December 22, 2025
Issues

Listrik dan Internet Terputus: Banyak Warga yang Masih Mencari Kabar Keluarga

Banjir bandang dan longsor terjadi di tiga provinsi Sumatera. Namun, pemerintah belum menetapkan status bencana nasional sehingga akses bantuan pun terhambat.

  • November 28, 2025
  • 4 min read
  • 1977 Views
Listrik dan Internet Terputus: Banyak Warga yang Masih Mencari Kabar Keluarga

Sejak akses komunikasi dengan keluarga terputus, Diva, 26, tak bisa tidur. Ia memikirkan kondisi orang tua di Kecamatan Kualasimpang, Kabupaten Aceh Tamiang, yang terdampak banjir bandang dan longsor sejak Rabu, (26/11). Sementara adik Diva yang tinggal di Langsa, Aceh, mengabarkan bahwa air mulai naik pada Selasa, (25/11).

“Aku kalut banget, nggak bisa fokus pas kerja. Ngecek handphone terus, nyari info terbaru (soal kondisi keluarga),” cerita Diva.

Baca Juga: 7 Perusahaan Diduga Jadi Biang Keladi Bencana Ekologis di Sumatera Utara

Diva yang merantau ke Jakarta, belum mendengar kabar lagi dari adik dan orang tua, sejak Rabu dan Kamis pagi. Namun, ia melihat situasi terkini dari media sosial dan grup WhatsApp anak rantau dari Aceh Tamiang. Kondisinya, air di Kecamatan Kualasimpang sudah mencapai dua meter, atau seatap rumah. 

Melihat dokumentasi di media sosial maupun grup WhatsApp, membuat Diva khawatir orang tuanya tak mendapatkan bantuan. Banyak warga terjebak di atap rumah, dan belum terlihat proses evakuasi oleh Tim SAR (Search and Rescue).

Sebab, akses jalanan di Aceh Tamiang dari Pangkalanbrandan, Sumatera Utara—yang berbatasan langsung dengan provinsi tersebut, terputus di Langkat, Sumatera Utara. Sedangkan Jembatan Meureudu, yang menjadi jalur utama dari Banda Aceh ke Medan, juga tak bisa dilalui akibat banjir bandang.

Kekhawatiran yang sama dirasakan oleh Mila, 28. Wiraswasta yang tinggal di Medan ini berusaha menghubungi Tim SAR, supaya keluarga yang berada di Tanjung Pura, Sumatera Utara, segera dievakuasi. Namun, Tim SAR belum bisa mengevakuasi karena kurang akomodasi.

“Cuma ada satu perahu untuk menyelamatkan warga di tempat kami,” tutur Mila.

Sampai saat ini, keluarga besar Mila mengungsi di berbagai tempat: Masjid, lantai dua Sekolah Tinggi Agama Islam Jam’iyah Mahmudiyah (STAI JM), dan 17 orang di rumah panggung milik nenek Mila. Mereka termasuk lansia, anak-anak, dan ibu hamil.

Dari kabar terakhir yang diterima Mila dari adiknya pada Kamis pagi, persediaan bahan makanan semakin menipis—hanya tiga bungkus mie instan dan dua butir telur yang tersisa. Mila tak tahu bagaimana keluarganya bisa makan, ketika bantuan masih belum tersalurkan, sedangkan air semakin naik.

Sementara Ebyn Hutauruk, warga Tarutung, Sumatera Utara, juga berusaha mencari keberadaan istri dan anak di Tukka, Tapanuli Tengah, dengan berjalan kaki puluhan kilometer. Dalam video yang diunggah akun Instagram @horastapanuliutara, Ebyn menangis, mengatakan bahwa sudah dua hari tak bertemu dengan mereka.

Di tengah situasi ini, pemerintah perlu bertindak cepat. Misalnya menetapkan status bencana nasional, agar masyarakat segera menerima bantuan. Namun, sampai artikel ini ditulis, pemerintah belum mengubah status tersebut.

Baca Juga: Dari Banjir ke Banjir, Kenapa Kita Masih Gagap Hadapi Bencana?

Lambatnya Penetapan Status Bencana Nasional

Kamis, (27/11), Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menyatakan, banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat adalah darurat bencana daerah. Mengutip Tempo.co, Pratikno menambahkan, penanganan bencana cukup dilakukan masing-masing daerah.

“Ini adalah masalah kemanusiaan yang harus kita selesaikan secepat-cepatnya, semaksimal mungkin,” katanya.

Pratikno menyebutkan, penetapan status tersebut dibuat dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Menurutnya, keputusan itu diambil untuk mempermudah pengelolaan bencana, dari urusan keuangan sampai infrastruktur.

Dalam UU tersebut, darurat bencana daerah dan nasional ditentukan oleh beberapa hal: Cakupan luas wilayah yang terkena bencana, jumlah korban, dampak sosial ekonomi, kerusakan sarana dan prasarana, serta kerugian harta benda.

Namun, indikator tersebut sulit ditentukan melalui proses pendataan. Sebab, tak ada akses jalan maupun komunikasi, sehingga mobilisasi penanganan bencana terbatas dan masyarakat terisolasi. Dampaknya, pemerintah daerah sulit meminta bantuan pada pemerintah pusat, untuk meningkatkan status darurat bencana nasional—seperti regulasi yang ditetapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) lewat Pedoman Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana.

Dalam pedoman itu tertulis, status bencana nasional bisa ditetapkan apabila pemerintah provinsi daerah yang terdampak, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar dan mengevakuasi masyarakat. Dengan demikian, pemerintah provinsi harus menuliskan pernyataan resmi, didukung laporan hasil pengkajian cepat yang dilakukan oleh BNPB dan kementerian lembaga terkait.

Masalahnya, status darurat bencana daerah justru menghambat proses penanganan. Masyarakat tak bisa segera mendapat kebutuhan pokok, karena daerahnya sulit dijangkau akibat akses darat yang terputus.

Baca Juga: Kerentanan Perempuan di Tengah Bencana Banjir di Bali 

Sedangkan jika ditetapkan sebagai bencana nasional, bantuan dari luar provinsi akan lebih mudah masuk. Sebab, koordinasi pemerintah akan meluas, dan dana yang dialokasikan untuk memulihkan wilayah lebih besar. Contohnya memobilisasi tim SAR nasional, helikopter, logistik skala besar, dan bantuan lintas provinsi. Bahkan menerima bantuan internasional.

Sebagai masyarakat yang keluarganya terdampak banjir bandang dan longsor, Diva berharap agar pemerintah segera menetapkan status bencana nasional. Ia ingin pemerintah memberikan perhatian khusus, supaya bantuan logistik bisa diberikan, listrik dan sinyal kembali menyala, sehingga keluarganya bisa dihubungi.

Desakan ini bahkan juga datang dari anggota DPR RI M. Nasir Djamil. Ia meminta agar Presiden Prabowo Subianto menetapkan status bencana nasional, karena telah menelan korban jiwa dan menyebabkan berbagai kerugian.

“Jika tidak segera ditetapkan sebagai bencana nasional, saya khawatir jumlah korban akan terus bertambah,” ucap Nasir dilansir dari Kompas.com.

About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.