Beauty Lifestyle

Dulu Kurus, Sekarang Gemuk: Pelajaran Berharga dari ‘Body Shaming’

Memiliki tubuh yang kurus atau gemuk adalah pilihan kamu yang sebenarnya tidak akan melukai orang lain.

Avatar
  • June 12, 2019
  • 3 min read
  • 1349 Views
Dulu Kurus, Sekarang Gemuk: Pelajaran Berharga dari ‘Body Shaming’

“Kamu kok kurus. Narkoba, ya?”

Teman laki-laki saya mungkin sedang bercanda, tetapi komentarnya membuat saya agak sedikit sakit. Dari lahir, semua yang saya tahu dan dengar tentang diri sendiri adalah bahwa saya berbadan kurus, kecil, dan kerempeng. Itu hal pertama yang mereka katakan kepada saya. Itu satu-satunya hal yang mereka tekankan dan tunjukkan. Saya kemudian selalu dibandingkan dengan anak-anak lain yang bertubuh lebih “proporsional”.

 

 

Memiliki badan kurus sampai saat berumur 20 tahun, banyak yang mengatakan kalau saya malas makan, diet, anoreksia, cacingan, dan tengkorak berjalan. Entah konteksnya bercanda atau serius, tapi hal itu membuat saya akhirnya mencoba untuk “menggemukkan” badan. Salah satu impian saya adalah ingin “gemuk”. Ibu sampai memaksa saya untuk meminum suplemen makanan yang dipromosikan penyanyi cilik Joshua, terus pindah ke susu yang di-endorse Sherina, sebelum beralih ke suplemen minyak ikan. Suatu hari, ibu memanggil tukang urut tradisional ke rumah. Kabarnya, mbok urut itu dapat meningkatkan nafsu makan dengan memijat perut pasien. Tapi semua usaha ini nihil. Saya tetap kurus kerempeng.

Tumbuh dewasa, kepercayaan diri saya hampir tidak ada. Saya malu memakai baju tanpa lengan karena lengan saya dibilang terlihat seperti tulang. Saya selalu memakai pakaian yang berlapis-lapis agar terlihat “gemuk”. Saya sedikit minder karena tidak masuk standar kecantikan yang harus sedikit lebih “berisi”. Sayangnya, saya justru mendapatkan banyak komentar yang sinis dari sesama perempuan. Ada yang melakukan body-shaming agar dirinya merasa lebih baik karena ia pun korban. Keluarga saya juga tidak membantu dengan terus berkomentar tentang badan saya.

Tahun ini, umur saya menginjak 25 tahun. Saya, akhirnya, bisa dan berhasil menambah bobot badan. Berat badan saya naik 3 kilogram tetapi terlihat signifikan di area tertentu. Dalam hati, saya merasa berhasil dan dengan naifnya berharap orang-orang memuji penampilan fisik baru saya. Ternyata, orang-orang itu masih saja brengsek.

Banyak yang berkomentar kalau perubahan saya terlalu drastis, saya menjadi terlalu gemuk, lengan dan paha terlalu besar, dan kelihatan seperti orang hamil. Saya merasa banyak yang menatap dengan raut menghakimi. Komentar pahit dari keluarga dan teman harus saya telan lagi. Komentar-komentar ini selalu dengan pembenaran atau berbalik ke arah saya seakan-akan saya yang terlalu sensitif.  Suatu hari, seseorang berkata kalau saya jelek karena gemuk. Dengan pahit saya menyadari bahwa orang-orang seperti ini tidak akan pernah puas.

Saya menerima bahwa saya sekarang memiliki berat badan 50 kg. Saya juga menerima bahwa saya pernah di kisaran 43 kg-47 kg. Di kedua tahap dalam hidup tersebut, saya mengalami body-shaming dan di bawah sadar saya, saya menormalisasikan hal tersebut. Saya merasa telah mengecewakan banyak orang ketika saya “kurus” dan juga “gemuk”. Tapi, bagaimana dengan saya sendiri?

Sudah saatnya kita mengakhiri semua ini.

Saya ingin berhenti memuaskan orang lain. Sekarang ini, saya masih belajar untuk mencintai tubuh saya dengan memiliki tubuh yang sehat. Saya mulai mengurangi makanan tidak sehat, meskipun tidak menolak gorengan. Perlahan-lahan, saya mulai berolahraga rutin tetapi hanya melakukannya untuk diri sendiri. Saya percaya, badan adalah inang untuk jiwa yang tidak memiliki bentuk. Orang lain tidak perlu melukai inang dan jiwa seseorang dan saya harus memperlakukan inang saya dengan kasih sayang dari diri sendiri.

Memiliki tubuh yang kurus atau gemuk adalah pilihan kamu yang sebenarnya tidak akan melukai orang lain. Orang lain seharusnya tidak usah gelisah melihat perut buncit atau terganggu melihat pinggang yang kecil. Preferensi terhadap suatu tubuh memang ada. Tetapi mereka yang mampu melihat di luar itu adalah orang yang istimewa. Maka orang-orang ini, apakah mereka sahabat atau pasangan, adalah yang berhak mendapatkan terbaik dari kamu.

Pada akhirnya, saya dan kamu berhak berubah hanya untuk diri sendiri. Saya dan kamu berhak menentukan dan memilih untuk badan sendiri.

Kamu tidak perlu menyenangkan orang lain. Kamu yang memegang kendali.

Be nice.



#waveforequality


Avatar
About Author

Michiko Karlina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *