December 6, 2025
Issues Safe Space

Ketika Pelaku Industri Musik Jadi Terduga Pelaku Pelecehan Seksual 

Di balik merdunya suara dari industri musik, ada korban kekerasan seksual yang pengakuannya tak didengar.

  • October 6, 2025
  • 11 min read
  • 2076 Views
Ketika Pelaku Industri Musik Jadi Terduga Pelaku Pelecehan Seksual 

Catatan Redaksi: Perubahan istilah “pelaku” menjadi “terduga pelaku” dan penyamaran penyebutan entitas dilakukan setelah evaluasi internal redaksi dan mempertimbangkan hak jawab Saudara Kiki Ucup pada 8 Oktober 2025. Keputusan ini merujuk pada Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers. Redaksi menghargai hak jawab dan melakukan penyesuaian demi pemberitaan yang berimbang.

*Peringatan pemicu: Kasus pelecehan seksual.

Butuh waktu hampir sepuluh tahun bagi Desi – bukan nama sebenarnya – untuk berani bicara. Selama itu ia meyakinkan diri bahwa diam adalah pilihan paling aman. Namun, ketika melihat video permintaan maaf Rizki Aulia alias Ucup, direktur sebuah festival musik, yang viral setelah acaranya diboikot karena menerima sponsor perusahaan tambang, perasaannya pecah.

Saat video itu tersebar di berbagai akun media sosial, pelecehan seksual yang menimpanya seperti berputar ulang di kepala. Desi merasa waktunya tiba untuk mengungkapkan apa yang telah lama ia pendam.

Pada 2015, Desi bekerja sebagai fotografer untuk manajemen musisi independen. Di sela-sela tugasnya di Soundrenaline Festival, Bali, ia menonton beberapa band sambil memegang bir. Ucup menghampirinya dengan membawa minuman fermentasi salak pondoh. Tak lama setelah meneguknya, kepala Desi terasa berat.

“Pelaku memanfaatkan situasi tersebut. Ia meraba ke dalam baju saya dengan tangannya. Saya langsung mendorong tangannya, dan ia terlihat panik lalu berlari meninggalkan saya,” katanya kepada Magdalene melalui surel (14/9).

Keesokan harinya, Desi berusaha mengomunikasikan pelecehan yang menimpanya kepada terduga pelaku, tapi Ucup mengaku tidak mengingat apa pun. Desi juga melapor kepada manajemen tempatnya bekerja. Namun, tak ada tanggapan yang jelas, bahkan ia disuruh melupakannya.

Teman Desi bilang ia seperti manusia tak bernyawa saat pulang dari Soundrenaline Festival 2015. Kejadian itu benar-benar mengubah hidupnya. Ia menghapus akun Ucup dari Instagram, tapi Ucup berkali-kali mengikuti akunnya lagi. Terduga pelaku baru berhenti ketika Desi memanggilnya “rapist” dan memintanya untuk tidak mengganggu lagi. Meski begitu, ketakutan dan kepanikan tetap menghantui Desi.

Butuh berminggu-minggu sampai akhirnya dia bisa kembali beraktivitas tanpa terus memikirkan kejadian itu. Kecenderungan menutup dan mengisolasi diri pun masih sering muncul hingga kini. Kamera tak pernah lagi disentuhnya. Soundrenaline 2015 pun jadi pekerjaan terakhir Desi sebagai fotografer.

“Keraguan saya dalam menjalin relasi, baik pertemanan maupun romantis, juga sangat terdistorsi oleh ketakutan ini,” katanya pada Magdalene.

Baca juga: Pelecehan Nadin Amizah: Musisi juga Manusia, Stop Dehumanisasi Mereka

Tanggapan Terduga Pelaku

Ketika ditemui Magdalene di sebuah kafe di Jakarta Selatan (30/9), Ucup membenarkan kehadirannya di Soundrenaline 2015 dan pertemuannya dengan Desi, tetapi menyampaikan versi berbeda. Mereka saling kenal. Di lokasi pertemuan, kata Ucup, ada teman-teman Desi dan Ucup. Mereka semua sudah minum alkohol. Namun, direktur Pestapora itu bilang tidak ingat mengenai minuman salak pondoh.

Gue pribadi enggak ingat itu salak pondoh dari siapa, pasti bukan dari gue, karena gue datang dari Jakarta, dan pondoh cuma bisa dibeli di Jogja pada saat itu,” kata Ucup, didampingi pendamping hukum, istri, dan beberapa temannya.

Berbeda dengan cerita Desi, dia mengatakan tidak meraba ke dalam baju. Menurut pengakuannya, Desi yang saat itu sudah mabuk tertidur di pahanya. Selama Desi tidur, Ucup menelepon teman-teman Desi. Dia kemudian terbangun saat tangan Ucup berada di perut Desi. “Gue nungguin di situ sampai temannya datang, abis itu gue kerja lagi,” kisah Ucup.

Ucup membenarkan Desi mengkomunikasikan pelecehan melalui pesan singkat, sehari setelah kejadian. Namun, dia mengatakan sudah meminta maaf dan menjelaskan ke Desi, “Gue enggak ada tendensi apa-apa, enggak ada maksud apa-apa.”

Dia juga membenarkan dipanggil “rapist” oleh Desi melalui pesan langsung Instagram. Saat itu Ucup ingin menghubungi Desi untuk menjadi Art Director untuk proyek musiknya. Namun, ketika melihat akun Instagram Desi, Ucup bingung karena belum mengikuti Desi. Padahal seingatnya, Ucup sudah mengikutinya. Dia pun menekan tombol ‘follow’.

“Langsung masuk message dari dia, ‘stop following me you rapist,’ dari situ gue berenti,” tuturnya.

Pendamping hukumnya, Dita, mengatakan pihaknya sedang mencari solusi apa yang diinginkan Desi. “Apakah mau diproses secara hukum, apakah pemulihan secara psikologisnya, atau apa kebutuhan dia yang kita coba petakan dan kita sedang mengumpulkan informasi ke mana bisa me-reach dia,” jelas Dita.

Sementara, hidup Desi berhenti di titik yang sama sejak malam di Bali itu. Ia berjuang menata ulang rasa aman, sedangkan karier terduga pelaku di industri musik terus berjalan. Ucup bahkan menginisiasi festival baru pada 2022 dan menjadi direktur di sana. Ketika menghadapi kritik karena menggaet perusahaan tambang sebagai sponsor, permintaan maafnya tetap disambut dukungan.

Desi merasa itu tidak adil. Walau dia tak kaget kasusnya diinvalidasi banyak orang, ia tetap tak rela terduga pelaku pelecehan bisa terus berkeliaran dan dimaafkan setiap kali membuat kesalahan.

“Saya tidak butuh apa pun dari pelaku. Namun, saya sangat keras mendukung agar sebanyak mungkin orang yang berakal sehat membuka mata dan berhenti mendukung apa pun yang pelaku lakukan atau ciptakan,” ucapnya.

Baca juga: Polaroid AI Bahayakan Perempuan dan Normalisasi Kekerasan Digital

Bukan Satu-satunya

Kasus Desi bukan satu-satunya pelecehan seksual yang melibatkan pelaku industri musik. Baru-baru ini, vokalis band independen Harum Manis, Sulthon Kamil diduga melecehkan anak di bawah umur.

Salah satu korban bernama Tika – bukan nama sebenarnya – didekati Kamil di konser musik, dua tahun lalu. Dia bercerita, “Kamil tahu gue masih 16 menuju 17 tahun, tapi masih lanjut melakukan hal-hal intimate sama gue, kayak he kissed me in public.”

Dari dunia nyata, hubungan mereka berlanjut dengan bertukar pesan. Tika mengungkap pembicaraan mereka layaknya sedang melakukan pendekatan asmara. Kamil juga menggiring pembicaraan ke arah seksual. Dia menceritakan pengalaman seksualnya dan menanyakan preferensi seksual Tika.

“Dia bilang kalau gue sudah 18 tahun, dia mau pacarin gue. Dia juga made other sexual jokes,” katanya pada Magdalene (22/9).

Kamil memutuskan hubungan dengan Tika pada akhir 2023. Waktu itu, Tika hanya sakit hati secara personal. Dia belum mengerti kejadian yang menimpanya adalah pelecehan, hingga seorang teman menjelaskan, “Yang Kamil selama ini lakukan adalah grooming.”

Tika sempat menyalahkan diri sendiri, karena merasa tidak bisa menjaga diri. Namun, pikiran itu bisa disangkalnya begitu memahami konsep usia pemberian konsen. Sebagai anak, dia belum punya kemampuan untuk memberi konsen. Menurut Tika, Kamil yang sudah di usia dewasa, seharusnya tidak melanjutkan perbuatannya seketika mengetahui usia Tika.

Magdalene sudah menghubungi Kamil melalui pesan langsung Instagram untuk mengonfirmasi pada Jumat (26/9), tetapi tidak dibalas hingga artikel ini dipublikasi. 

Membela Diri

Alih-alih mengakui, meminta maaf, dan menghadapi konsekuensi, Kamil malah membuat klarifikasi untuk membela diri.

Dia mengunggah klarifikasi di akun X-nya @sleepygoldnstrm, yang mengatakan informasi di media sosial terkait pelecehan yang dilakukannya “jauh dari kenyataan.” Namun, Kamil tidak melampirkan pembuktian lebih lanjut dalam unggahan yang tak bisa dikomentari tersebut. Dia hanya meminta maaf atas dampak negatif dari informasi yang beredar.

Sebelumnya, bukti pelecehan yang dilakukan Kamil tersebar di platform X. Label musik Lamunai – yang menggawangi Harum Manis – kemudian menghentikan segala bentuk hubungan kerja sama. Akun @lamunairecords pada (10/9), menyatakan keputusan itu berkaitan dengan dugaan pelecehan yang dilakukan Sulthon.

“Kami sangat prihatin dan menyesalkan situasi yang terjadi sekaligus berharap korban yang terdampak memperoleh dukungan serta pemulihan yang sebaik-baiknya,” sebagaimana tertulis dalam unggahan Instagram tersebut.

Sementara, seseorang yang terlibat pembicaraan dengan Lamunai Records dan ikut mengekspos kasus ini berkata, tujuannya menyebarkan informasi pelecehan seksual Sulthon, bukan untuk mempermalukannya secara publik.

Mengekspos pelecehan yang dilakukan dengan pola manipulasi, terangnya, bisa mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Dia menambahkan, industri musik harusnya memiliki sistem yang akuntabel untuk urusan pelecehan seksual.

“Harus ada mekanisme yang aman untuk korban melaporkan kasus tanpa takut dibungkam dan diancam. Manajemen label dan kolektif harus punya aturan yang jelas tentang kekerasan seksual, termasuk konsekuensi yang jelas untuk pelaku pelecehan,” katanya pada Magdalene.

Baca juga: Selebritis Berhak Punya Privasi, Kita Saja yang Gagal Paham

Ruang Aman

Baik Tika dan Desi berharap industri musik bisa menjadi tempat yang aman. Melihat terduga pelaku yang masih bisa membuat festival musik atau tampil di panggung-panggung besar jadi tantangan untuk pemulihan diri.

Serupa dengan Desi yang marah melihat terduga pelaku masih mendapat dukungan, Tika merasa ada perasaan mengganjal ketika Kamil memiliki banyak penggemar. Ia sempat bertanya-tanya ke diri sendiri, “Gimana aku mau ngomong apa-apa di saat orang-orang sesayang itu sama dia?”

Dia pun tak bicara tentang kasus ini, kecuali ke teman-teman dekatnya. Namun, ketika mendengar Kamil melecehkan anak di bawah umur lagi, Tika muak dan menganggap perbuatannya harus dihentikan. Di akun media sosial pribadinya, Tika menceritakan yang Kamil lakukan padanya.

“Ada yang ngasih tahu gue kalau ada korban baru tahun ini. Dari sana gue yakin ini udah beneran enggak beres,” tuturnya.

Menurut Tika, membuka kekerasan seksual di industri musik masih sulit dilakukan. Sebab, banyak pihak yang menormalisasi pelecehan dan kekerasan seksual. Seperti Desi, Tika juga merasakan diinvalidasi. Beberapa orang dengan enteng berkata, “Ya udah lah memang dia orangnya begitu.”

Padahal, membuat industri musik jadi ruang aman, menurutnya, adalah tugas semua pihak. Mulai dari manajemen, label, event organizer, musisi, hingga penggemar wajib menganggap serius pelecehan yang sudah mengakar di industri musik, bukan malah melindungi karier terduga pelaku dengan diam. 

*Redaksi mencantumkan surat lengkap dari Sdr. Ucup selaku terduga pelaku yang dikirim ke surel redaksi pada 8 Oktober 2025. Pencantumkan surat ini secara transparan menjadi bentuk komitmen kami terhadap pengakuan hak jawab Sdr. Ucup:

Dear Tim Redaksi Magdalene.co,

Sebelumnya perkenalkan saya Kiki Ucup, dan mau mengucapkan terima kasih banyak atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk melakukan wawancara langsung pada 29 September lalu bersama jurnalis Magdalene.co, Andrei Wilmar, serta atas pemuatan artikelnya di tautan berikut:

Sebagai media dengan perspektif yang inklusif, kritis, dan memberdayakan, serta yang senantiasa menampung suara dari berbagai kelompok feminis, pluralis, dan progresif, saya sangat menghargai komitmen Magdalene.co dalam mempraktikkan jurnalisme yang beragam dan berorientasi pada solusi. Namun, apabila berkenan, berdasarkan arahan yang saya terima dari Andrei Wilmar, melalui email ini saya ingin menyampaikan hak jawab saya terkait artikel yang telah dipublikasikan oleh Magdalene.co. agar isinya dapat lebih selaras dengan arah pembicaraan kami pada pertemuan kemarin, diantaranya sebagai berikut:

1. Judul Artikel: Pada bagian judul, saya merasa kalimat judul tersebut menggiring opini publik, menimbulkan persepsi yang kurang tepat dan berpotensi merugikan saya, mengingat hal ini masih berupa tuduhan dan belum ada bukti ataupun keputusan resmi dari pihak berwenang. Saya sangat menghargai apabila dapat dipertimbangkan untuk menggunakan judul yang lebih netral sampai ada kejelasan lebih lanjut, supaya pemberitaannya tetap berimbang. Dengan opsi penyesuaian yang saya ajukan sebagai berikut:

  • Isu Dugaan Pelecehan Seksual di Lingkup Industri Musik
  • Menyoroti Dugaan Kasus Pelecehan Seksual di Industri Musik

Kemudian untuk juga melakukan penyesuaian beberapa kalimat dalam artikel tersebut, seperti yang saya akan saya jelaskan di bawah ini:

•⁠ ⁠Penggunaan istilah Pelaku: Mohon kiranya istilah “pelaku” yang merujuk pada saya dalam keseluruhan artikel dapat dihapus atau disesuaikan. Istilah ini memiliki implikasi hukum yang kuat dan belum dapat digunakan sebelum adanya putusan hukum yang sah. Sebagai penyesuaiannya, saya menyarankan penyesuaian untuk penggunaan istilah yang lebih netral, seperti “Pihak Terduga” atau “Pihak Tertuduh”.

•⁠ ⁠Sub Judul Artikel: Subjudul seperti “Tanggapan Pelaku” kiranya dapat disesuaikan agar lebih netral, misalnya dilakukan penyesuaian menjadi “Tanggapan Pihak Terduga” atau “Hak Jawab”, agar konteks pemberitaan tetap objektif dan proporsional.

•⁠ ⁠Identitas dan Penyebutan Jabatan: Mohon jika memungkinkan untuk melakukan penyesuaian untuk menyamarkan nama saya dan menghilangkan detail yang dapat mengidentifikasi secara langsung (seperti penyebutan jabatan atau posisi seperti “Director Pestapora”) guna mencegah timbulnya persepsi publik yang keliru sebelum adanya kejelasan hukum.

•⁠ ⁠Penyebutan Entitas Pestapora: Saya juga ingin agar nama Pestapora tidak dibawa-bawa atau dikaitkan dalam konteks artikel ini. Karena hal ini bersifat personal yang menyangkut diri saya dan tidak ada kaitannya dengan entitas tersebut.

Sebagai tambahan, jika ingin mengutip kalimat yang saya rasa perlu ditambahkan dalam tulisan, hal ini karena ada beberapa hal yang sebelumnya sudah saya sampaikan saat wawancara, namun belum sepenuhnya tergambarkan dalam tulisan. Saya menghargai ruang yang disediakan oleh Magdalene.co untuk menghadirkan pemberitaan yang adil dan berimbang bagi semua pihak, agar informasi yang disampaikan dapat dipahami secara objektif oleh pembaca Magdalene.co, sebagai berikut:

“Saya sangat paham betapa sulitnya bagi perempuan untuk speak up soal isu sensitif seperti ini. Karena itu, setiap cerita atau informasi memang harus ditangani dengan serius, adil, dan penuh empati. Namun, penting juga buat saya sebagai seorang ayah dari anak perempuan dan suami untuk meluruskan hal ini: Tuduhan yang salah arah bukan hanya bisa melukai orang yang nggak bersalah, tapi juga berisiko bikin suara korban asli jadi diragukan. Saya terbuka untuk menjalani proses yang fair dengan cara paling nyaman buat Desi, termasuk jika ingin dibawa ke ranah hukum. Saya merasa perlu merespon karena saya percaya setiap orang berhak berjuang untuk pemulihan dari trauma dalam hidup mereka. Saya ingin berkontribusi untuk terciptanya ruang aman dengan cara yang bisa saya lakukan. Semoga kita semua terhindar dari penghakiman sepihak, dan bisa sama-sama membangun ruang yang aman, adil, dan damai.”

Terima kasih atas perhatian, waktu, dan kerja sama dari tim Magdalene.co. Saya sangat menghargai upaya teman-teman redaksi dalam menjaga keberimbangan, integritas dan akurasi pemberitaan dalam setiap publikasinya. Saya berharap penjelasan yang saya sampaikan ini dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan penyesuaian pada tulisan tersebut. Semoga langkah ini bisa menjadi upaya bersama dalam menghadirkan informasi yang objektif, berimbang, dan saling menghormati.

Salam,
Kiki Ucup

About Author

Andrei Wilmar

Andrei Wilmar bermimpi buat jadi wartawan desk metropolitan.