Menilik Mimpi Makan Gratis Seperti di Brasil
Janji makan bergizi gratis (MBG) terus diulang Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Mulai sejak di panggung debat calon presiden hingga kampanye terakhirnya di Stadion Gelora Bung Karno, 10 Februari 2024 lalu.
Prabowo berencana mengirimkan tim khusus untuk mempelajari program makan gratis ke Brasil. Melansir Detik, negara itu dianggap berhasil mengatasi kelaparan dan kekurangan gizi di kalangan anak-anak.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy telah lebih dulu berkunjung ke Brasil, Juli 2024 silam. Bersama rombongan, ia mengunjungi dua titik layanan makan siang gratis: Restaurante do Povo (Restoran Rakyat) Herbert de Souza dan Colegio Estadual Souza Aguiar (SMA Souza Aguiar).
“Kunjungan ini akan menjadi salah satu benchmark untuk kebijakan yang akan diterapkan pemerintah Indonesia dalam program makanan bergizi gratis,” ujar Muhadjir Effendy kepada Detik.
Menilik Lokasi Makan Gratis di Brasil
Mengutip Detik, program makan gratis untuk sekolah di Brasil ini sudah berlangsung sejak 1995. Yang menarik, pasokan bahan pangan harus berasal dari petani dan peternak sekitar. Lewat skema ini, negara tak hanya memberi makan anak-anak, tapi juga menghidupkan ekonomi rakyat.
Di papan pengumuman dekat dapur SMA Souza Aguiar, tertempel maklumat mengenai biaya makan gratis. Informasi ini termuat dalam keterangan tertulis Kemenko PMK yang dikutip dari Detik.
(Informasi penting. Biaya makanan dari negara 13,765.20. Pemerintah federal 9, 415.24. Total anggaran yang diterima: 23.180,44. Jumlah siswa: 769. Nilai per kapita siswa: R$ 1,5).
Biaya makan gratis di sekolah itu setara dengan R$1,5 atau sekitar Rp4.400 per porsi. Dengan harga itu, siswa menerima menu yang variatif, mulai dari nasi, telur, daging, sayuran, hingga buah-buahan.
Saat berkunjung ke sekolah tersebut, Muhadjir turut menyambangi dapur berukuran 4 x 4 meter tempat makanan disiapkan. Di sana, meski peralatan masaknya terbilang sederhana, kebersihan menjadi prioritas utama. Setiap orang yang masuk ke dapur harus mengenakan penutup kepala untuk memastikan makanan yang disajikan tetap higienis.
Sementara itu, Restaurante do Povo menyajikan makanan gratis untuk kalangan miskin, lansia, dan difabel. Di Restaurante do Povo, warga yang datang cukup membayar sekitar R$3 per porsi, sementara lansia dan difabel hanya membayar R$1. Makanan disajikan dalam nampan dan dinikmati di aula yang luas dan bersih dengan kapasitas hingga 600 tempat duduk.
“Setiap hari sekitar 1.800 hingga 2.000 orang datang ke sini,” kata Felipe Carvalho, juru masak di Restaurante do Povo dalam wawancaranya dengan Detik.
Mengamati bagaimana program makan gratis di Brasil berjalan, terlihat kalau keberhasilan ini bukan hanya terletak pada “bagi-bagi makanan”, tapi bagaimana negara hadir secara penuh sebagai penyedia layanan publik yang berkelanjutan.
Enam Bulan Berjalan, MBG Masih Sarat Polemik
Mengutip laman Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, program makan bergizi gratis digadang sebagai upaya besar negara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mengatasi tantangan gizi buruk di Indonesia.
Enam bulan sejak diluncurkan pada Januari 2025, program ini diklaim telah menjangkau 6,7 juta penerima manfaat, menyerap 72.000 pekerja, dan menggerakkan 4.971 unit ekonomi desa, sebagaimana dimuat Kompas.
Tapi, seberapa jauh capaian angka-angka itu mencerminkan kualitas layanan yang diterima masyarakat? Kenyataan di lapangan, program ini justru memunculkan banyak polemik.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengidentifikasi tiga masalah utama pelaksanaan MBG. Pertama, pengelolaan anggaran yang diduga sarat kecurangan. Salah satu mitra dapur MBG di Kalibata, Jakarta Selatan, mengaku merugi hampir Rp1 miliar karena tidak menerima pembayaran dari Yayasan MBN. Padahal, ia telah memasak 65.025 porsi sepanjang Februari hingga Maret 2025.
Kedua, skema penyaluran anggaran diduga melanggar aturan. Anggaran MBG seharusnya disalurkan langsung ke penerima manfaat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.05/2021 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga. Yang terjadi, dana justru dialihkan ke mitra eksternal, menyalahi ketentuan Pasal 25 Ayat (3) dalam aturan itu.
Ketiga, muncul ketimpangan layanan dan rendahnya kualitas makanan. Ada sekolah yang menerima makanan dalam wadah stainless steel, tapi lainnya hanya mendapat wadah plastik tipis yang tak aman. Kualitas gizi pun layak dipertanyakan, mulai dari menu tidak bervariasi, kandungan protein dan vitamin minim, hingga telur rebus tak layak konsumsi.
Di sisi yang lain, dugaan konflik kepentingan dalam program MBG mencuat. Temuan Tempo mengungkap, sejumlah pihak yang dilibatkan dalam program senilai Rp71 triliun ini memiliki kedekatan personal maupun politik dengan Presiden Prabowo. Hubungan mereka mencakup keluarga, jaringan pertemanan, organisasi, serta struktur partai dan relawan kampanye.
Kebijakan MBG: Cermin Masyarakat Prismatik
Kontras keberhasilan Brasil dan carut-marut pelaksanaan MBG di Indonesia mengisyaratkan kalau persoalannya bukan hanya teknis, tapi juga struktural. Jurnalis Tempo Bagja Hidayat menyebut situasi ini dapat dipahami melalui lensa Theory of Prismatic Society milik Fred W. Riggs (1964).
Dalam teori ini, Riggs menggambarkan masyarakat prismatik sebagai suatu sistem yang modern di permukaan, lengkap dengan aturan dan struktur kelembagaan. Namun menurut Yusriadi (2018) dalam “Bureaucratic Reform to the Improvement of Public Services: Challenges for Indonesia”, di balik itu semua, praktik birokrasi kita masih dipengaruhi oleh nilai-nilai lama: korupsi, nepotisme, dan patronase politik.
Program MBG seharusnya menjadi layanan publik untuk memastikan anak-anak mendapatkan makanan bergizi setiap hari. Tapi nyatanya, program ini justru terjebak dalam birokrasi yang sarat dengan praktik kecurangan. Seperti benda yang melewati kaca prisma, kebijakan yang punya niat baik justru bengkok karena pengaruh kepentingan tertentu.
















