December 17, 2025
Environment Issues Politics & Society

Alam Sumatera Hancur di Sana, Aktivis Diburu di Sini 

Di tengah banjir dan longsor Sumatera, dua aktivis lingkungan yang mendampingi korban justru ditangkap polisi dengan pasal ujaran kebencian dan penghasutan.

  • December 4, 2025
  • 3 min read
  • 1402 Views
Alam Sumatera Hancur di Sana, Aktivis Diburu di Sini 

Bencana banjir dan longsor di Sumatera masih berlangsung sejak (24/11) hingga hari ini. Di tengah kondisi tersebut, perhatian publik justru teralih pada penangkapan dua aktivis lingkungan oleh Polrestabes Semarang: Adetya Pramandira atau Dera dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur, dan Fathul Munif dari Aksi Kamisan

Keduanya ditangkap setelah melaporkan dugaan perusakan lingkungan dan ancaman ruang hidup petani Sumberrejo, Jepara, kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Laporan tersebut mempersoalkan aktivitas salah satu perusahaan tambang di daerah itu. 

Baca Juga: Penculikan hingga Manipulasi Hukum: Praktik Kusut Polisi dalam Perburuan Aktivis  

Polisi menjerat Dera dan Munif dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait ujaran kebencian serta Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghasutan, terkait demonstrasi yang berlangsung pada Agustus 2025. 

Langkah ini menuai respons kritis dari kelompok masyarakat sipil. Greenpeace Indonesia menyatakan suara aktivis lingkungan berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mendorong akuntabilitas korporasi. 

“Mereka (aktivis lingkungan) berdiri di garis depan melawan korporasi yang hanya mementingkan keuntungan semata,” tulis Greenpeace Indonesia melalui akun Instagram (3/12). 

Manajer Hukum dan Pembelaan Walhi, Teo Reffelsen, juga menyoroti proses penangkapan tersebut. Ia menyebut penahanan Dera dan Munif sebagai bentuk pembungkaman terhadap aktivis pro-demokrasi. Menurutnya, keduanya tidak pernah dipanggil sebagai saksi sebelumnya dan tuduhan yang disematkan tidak memiliki dasar kuat. 

Teo mengutip laporan Tim Hukum Suara Aksi yang mendampingi Dera dan Munif di kantor kepolisian, yang menyatakan tidak menemukan bukti atau unsur tindak pidana pada keduanya. 

Baca Juga: Sejumlah Aktivis Ditangkap, Puluhan Orang Masih Hilang: Kebebasan Sipil Terancam 

“Pemidanaan yang dipaksakan atau kriminalisasi terhadap keduanya juga menunjukan polisi tidak serius memenuhi tuntutan reformasi di dalam institusi. Preseden ini buruk, semakin mempertegas rezim ini menggunakan hukum secara represif kepada mereka yang bersuara kritis,” ujarnya, dikutip dari situs resmi WALHI

Saat dijenguk Tim Advokasi Suara Aksi, Munif menyampaikan dirinya dalam kondisi baik. Ia menitip pesan solidaritas bagi rekan-rekan aktivis lain. Dalam surat yang ditulis dari ruang tahanan, ia menyebut bertemu sejumlah aktivis lain, termasuk Jovan, yang disebut tidak mendapatkan pendampingan hukum. 

“Saya berharap dukungan dan solidaritas teman-teman soal ini untuk mendampingi Jovan. Untuk Jovan dan semua tahanan politik di Indonesia, Hidup Rakyat,” tulisnya dalam surat yang diunggah Lembaga Bantuan Hukum Semarang pada (30/11). 

Dukungan terhadap Dera dan Munif datang dari berbagai organisasi masyarakat sipil. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) turut mengecam penangkapan tersebut dan menyerukan pembebasan keduanya. 

“Bebaskan kawan kami, Dera dan Munif ditangkap sewenang-wenang oleh Polrestabes Semarang,” tulis SAFENet (28/11). 

Walhi menyebut tindakan Polrestabes Semarang bertentangan dengan Perintah Kapolri (Perkap) Nomor ST/2422/REN.22/2025 yang melarang kriminalisasi, rekayasa kasus, hingga upaya mencari-cari kesalahan untuk menjerat pihak tertentu. Perintah tersebut menegaskan proses penegakan hukum harus berbasis alat bukti sah. 

Baca Juga: Ramai-ramai Penangkapan Demonstran: Wajah Penegakan Hukum yang Serampangan dan Anti-Kritik 

Penangkapan ini juga dinilai tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 119/PUU-XXIII/2025 yang menegaskan perlindungan terhadap aktivis lingkungan dari tindakan pembalasan melalui pemidanaan atau upaya hukum lain. 

“Perlindungan ini dimaksudkan untuk mencegah tindakan pembalasan melalui pemidanaan, gugatan perdata atau upaya hukum lainnya,” bunyi putusan MK sebagaimana dikutip dari situs resmi lembaga itu (4/12). 

Walhi mendesak Presiden Prabowo untuk membebaskan tahanan politik, termasuk Dera dan Munif. Organisasi itu juga meminta Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Ombudsman RI untuk mendorong pembebasan serta penghentian proses hukum terhadap keduanya. 

Hingga artikel ini ditulis, Dera dan Munif masih menjalani pemeriksaan dan belum dibebaskan. 

About Author

Ahmad Khudori

Ahmad Khudori adalah seorang anak muda penyuka kelucuan orang lain, biar terpapar lucu.