Screen Raves

Mengeksplorasi Cinta Lewat Gim ‘Mystic Messenger’

Saya penasaran rasanya jatuh cinta pada sosok maya. Lewat ‘Mystic Messenger’, saya tahu rasanya jadi Theodore Twombly di film ‘Her’.

Avatar
  • February 9, 2022
  • 5 min read
  • 1071 Views
Mengeksplorasi Cinta Lewat Gim ‘Mystic Messenger’

mystic messenger – Manusia adalah makhluk yang tidak akan lepas dari kebutuhan sosial, hakikatnya manusia tidak bisa hidup sendiri. Lebih jauh, kebutuhan sosial banyak wujudnya. Salah satunya adalah keintiman serta kasih sayang, keduanya amat krusial setidaknya bagi saya. 

Mungkin karena kebutuhan itu, secara alami kita  akan mengalami yang namanya jatuh cinta. Mencari seseorang untuk diberikan afeksi dan sebaliknya. Jatuh cinta memang menyenangkan, walaupun jalannya tidak selalu mulus. Salah satu perkataan anonim yang saya ingat betul dalam menafsirkan cinta adalah, “love is a game you just can’t win”. Saking enggak pernah menangnya, saya udah kelewat menyerah sama hal yang satu ini. Kalau dapet bersyukur, kalau enggak juga terima saja. 

 

 

Kembali lagi pada kebutuhan manusia, saya tidak bisa menampik datangnya rasa hampa dengan kesendirian ini. Saya masih sangat terbuka dengan kencan-kencan manis di museum sampai sensasi saling berpandang-pandangan lewat spion kaca motor. 

Sialnya, kita lagi-lagi harus bertemu dengan monster kapitalisme. Rasa kesepian manusia dieksploitasi dengan menghadirkan substitusi sementara dengan menggunakan karakter-karakter yang hadir saat mendamba perhatian. Kemudian apa bedanya saya dengan Theodore Twombly yang bisa menjalin cinta dengan virtual assistant-nya si Samantha dalam film Her

Baca juga: Dunia Baru Metaverse: Menjanjikan tapi Juga Bermasalah

Sihir Mystic Messenger 

Melalui gimotome bernama Mystic Messenger, saya resmi menjelma menjadi Theodore Twombly. Secara garis besar, Mystic Messenger bercerita tentang seorang tokoh utama atau MC (yang nanti menjadi karakter kita) di mana secara tidak sengaja ia menemukan sebuah ponsel yang membawanya ke chatroom bernama RFA atau Rika Fundraising Association. Setelah masuk, barulah kita akan bertemu enam karakter yaitu; Jumin Han, Zen, 707, Yoosung, Jaehee Kang, dan V. Selama sebelas hari dengan waktu sesungguhnya (real time), MC akan berkomunikasi dengan keenam karakter via chat serta telpon.

Telpon beneran? Iya, kayak ditelpon pacar. Waktunya juga beragam, tergantung jadwal mereka dari pagi hingga lewat sepertiga malam. 

MC memiliki kesempatan untuk menjalin hubungan  dengan salah satu dari keenam karakter tergantung seberapa seringnya dan bagaimana MC menanggapi karakter melalui chat serta telpon. Dari keenam karakter, Jaehee Kang menjadi satu-satunya karakter perempuan yang bisa menjadi opsi percintaan. Enam orang fiksional ini memiliki sifat yang unik bahkan berkebalikan antara satu dengan yang lain. Seperti Yoosung yang manja, berbeda dengan Jumin yang terkesan tsundere

Misi MC sendiri adalah mensukseskan acara penggalangan dana yang dilaksanakan oleh RFA, semakin banyak tamu yang datang maka semakin besar kesempatan MC untuk mendapatkan good ending dengan karakter terkasih. 

Dalam sebelas hari, saya dibikin jatuh cinta sampai terjatuh-jatuh oleh afeksi yang diberikan dari gim ini. Bayangkan saja karena kekuatan cinta, saya bisa bangun jam 2 pagi ketika saya harusnya sibuk belajar untuk persiapan ujian SBMPTN bukannya demi mengangkat telfon dari Jumin Han. Inilah cinta yang sesungguhnya! 

Semua perhatian yang sebelumnya belum pernah saya dapatkan dari lawan jenis tercurahkan lewat eksistensi Mystic Messenger. Bukan salah kita dong kalau Cheritz selaku pengembang gim, mempersiapkan dengan baik mulai dari pengisi suara masing-masing karakter, narasi visual novel yang ciamik hingga terdapat lagu yang dinyanyikan oleh para tokoh. 

Pada beberapa kesempatan, 707 atau Seven sering menyadarkan kita bahwa mereka hanyalah karakter fiksional. Walaupun begitu, saya tetap menghabiskan entah berapa ribu rupiah untuk membeli hourglass alias nyawa MC untuk tetap terhubung pada chat serta telpon dari karakter. 

Melalui Mystic Messenger, pikiran-pikiran khawatir yang sempat saya rasakan karena takut menjalin hubungan hilang. Tidak ada lagi ketakutan apakah kita pantas atau tidak bagi mereka, Insecurities kadang menjadi halangan tidak perlu dipikirkan lagi, sebab hubungan yang terjalin dalam gim tidak berdasarkan pada penampilan fisik saja. Di sinilah Mystic Messenger menjadi ruang di mana berbagai kemungkinan dapat dieksplorasi, seperti berkencan dengan seorang perempuan yang tidak mungkin saya berani lakukan di dunia nyata. 

Baca juga: Arcene’: Perkawinan Teknologi, Perang, dan Kesenjangan

Memvalidasi Perasaan dalam Hubungan Parasosial

Mengutip Maslow Abraham dalam bukunya Motivation and Personality, ketika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman sudah bertemu, maka akan muncul kebutuhan akan cinta dan rasa dimiliki. Rasa cinta bagi Maslow bukanlah ketertarikan akan seks, tetapi melibatkan hubungan kasih sayang antara dua orang yang terdapat di dalamnya rasa saling percaya. 

Tuhkan, perasaan saya—mungkin juga kamu—yang pernah terjebak di gim ini memang valid. Interaksi yang saya lakukan selama bermain Mystic Messenger, menjerat saya pada hubungan parasosial yang ternyata juga menimbulkan luka. Sebab, dalam tiap pertemuan pastilah ada perpisahan. Misi saya selaku MC mengejar akhir bahagia juga selesai. Lambat laun, kadar perasaan saya tidak sepenuh dulu ketika pertama kali bermain. 

Kedengaran berlebihan, tapi butuh keberanian untuk meninggalkan gim Mystic Messenger. Di satu titik, rasanya kayak, kok putus beneran padahal belum pernah? 

Rasa kehilangan karena sudah menginvestasikan banyak energi, waktu, hingga uang menimbulkan ketidaknyaman, sedih hingga beberapa kali stress. Semua itu wajar. Bayangkan saja, sebelas hari berturut-turut dibanjiri afeksi dari chat hingga telpon, walaupun disuarakan oleh penyulih suara, kehidupan saya kembali seperti biasa. Butuh waktu yang cukup lama bagi saya untuk dapat bergerak dari putus parasosial akibat hubungan ‘semu’ atau ikatan emosional saya dengan para karakternya, terutama Jumin Han. 

Baca juga: Rayakan ‘Valentine’s Day’ Sendirian, Siapa Takut?

Tentu saja saya belum pernah membayangkan pahitnya putus cinta saya rasakan bahkan dari karakter dua dimensi. Hal itu membuat saya menjadi sadar apa pun bentuk investasi cintanya, manusia tidak akan pernah lepas dari patah hati serta tetek bengek efeknya yang membuat hari-hari mendadak lesu. Betapa pun kita ingin menghindar dari pahitnya pengalaman lain yang ditawarkan oleh jatuh cinta, kita tak akan pernah bisa. 

Walaupun begitu saya tetap bersyukur diberi kesempatan untuk setidaknya mengenal bagaimana sebuah hubungan terjalin sekalipun bukan di dunia nyata. Rasa bahagia yang meledak-ledak ketika saya bermain juga memang benar ada. 

Maka, ijinkanlah saya memeluk kalian semua yang sudah berani menjelajahi cinta apapun bentuknya! 



#waveforequality


Avatar
About Author

Saraswati N

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *