Issues Politics & Society

Penjurusan SMA Dihapus, ini Tantangan yang Harus Dihadapi

Anak SMA nanti dibebaskan memilih belajar sesuai minatnya, tanpa dikotak-kotakkan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.

Avatar
  • August 6, 2024
  • 3 min read
  • 405 Views
Penjurusan SMA Dihapus, ini Tantangan yang Harus Dihadapi

Baru-baru ini linimasa kita dihebohkan oleh kabar penghapusan jurusan di sekolah menengah atas (SMA) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Terhitung mulai tahun ajaran 2024/2025, tak ada lagi jurusan IPA, IPS, dan bahasa. Selain diklaim menghilangkan diskriminasi dan stigma, sistem ini bisa membuat pengajaran yang lebih tepat sasaran.

Keputusan ini merupakan bagian dari penerapan Kurikulum Merdeka yang sekarang menjadi kurikulum nasional. Kurikulum Merdeka menawarkan berbagai pilihan pembelajaran intrakurikuler dengan konten yang dioptimalkan dan memberikan siswa waktu yang cukup untuk mendalami konsep dan memperkuat kompetensi mereka.

 

 

Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo menjelaskan, siswa akan mendapatkan berbagai manfaat dari penghapusan jurusan ini. Misalnya, seorang siswa yang tertarik pada bidang IPA dan berencana melanjutkan studi ke program teknik sekarang dapat memilih untuk menghabiskan jam pelajaran mereka pada Matematika tingkat lanjut dan Fisika tanpa harus mengambil Biologi.

Lalu, persiapan seperti apa yang dibutuhkan pemerintah untuk memastikan implementasi kebijakan ini berjalan mulus?

Baca juga: Pengalamanku Sebagai Perempuan yang ‘Ditempa’ Kurikulum Kita

Dalam episode SuarAkademia terbaru, The Conversation Indonesia berdiskusi dengan Wendi Wijarwadi, PhD Candidate dari University of New South Wales, Australia.

Wendi mengatakan kebijakan ini merupakan modifikasi dari Kurikulum Merdeka yang berjalan. “Sistem penjurusan ini sebenarnya sudah eksis lama sejak 1950. Modelnya mirip dengan sekarang, cuma penamaannya yang berbeda dan dimodifikasi. Bahkan dulu lintas minat juga sudah ada. Menariknya sekarang, ada terobosan dengan membongkar sistem penjurusan dan diganti dengan sistem peminatan,” ungkapnya.

Sistem ini membuat pengajaran jadi lebih fleksibel dan memungkinkan siswa untuk memilih mata pelajaran berdasarkan minat, bakat, dan kemampuan belajar mereka. “Selain lebih fleksibel, pembelajaran diselenggarakan sesuai konteks, bakat, dan minat anak. Peserta didik juga bisa bertanggung jawab pada pilihannya, jadi lebih ada ownership,” tuturnya lagi.

Sistem ini sendiri pada akhirnya memerlukan keterlibatan dan kolaborasi aktif antara orang tua dan guru serta manajemen sumber daya. Lebih detail, guru yang berkualitas bisa membimbing murid agar mendapatkan hasil yang optimal. Sementara, peran orang tua mengarahkan peserta didik untuk pemilihan pelajaran yang diambil. Lalu, sekolah lewat fasilitasnya, mengakomodasi kepentingan seluruh siswa.

Baca Juga: Pendidikan Perempuan untuk Siapa?

Wendi juga menekankan pentingnya keberlangsungan dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan. Berkaca dari pengalaman yang pernah terjadi, pergantian kurikulum sering terjadi ketika pemerintah memasuki masa pergantian kekuasaan.

Karena itu, Wendi menegaskan, kurikulum pendidikan di Indonesia perlu direncanakan dengan orientasi jangka panjang agar tidak membingungkan pelaksana pendidikan, orang tua, hingga murid.

“Ada beberapa tantangan penerapan kurikulum ini. Di antaranya kan mengubah mindset/ paradigma yang dulunya dikotak-kotakkan berdasarkan jurusan, kini dibongkar. Lalu tantangan dari sekolah adalah memastikan siswa bisa memilih minat dan bakat yang sesuai, entah lewat asesmen, observasi, bimbingan, atau apa. Pendidikan dan ketersediaan guru juga harus benar-benar disiapkan,” ujarnya.

Simak episode lengkapnya hanya di SuarAkademia—ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Muammar Syarif, Podcast Producer, The Conversation.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.



#waveforequality


Avatar
About Author

Muammar Syarif

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *