Pandemi COVID-19 Hambat Pemberian Imunisasi pada Anak
Imunisasi pra-pandemi saja belum maksimal cakupannya, dan pandemi semakin menghambatnya.
Untuk pertama kalinya setelah melakukan swakarantina di rumah sejak Maret, Banni Bestina akhirnya keluar rumah untuk vaksinasi anaknya yang berusia 9 bulan April lalu. Ibu tunggal yang tinggal di Balikpapan itu waswas bukan main, karena pandemi telah menghambat akses terhadap layanan kesehatan.
“Dokter melarang saya untuk ke rumah sakit karena saat ini rumah sakit lebih fokus menangani pasien COVID-19. Akhirnya, saya telepon salah satu kader puskesmas yang saya kenal, dan alhamdulillah, bisa sesuai jadwal,” ujar Banni, 22, kepada Magdalene (30/4).
Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Balikpapan, Kalimantan Timur, memperpendek jam operasional puskesmas, hanya dari jam 10 pagi sampai 2 siang. Banni mendapat giliran jam 10 pagi dan mempersiapkan segalanya dengan saksama: Peralatan anak, berikut masker, tisu basah, dan cairan antiseptik.
“Saya berangkat naik mobil. Di puskesmas, pelayanannya sih cepat dan sudah diterapkan social distancing, jadi ada jarak antara penunggu. Aku dapat giliran kedua, 15 menit kemudian sudah bersiap pulang,” kata Banni.
Meski demikian, ia tetap cemas karena harus membawa anaknya keluar rumah di tengah situasi pandemi.
“Tapi ya mau bagaimana lagi, kalau telat aku cemas anakku kenapa-kenapa,” Bani menambahkan.
Banni hanya satu dari jutaan orang tua yang tengah menghadapi dilema antara menunda imunisasi anaknya atau tetap membawa anaknya ke fasilitas kesehatan untuk imunisasi. Dalam situasi wabah COVID-19, pemberian imunisasi rutin untuk anak semakin terhambat dan mengakibatkan jutaan anak di negara ini terancam bahaya penyakit lainnya.
Di Indonesia, program imunisasi dibagi menjadi dua: Imunisasi dasar untuk anak di bawah usia satu tahun dan imunisasi lanjutan. Vaksin yang termasuk pada kategori imunisasi dasar antara lain untuk melawan Hepatitis B (HB); Tuberkulosis dan polio (BCG & Polio); Difteri, Pertusis, Tetanus (DPT); serta campak.
Baca juga: 32 Tahun Posyandu: Miskin Dana, Perspektif Gender, dan Regenerasi
Imunisasi pra- COVID-19 masih belum maksimal
Medical Officer Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Indonesia, Vinod Bura mengatakan, bahkan sebelum adanya pandemi COVID-19, cakupan imunisasi global belum maksimal. Data WHO pada 2018 menunjukkan, ada sekitar 19,4 juta anak di dunia yang tidak mendapatkan imunisasi rutin, salah satunya tiga dosis vaksin DPT. Dari jumlah tersebut sekitar 60 persen tinggal di 10 negara, termasuk Vietnam, Pakistan, dan Indonesia.
“Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya risiko terjadinya wabah penyakit lain selama pandemi COVID-19,” ujar Bura dalam sesi webinar Pekan Imunisasi Dunia, Rabu (29/4).
Soedjatmiko dari Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), mengatakan masih banyak anak-anak di Indonesia yang belum melengkapi vaksin DPT-HB serta HiB yang berguna untuk mencegah enam penyakit, yaitu, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia (radang paru-paru), dan meningitis (radang selaput otak).
“Di Indonesia pada tahun 2018, anak di bawah dua tahun yang sudah mendapatkan imunisasi DPT-HB-HiB secara lengkap masih berada di angka 61 persen. Artinya 38 persen berisiko jika ada wabah maka risiko terpapar tinggi,” ujarnya dalam sesi webinar Pekan Imunisasi Dunia, Selasa (28/4).
Hambatan pemberian imunisasi terhadap anak di era COVID-19 juga terjadi di berbagai negara. Dikutip dari media Reuters, Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, 13 juta orang di seluruh dunia terimbas penundaan imunisasi rutin untuk mencegah polio, campak, kolera, demam kuning, dan meningitis.
Stok vaksin kurang
Data Global Vaccine Alliance menunjukkan, sudah 21 negara yang melaporkan kekurangan stok vaksin tersebut akibat pembatasan di wilayah perbatasan karena pandemi COVID-19. Ghebreyesus menambahkan, banyak fasilitas kesehatan di negara-negara tersebut yang menghentikan program imunisasi.
Di Indonesia, banyak keluhan datang dari petugas kesehatan di beberapa fasilitas kesehatan pemerintah, terkait dengan persediaan stok vaksin imunisasi, salah satunya vaksin IPV untuk polio.
Baca juga: Apa Bedanya Pandemi, Epidemi, dan Wabah?
“Kami tetap melaksanakan imunisasi di saat pandemi COVID-19 dengan kegiatan statis dan sweeping. Masyarakat antusias untuk imunisasi, hanya saja kami terkendali kekosongan vaksin IPV sejak 10 bulan dan vaksin PVC (pneumonia) sudah empat bulan kosong, kapan ya tersedianya?” tulis akun resmi Dinas Kesehan Lombok barat, dalam kolom diskusi langsung saat webinar yang sama.
Kekosongan ini juga terjadi di daerah lain. Naila Rizki, 28, seorang ibu dari Banyuwangi mengatakan terpaksa menunda vaksin IPV untuk anaknya yang saat ini berumur 9 bulan karena stoknya habis.
“Minggu lalu, jadwalnya anakku imunisasi. Puskesmasnya sendiri sudah baik pelayanannya, sudah social distancing, petugas yang melayani sudah menggunakan APD. Cuma ya itu vaksin IPV stoknya habis, jadi harus ditunda,” ujar Naila kepada Magdalene.
Ia kemudian berkonsultasi kepada bidan, apakah penundaan tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan sang anak. Bidan tersebut mengatakan tidak terlalu berpengaruh.
“Memang, vaksin IPV di daerahku, mau itu di puskesmas atau di rumah sakit, lagi kosong stoknya. Katanya, enggak terlalu berpengaruh. Aku belum riset lebih jauh soal ini, tetapi tetap ada perasaan khawatir,” ujar Naila.
Direktur Kementerian Kesehatan bagian Surveilans dan Karantina Kesehatan, Vensya Sitohang mengatakan, saat ini pihak Kementerian sedang berupaya untuk mempercepat proses pengadaan vaksin tersebut.
“Untuk saat ini optimalkan terlebih dahulu vaksin yang sudah tersedia di fasilitas kesehatan masing-masing. Dan jangan lupa, kita perlu mencatat dan menelusuri status imunisasi anak-anak di wilayah kerja kita, agar ketika stok vaksin tersedia, anak-anak tersebut langsung bisa divaksin,” ujarnya dalam konferensi pers yang ditayangkan televisi (27/4).
Ilustrasi oleh Sarah Arifin