
Pemberitaan seputar Grammy Awards 2025 yang mestinya enggak jauh-jauh dari capaian musik, justru didominasi oleh penampilan fesyen Bianca Censori. Apa pasal?
Censori hadir di karpet merah Grammy bersama suaminya, Ye (Kanye West) yang menerima nominasi untuk kategori lagu rap terbaik. Censori awalnya mengenakan mantel bulu hitam yang longgar. Saat mereka berdiri untuk difoto, Censori melepaskan mantel dan memamerkan kostumnya: Gaun mini transparan tanpa pakaian dalam.
Ketelanjangan Censori yang menghebohkan—kontras dengan pakaian Ye yang serbahitam—sebenarnya tidak mengejutkan. Sebab, Censori kerap tampil dengan keterbukaan.
Pada September 2023, Censori terpotret di Florence hanya mengenakan stoking tipis dan menutupi dadanya dengan bantal ungu. Masih di tahun yang sama, saat di Miami, ia memakai bikini jaring besi sambil memeluk boneka besar berbentuk kucing berbulu.
Pada 2024, ia terlihat di Los Angeles tanpa sehelai pakaian pun kecuali jas hujan transparan. Saat makan malam di Italia, Censori mengenakan jubah transparan, lagi-lagi tanpa pakaian dalam.
“Naked dress” atau pakaian terbuka, seperti yang dikenakan Censori di Grammys, telah menantang gaya berbusana di karpet merah sejak 1974. Saat itu, Cher sang ratu musik pop mengenakan gaun Bob Mackie yang didominasi bahan transparan di Met Gala.
Baca Juga: Rasisme dan Isu Kelas Sosial: Alasan Publik Berat Menerima Kemenangan Harry Styles di Grammy Awards
Perubahan Gaya Fesyen
Sejak 1974, banyak model dan aktor yang mengikuti tren pakaian terbuka. Aktor legendaris Rose McGowan, misalnya, menghadiri MTV Video Music Awards dengan Marilyn Manson pada 1998 dengan balutan gaun dari helaian jaring yang dinamai chain dress. Gaun karya Maja Hanson itu menampilkan keseluruhan tubuh Rose.
Pada 2014, Rihanna mengenakan gaun terbuka yang berkilau dari 230 ribu kristal Swarovski di CFDA Awards.
Dalam Met Gala 2017, Kendall Jenner dan Bella Hadid hadir dengan mengenakan busana transparan. Kendall dengan gaun karya La Perla dan Bella dengan catsuit dari Alexander Wang.
Pada 2022, Florence Pugh menyita perhatian dunia berkat penampilannya dengan gaun merah muda dalam peragaan busana Valentino di Roma. Gaun tersebut disorot karena berbahan transparan sehingga tak menutupi dada.
Bagi sebagian orang, busana tipis, transparan, atau berukuran mini merupakan seni fesyen yang berani. Gaya fesyen ini juga mendorong perbincangan tentang isu kebebasan tubuh perempuan dan misogini.
Beberapa penampilan naked dressing menjadi bahan perayaan. Pilihan tersebut menjadi simbol kemenangan feminisme, menandai kuasa perempuan atas penampilan dan tubuh mereka. Inilah kemungkinan penyebab naked dressing tetap populer di berbagai generasi.
Sayangnya, saat Donald Trump memulai periode keduanya sebagai presiden, muncul pula agenda politik diskriminasi gender, sehingga pandangan terhadap tren ini tak lagi didominasi pandangan positif. Tentu saja—berlawanan dengan penampilan Censori—nama-nama besar di Grammy tahun ini mengenakan gaun yang menekankan pada desain, bukan keterbukaan.
Charli XCX hadir dengan gaun abu-abu berkorset dari peragaan busana Jean Paul Gaultier Spring/Summer 2025 oleh Ludovic de Saint. Sabrina Carpenter membawa nuansa glamor Hollywood tempo dulu dengan gaun berpotongan punggung rendah warna biru muda karya JW Anderson. Beyoncé pun tampil berkilau dengan gaun emas Schiaparelli lengkap dengan sarung tangan opera karya Daniel Roseberry.
Namun, jauh dari respons positif yang diberikan pada beberapa penampilan naked dressing belakangan, komentar terhadap penampilan Ye dan Censori—yang menjadi upayanya meniru sampul album terbaru Ye Vultures I—justru dibanjiri kekhawatiran, keprihatinan, dan dugaan kekerasan.
Baca Juga: Apa yang Lucu dengan Tubuh Perempuan?
Apakah Penampilan ini adalah Seni?
Respons kekhawatiran muncul terutama karena Censori sama sekali tak bersuara. Ia tidak diwawancarai ataupun berbicara pada media.
Jalan komunikasi Censori satu-satunya merupakan tubuhnya. Ia pun sering kali muncul seperti rusa yang terkena lampu mobil, matanya lebar dan kosong. Hal ini menimbulkan asumsi ia tak memiliki otonomi atas tubuhnya. Artinya, ada indikasi menggunakan pakaian terbuka bukanlah pilihannya sendiri.
Selain itu, Ye juga memiliki reputasi seputar perilaku mengontrol, sehingga kian memperkuat dugaan-dugaan negatif tersebut.
Sebagian pihak berpendapat pakaian Censori merupakan “seni pertunjukan”. Yang menjadi pertanyaan adalah: Apakah Censori dilibatkan dalam produksi pertunjukan tersebut.
Di luar pembahasan siapa pengarah di balik penampilan tersebut atau apa tujuan dari pertunjukan itu (selain mencari perhatian), tak bisa dimungkiri penampilan Bianca terkait erat dengan gender. Yang terpampang jelas adalah tubuh Censori sedangkan tubuh Ye tetap tertutup oleh pakaian hitam longgar.
Penampilan Censori juga menimbulkan pertanyaan seputar fungsi dasar pakaian sebagai lapisan pelindung dari lingkungan di sekitarnya.
Perlu diingat Censori bukan tak mengenakan apa-apa. Ia mengenakan gaun yang menampilkan segalanya. Ia tak mengenakan busana sebagai lapisan pelindung alias mengabaikan fungsi proteksi, demi menghadirkan kejutan dan atensi.
Untuk pasangan yang mengapitalisasi perhatian dengan mengenakan busana yang amat terbuka, masuk akal bila mereka menjadikan penampilan tersebut sebagai pertunjukan rutin. Namun, apakah langkah yang akan Censori ambil setelah ini? Tak ada lagi yang bisa ditunjukkan.
Harriette Richards, Senior Lecturer, School of Fashion and Textiles, RMIT University. Kezia Kevina Harmoko berkontribusi dalam penerjemahan artikel ini.
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.
