March 27, 2023
Issues

4 Poin Penting Perppu Cipta Kerja: Gaji Kecil hingga Kontrak Tanpa Batas

Perppu Cipta Kerja resmi diteken minggu lalu. Mayoritas isinya merugikan para pekerja.

Avatar
  • January 3, 2023
  • 5 min read
  • 897 Views
4 Poin Penting Perppu Cipta Kerja: Gaji Kecil hingga Kontrak Tanpa Batas

Presiden Joko Widodo memberi kado akhir tahun berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022. Dalihnya, Indonesia kini masih jadi satu di antara 14 pasien Dana Moneter Internasional (IMF). Sehingga, Perppu itu penting untuk memastikan Indonesia lolos dari ketidakpastian global.

“Sebetulnya dunia ini sedang tidak baik-baik saja, ancaman-ancaman risiko ketidakpastian yang menyebabkan kita mengeluarkan Perppu,” ucapnya dalam konferensi pers di Istana Negara, (30/12).

Pengesahan Perppu itu sendiri ramai-ramai dikecam oleh kelompok masyarakat. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dalam rilis resmi yang diterima Magdalene bilang, Perppu itu tak dilatarbelakangi keadaan genting yang memaksa, seperti krisis atau kemendesakan. Sebaliknya, kata LBH, Perppu Cipta Kerja sarat akan kepentingan pengusaha.

Tak cuma itu, pada 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020, memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Pasalnya, proses pembentukan UU ini tak melibatkan partisipasi publik yang bermakna. Karena itulah, keputusan Jokowi yang kukuh menggulirkan Perppu dinilai bertentangan dengan isi putusan MK.

Namun, Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam laman resmi Sekretariat Kabinet beralasan, Putusan MK tempo hari sangat memengaruhi perilaku dunia usaha. Padahal pemerintah ada kebutuhan untuk terus menjaring investasi dari dalam dan luar negeri, yang ditargetkan mencapai Rp1.200 triliun pada 2023. 

Lepas dari itu, Magdalene merangkum empat pasal kontroversial yang mayoritas merugikan kita para pekerja. Berikut daftarnya:

Baca juga: Perlindungan Makin Minim, UU Cipta Kerja Perburuk Nasib Pekerja

1. Upah Minimum Kabupaten/ Kota Tak Jelas

Persoalan upah diatur dalam Pasal 88C hingga 88F Perppu Cipta Kerja. Hanya saja, bunyi peraturan itu relatif sumir. Misalnya, dalam Pasal 88C ayat (2) disebutkan, Gubernur bisa menetapkan upah minimum kabupaten/ kota, di mana kata “dapat” ini punya makna ganda: Bisa iya atau tidak, tergantung kemauan gubernur yang bersangkutan, tulis BBC Indonesia.

Adapun formula perhitungan upah minimum dalam Pasal 88D mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu yang juga tidak jelas apa ukurannya. Sementara kita tahu, dalam ILO Governing Body disebutkan, perhitungan upah minimum selalu berdasarkan komponen kebutuhan hidup layak warga.

Pun, meski soal upah minimum telah dijamin, tapi dalam Pasal 88F disebutkan, penentuan upah bisa diubah oleh pemerintah dalam keadaan tertentu. Bisa jadi ketika perusahaan dihadapkan pada kondisi merugi karena hantaman Covid-19 misalnya, ada kelonggaran mereka untuk tak membayarkan gaji buruh sesuai ketentuan. 

Baca juga: Omnibus Law, RUU Halu, UU ITE: Demokrasi Sedang di Bawah Ancaman

2. Alamat Jadi Pekerja Prekariat Selamanya

Pekerja alih daya adalah mereka yang berasal dari luar perusahaan atau pihak ketiga dan dipekerjakan untuk mengerjakan kerja-kerja tertentu. Dalam Pasal 81 poin 19 sampai dengan 21, tak ada ketentuan ihwal bidang kerja alih daya (outsourcing) yang diperbolehkan, sehingga membuat semua jenis pekerjaan rawan dialihdayakan.

Padahal jika merujuk pada UU Ketenagakerjaan yang lama, pekerja outsourcing hanya diperbolehkan untuk lima bidang, yakni jasa pembersihan, keamanan, katering, jasa minyak dan gas pertambangan, serta transportasi. 

Ketidakpastian kerja ini juga bakal menimpa buruh dengan status kontrak, sebagaimana tertuang dalam Pasal 56 sampai 59. Dalam UU Ketenagakerjaan disebutkan, kontrak cuma bisa diperpanjang dua tahun untuk selanjutnya diangkat sebagai karyawan tetap. Namun, dalam Perppu ini, tak ada batasan durasi yang diatur. Sehingga, tak ada kepastian kerja dan kesejahteraan buruh kontrak.

Baca juga: 4 Dampak UU Cipta Kerja dan PP Turunannya Bagi Buruh Perempuan

3. Libur Minimal Sehari Sepekan, Cuti Panjang Dihapus

Dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b diatur soal waktu istirahat buruh. Istirahat  yang dimaksud antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 jam berturut-turut.

Lebih lanjut, dalam Pasal 79 ayat (5) dijelaskan soal istirahat panjang. Namun, tak diatur soal teknisnya yang detail. Sebagai informasi, di UU Ketenagakerjaan yang lama cuti panjang ditetapkan minimal dua bulan dan dilaksanakan di tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing sebulan, selama sudah bekerja enam tahun di perusahaan yang sama.

Sementara, untuk istirahat mingguan berlaku 1 hari jika jam kerja 7 jam setiap harinya. Lalu, 2 hari istirahat untuk durasi kerja harian 8 jam. Artinya, para pekerja tetap memungkinkan dapat jatah libur dua hari, bergantung pada sistem hari atau jam kerja perusahaan masing-masing. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 81 poin 25.

4. Pesangon Makin Kecil

Dalam Pasal 164 UU Ketenagakerjaan yang lama disebutkan, buruh yang di-PHK jika bukan karena alasan efisiensi, berpotensi dapat pesangon dua kali lipat dari ketentuan. Ini berbeda dengan Perppu yang baru, di mana maksimal pesangon cuma 9 kali gaji untuk masa kerja 8 tahun.

Sementara, buruh yang di-PHK dengan masa kerja kurang dari setahun bakal menerima pesangon 1 bulan upah. Untuk mereka yang durasi kerjanya lebih dari setahun, tetapi kurang dari dua tahun bakal mendapatkan 2 bulan upah. Demikian seterusnya.

Selain pemberian pesangon dan uang penghargaan, karyawan yang di-PHK juga berhak mendapatkan penggantian atas cuti yang belum terpakai. Perusahaan juga wajib memberikan biaya atau ongkos pulang ke tempat pekerja atau buruh diterima bekerja.  

Yang Bisa Dilakukan

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat menolak Perppu dalam persidangan DPR berikutnya, sesuai dengan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945. Apalagi mengingat MK sudah mengamanatkan agar UU Cipta Kerja bisa diperbaiki selambat-lambatnya 25 November 2023, alih-alih menerbitkan Perppu. 

“Ini perlu dilakukan sebagai bentuk perimbangan kekuasaan dan koreksi secara politis demi mencegah keberlanjutan tindakan inkonstitusional,” ujar Citra Referendum dalam rilis yang diterima Magdalene.

Jika MK komitmen dengan keputusannya, mereka juga bisa membatalkan Perppu ini. Sebab, lagi-lagi dalih pengesahan Perppu untuk mengisi kekosongan hukum dan merespons krisis Ukraina-Rusia adalah alasan yang mengada-ngada. Masalahnya, sejauh mana komitmen DPR dan MK?


Editor:  Purnama Ayu Rizky
Avatar
About Author

Purnama Ayu Rizky

Jadi wartawan dari 2010, tertarik dengan isu gender dan kelompok minoritas. Di waktu senggangnya, ia biasa berkebun atau main dengan anjing kesayangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *