Issues

Oklin Fia dan Obsesi Seksual terhadap Simbol Agama

Oklin Fia disebut penista agama, padahal obsesi seksual terhadap simbol agama sudah ada sejak lama.

Avatar
  • August 15, 2023
  • 7 min read
  • 3866 Views
Oklin Fia dan Obsesi Seksual terhadap Simbol Agama

Oklin Fia, selebgram dengan pengikut ratusan ribu di Instagram dan TikTok belakangan jadi perbincangan di berbagai media sosial. Namanya yang samar dikenal perlahan mulai naik semenjak ia diwawancarai Nikita Mirzani dalam Podcastnya, medio April 2023. Puncaknya lalu hadir saat sebuah video yang ia unggah di Instagram pribadinya (sekarang sudah deaktif) jadi viral.

Dalam video itu, terlihat Oklin sedang memakai jilbab pashmina, bercelana, dan berbaju ketat berlutut persis di depan area genital seorang laki-laki yang tengah memegang es krim. Es krim itu dijilat oleh Oklin dengan ekspresi sensual, seakan ia sedang melakukan seks oral.

 

 

Video itu tentu sontak heboh. Purnama Ayu Rizky dalam artikel sebelumnya di Magdalene mengatakan deretan aktor Tanah Air dari Refal Hady hingga Abidzar Al Ghifari menyebut Oklin telah menistakan agama lewat aksinya. Dengan menggunakan jilbab, simbol agama Islam, Oklin jelas telah menghina agama itu seraya menjatuhkan martabat perempuan.

Oklin jadi bulan-bulanan. Warganet dengan ganas menyerang, tak segan menyuruhnya membuka jilbab dan meminta maaf kepada seluruh umat Islam. Ia bahkan diancam akan dilaporkan oleh berbagai pihak, salah satunya adalah Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI). Dikutip dari Pikiran Rakyat Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Pengurus Besar PB SEMMI,  Gurun Arisastra ia dongkol dengan kelakuan Oklin yang telah merusak martabat agama Islam.

“Jilbab atau kerudung identitas umat Islam, konten dia meruntuhkan agama Islam, citra Islam dapat berpotensi buruk akibat konten dia, seharusnya dia menjaga nilai-nilai agama yang hidup di masyarakat. Jika dia tidak segera meminta maaf, saya akan laporkan dia ke polisi,” kata Gurun pada wartawan pada Selasa lalu (08/08).

Baca Juga: Catcalling dan Hak Perempuan Atas Ruang Publik

Konten Hijab Bokep yang Duluan Merajalela

Oklin bukan yang pertama. Dia bukan satu-satunya orang yang mengunggah video berbau seksual di internet dengan menggunakan hijab. Faktanya, obsesi seksual terhadap hijab ternyata sudah ada sebelumnya.

Kenal istilah hijab bokep? Istilah ini lumrah di temui di kanal media sosial, terutama Twitter. Hanya dengan menulis kata kuncinya di kolom pencarian, sudah ada puluhan akun yang mendedikasikan dirinya untuk membagikan video porno atau video intim dengan perempuan berhijab sebagai subjek utamanya.

Dalam pantauan Magdalene per 11 Agustus, akun hijab bokep berbasis di Indonesia cukup banyak bahkan ada yang secara khusus menyasar identitas perempuan seperti perempuan berusia 30 tahun ke atas atau perempuan janda. Video-video yang diunggah umumnya diambil melalui kamera ponsel tapi ada pula yang berbentuk foto selfie perempuan berhijab dengan payudara telanjang atau hanya menggunakan bra ketat. 

Jika mengacu pada respons masyarakat terhadap video Oklin, akun-akun hijab bokep ini jelas telah menistakan agama Islam. Tapi nyatanya akun-akun ini tetap hidup. Banyak yang sudah dibuat sejak awal 2021 dan 2022 dan memiliki jumlah pengikut yang lumayan banyak dengan banyak dengan kisaran 2.000 sampai 4.000-an orang.

Realitas sunyi tentang obsesi seksual terhadap hijab juga bisa ditemui di situs-situs porno. Walau belum ada penelitian di Indonesia yang secara khusus membaca trennya, di luar negeri melalui penelitian Hijab Pornography: A Content Analysis of Internet Pornographic Videos (2022) terungkap bahwa obsesi seksual terhadap hijab sudah ada cukup lama ada dan delapan tahun belakangan jadi tren yang meroket.

Di Jerman misalnya, antara Januari 2015 dan April 2018, permintaan pencarian online untuk kata kunci yang berkaitan dengan pornografi berhijab meningkat 114 persen. Sedangkan di Polandia, angka ini lebih tinggi sebesar 207 persen disusul dengan Hungaria sebesar 151 persen. 

Video-video ini umumnya punya penonton lebih dari satu juta. Bahkan dalam temuan penelitian dalam 10 halaman pertama XVideos dengan kata kunci hijab porn kisaran jumlah penontonnya sebesar 1,111,900 sampai 43,531,214  per 14 Mei 2020. 

Dalam video-video ini perempuan berhijab umumnya merupakan target kekerasan seksual. Mereka disumpal mulutnya dan dipukuli. Tindakan kekerasan lain yang umum terjadi adalah dikurung (20 persen video), dihina dengan kata-kata seperti pelacur, ditampar (14 persen), diancam secara verbal dan dicekik (10 persen). 

Minat besar terhadap pornografi perempuan berhijab kemudian diterjemahkan Yaser Mirzaei dkk sebagai bentuk lain dari obsesi seksual spesifik yaitu pornografi religius. Hal ini karena menurut Mirzaei dkk hijab sendiri mengacu pada seperangkat kode berpakaian tertentu dalam agama Islam. Hijab bagian dari agama Islam tapi bukan simbol sakral seperti Al-Quran.

Karena bukan simbol sakral tertentu, kecenderungan untuk menjadikannya sebagai objek seksual fantasi menjadi sangat mungkin. Sayangnya obsesi ini seksis dan misoginis. Pasalnya, salah satu simbol terpenting yang ingin digarisbawahi dalam obsesi ini adalah pada usaha laki-laki untuk mendominasi perempuan muslim. 

Perempuan muslim diobjektifikasi sebagai submisif dengan segala kemurnian dan kesopanannya. Mendominasi perempuan muslim berhijab pun jadi ajang untuk memperlihatkan kejantanan.

Baca Juga: Pandemi dan Mitos Pelecehan Seksual di Ruang Publik

Obsesi Seksual yang Punya Sejarah Panjang

Perempuan dengan hijab bukan satu-satunya obsesi seksual yang jadi tren. Agama lain khususnya Katolik sudah lama mengenalnya lewat sosok biarawati nakal. Sosok biarawati nakal ini adalah perempuan yang mengingkari janji suci untuk mendedikasikan hidup untuk Tuhan dan agamanya, tapi justru mengejar nafsu duniawi.  

Dalam sejarahnya gambaran soal biarawati nakal ini jadi bagian penting dari propaganda anti-Katolik yang disebarkan Henry VII. Dalam disertasi Christian D. Knudsen, profesor Sejarah Budaya dari Sheridan College yang terbit pada 2012 dijelaskan pada 1563 di Inggris Henry VII mulai membubarkan biara-biara. Ini adalah bagian dari usahanya untuk menghancurkan sistem biara demi meraup kekayaan dan menekan oposisi politik. 

Henry memutuskan hubungan dengan Gereja Katolik di Roma, dan menyatakan dirinya sebagai kepala Gereja Inggris. Dalam usahanya ini ia memproduksi propaganda tentang para biarawati yang digambarkan sebagai tidak bermoral secara seksual dan bodoh. Cara Henry bisa dibilang ampuh, karena memudahkan kaum Protestan menyerang umat Katolik dan menampilkan diri mereka sebagai orang yang berbudi luhur dan saleh.

Gambaran soal biarawati nakal langgeng bahkan menemukan warna barunya. Ide kostum biarawati seksi misalnya tercatat muncul ada pada 1890-an, menurut Toulouse Lautrec yang menyaksikannya di rumah bordil Rue des Moulins yang terkenal. Lalu di budaya populer obsesi ini termanifestasi dalam subgenre film, yaitu nunsploitation. 

Rebekah McKendry, profesor film dari University of Southern California dalam Podcast Fangoria menjelaskan nunsploitation sebagai subgenre film eksploitasi sangat bergantung pada adegan-adegan seks yang melibatkan biarawati. Adegan seks ini tak hanya melibatkan mereka dengan laki-laki tetapi juga sesama biarawati. 

Pada tahun 70-an, subgenre ini booming dan banyak diproduksi dari Italia, Meksiko, dan Jepang. Dalam banyak versi, nunsploitation banyak terinspirasi dari sosok asli biarawati “nakal”. Salah satu yang paling banyak dijadikan film genre ini adalah Virginia Maria atau lebih dikenal sebagai The Nun of Monza.

Eksistensi genre ini tentunya menimbulkan pro-kontra. Bagi sebagian orang nunsploitation adalah bagian dari kritik sosial tentang organisasi agama yang menindas dan mengeksploitasi perempuan. Tetapi sebagian lainnya menganggap nunsploitation sama saja seperti film porno karena mengandalkan voyeurisme, masokisme, dan fetisisme lesbian dengan trope fantasi perempuan ‘baik-baik’ yang berubah menjadi ‘jahat’. 

Baca juga: Tak Ada Tempat Aman Perempuan di Dunia Ini Kecuali Kuburnya

Lalu apakah dengan demikian penggambaran biarawati nakal ini bisa dikatakan penistaan agama? Jawabannya bisa iya, juga tidak tergantung dari masing-masing individu. Buat akademisi seperti McKendry, penggambaran biarawati nakal lebih kompleks dibandingkan hanya dikotak-kotakkan sebagai penistaan agama. 

Tapi bagi kelompok lain, seperti anggota Gereja Katolik yang melakukan protes di luar pemutaran perdana Festival Film New York untuk film Benedetta pada September 2021 lalu, ini jelas penistaan agama.

Untuk kasus Oklin, aksinya yang menuai kontroversi pun bisa tanggapi lewat gagasan awal yang diungkapkan Yaser Mirzaei dkk. Dengan permintaan yang ada terkait konten seksual dengan perempuan hijab, pada nyatanya perempuan masuk ke dalam pusaran objektifikasi dan seksualisasi.

“Perempuan-perempuan ditampilkan sebagai penurut dan pasif. Ini memperlihatkan pemahaman stereotip tentang budaya Islam dan seksualitas perempuan Muslim,” tutup Yaser Mirzaei dkk dalam kesimpulan penelitian mereka.



#waveforequality


Avatar
About Author

Jasmine Floretta V.D

Jasmine Floretta V.D. adalah pencinta kucing garis keras yang gemar membaca atau binge-watching Netflix di waktu senggangnya. Ia adalah lulusan Sastra Jepang dan Kajian Gender UI yang memiliki ketertarikan mendalam pada kajian budaya dan peran ibu atau motherhood.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *