilan atau ancaman.
Perempuan dewasa bisa membekali anak-anaknya dengan pengetahuan tentang hak-hak dasar, seperti hak atas rasa aman, hak untuk menolak, dan hak untuk membela diri. Melalui dialog yang terbuka, kita bisa mengajarkan untuk tak perlu takut atau merasa bersalah saat mempertahankan hak.
Baca juga: Budaya Kehormatan Bikin Perempuan di Turki jadi Korban Femisida
Membicarakan Femisida dalam Keluarga
Karena situasi yang tidak ideal di tengah masyarakat patriarkal dengan penegakan hukum yang masih jauh dari sempurna, beban edukasi dan keamanan jadi jatuh pada orang dewasa di sekitar anak. Penting bagi kita sebagai orang dewasa untuk memberi contoh nyata tentang ketegasan, keberanian, dan kemandirian dalam kehidupan sehari-hari. Sikap-sikap tersebut bisa memberi inspirasi kepada anak-anak untuk membangun identitas yang kuat dan mandiri, sehingga ia tumbuh berani menghadapi ketidakadilan dan ancaman apapun terhadap hak-haknya.
Membicarakan femisida di dalam keluarga adalah langkah penting namun rumit, terutama karena isu ini berakar pada pola-pola kekerasan berbasis gender dan persepsi sosial yang mungkin sudah lama ada dan terinternalisasi. Mengangkat topik ini dalam keluarga berarti kita harus melibatkan kesadaran, keberanian, dan strategi empati untuk menghadapi berbagai pandangan, yang mungkin saja konservatif, defensif, atau bahkan menganggap bahwa isu femisida “terlalu jauh” dari kehidupan mereka.
Banyak orang belum memahami apa sebenarnya femisida itu, dan penting untuk memberikan pemahaman dasar. Dalam keluarga, kita bisa memulai dengan membicarakan kasus-kasus yang sering diangkat di media atau memberikan informasi yang mudah dipahami, untuk menunjukkan bahwa femisida adalah isu nyata yang dapat berdampak pada siapa pun.
Membicarakan femisida dengan anak-anak bisa jadi hal yang rumit namun penting, mengingat masih banyak stigma dan mitos terkait kekerasan berbasis gender. Kita perlu pendekatan yang tidak menakutkan, tetapi tetap membangun kesadaran dan rasa tanggap dalam diri seorang anak. Pendekatan terbaik bisa dimulai dengan dialog yang terbuka dan penuh empati, membangun rasa percaya terlebih dulu. Kita bisa mengajarkan prinsip tentang hak-hak diri, batasan pribadi, dan nilai respek. Anak perlu memahami bahwa tubuh dan perasaan mereka adalah miliknya sendiri, sehingga ia memiliki kendali untuk mengatakan “tidak” dan menentukan batas.
Secara bertahap, perempuan dewasa bisa mengenalkan cerita-cerita yang relevan dari kehidupan sehari-hari atau dari media yang mudah dipahami oleh anak-anak, seperti kisah-kisah tentang perempuan yang bertahan dari situasi sulit dengan ketegasan dan keberanian. Melalui kisah inspiratif, perempuan dewasa bisa membangunkan kesadaran bahwa ada bahaya nyata di dunia ini, tetapi bahwa dirinya memiliki kekuatan dan hak untuk melindungi diri.
Baca juga: Agar Tak Lenyap dalam Senyap: Begini Media Seharusnya Beritakan Femisida
Edukasi pencegahan femisida juga dapat dimulai dengan mengajarkan anak-anak perempuan mengenali red flag dalam hubungan, tanda-tanda manipulasi serta sikap tidak sehat dalam berelasi, tanpa membuatnya curiga atau takut secara berlebihan. Poin ini bisa diajarkan dengan membangun kemampuan berpikir kritis, seperti “Jika seseorang tidak menghargai atau mendengarkan pendapat kita, apa yang bisa kita lakukan?” atau “Bagaimana kita tahu seseorang benar-benar menghormati kita?
Di banyak negara, femisida telah menjadi masalah serius yang diakui oleh hukum. Menjelaskan konsekuensi hukum dari kekerasan berbasis gender dapat membantu beberapa anggota keluarga menyadari bahwa tindakan-tindakan kekerasan memiliki dampak serius, baik bagi pelaku maupun korban. Dalam pembahasan ini, kita bisa mengajak keluarga untuk melihat bahwa keluarga juga berperan penting dalam mendidik generasi muda agar memahami bahaya kekerasan dan menghormati hak asasi manusia.
Foggy FF adalah seorang novelis dan cerpenis. Giat berkampanye soal isu kesehatan mental dan masalah perempuan.