Issues Politics & Society

Pasca-Penembakan Trump: Siapa Tersangka, Genosida di Gaza, Sampai Pengunduran Diri Joe Biden

Seminggu setelah Trump ditembak, drama Pilpres AS 2021 makin panas.

Avatar
  • July 20, 2024
  • 6 min read
  • 638 Views
Pasca-Penembakan Trump: Siapa Tersangka, Genosida di Gaza, Sampai Pengunduran Diri Joe Biden

Seminggu terakhir, penembakan pada Presiden ke-45 Amerika Serikat (AS), Donald Trump menarik perhatian global. Percobaan pembunuhan itu terjadi di kampanye Trump di Pennsylvania, AS. Ia kembali mencalonkan diri untuk putaran pemilihan Presiden AS kali ini.

Trump selamat karena tembakan itu meleset dan melukai telinga kanannya. Trump langsung dilarikan ke rumah sakit. Namun jurnalis foto Evan Rucci berhasil menangkap foto Trump yang sempat mengepalkan tangan ke udara saat ia dikerubungi Secret Service (Paspampres) yang sibuk ingin menyelamatkan sang calon presiden dari Partai Republik. Foto itu kemudian viral dan ramai dibagikan pendukung Trump untuk menyampaikan kutukan pada peristiwa tersebut.

 

 

Seperti dilansir dari Reuters, Ronny Jackson selaku dokter Gedung Putih, mengatakan Trump sudah pulih pada Minggu, 21 Juli kemarin. Namun, Trump memang sempat mengalami pendarahan berkala dan tetap dalam pemeriksaan untuk beberapa hari.

“Awalnya terjadi pendarahan hebat, diikuti pembengkakan yang nyata di seluruh bagian atas telinga. Pembengkakan tersebut telah hilang, dan lukanya mulai mengeras dan sembuh dengan baik,” kata Jackson, 21 Juli 2024.

Dalam seminggu ini pula, banyak yang terjadi setelah penembakan Trump. Ia resmi terpilih jadi kandidat dari Partai Republik, seorang tersangka ditangkap tapi motifnya masih ditelusuri FBI, lalu pagi ini (22/7), Presiden Joe Biden yang diunggulkan Partai Demokrat dan diperkirakan jadi satu-satunya lawan Trump, memutuskan mundur dari pertarungan merebut kursi Presiden AS.

Berikut fakta-fakta yang perlu kita tahu setelah peristiwa penembakan Trump.

Baca juga: AI Semakin Populer di Pilpres 2024, Apa Dampaknya di Masa Depan?

1. Bukan Percobaan Pembunuhan Presiden AS Pertama

Percobaan pembunuhan Trump bukan yang pertama. Peristiwa kemarin menambah daftar percobaan pembunuhan terhadap presiden atau mantan presiden AS. Dari total 46 presiden dan mantan presiden (termasuk Trump), ada delapan yang lolos dari maut. Sementara empat lainnya, tewas.

Mereka yang selamat adalah presiden ke-7 Andrew Jackson, presiden ke-26 Theodore Roosevelt, presiden ke-32 Franklin Roosevelt, presiden ke-33 Harry Truman, presiden ke-38 Gerald Ford, presiden ke-40 Ronald Reagan, presiden ke-43 George W Bush, dan yang terakhir Donald Trump.

Sementara yang tewas adalah presiden ke-16 Abraham Lincoln, presiden ke-20 James Garfield, presiden ke-25 William McKinley, presiden ke-35 John F Kennedy.

Tak semua percobaan pembunuhan itu dilakukan dengan penembakan, seperti yang terjadi pada Bush, 2005 silam. Seorang pria bernama Vladimir Arutyunian melemparkan granat ke podium Bush saat ia sedang berpidato. Bom itu tidak meledak, dan tidak ada yang terluka. Namun Arutyunian dipenjara seumur hidup.

2. Tersangka Thomas Matthew Crooks, Pemuda 20 Tahun Ditangkap

Upaya pembunuhan itu memang tidak berhasil merenggut nyawa Trump. Namun, beberapa tembakan yang dilayangkan saat Trump di atas podium ternyata mengenai penonton. Satu orang meninggal, dan dua orang terluka.

Segera usai penembakan, seorang pemuda usia 20 tahun ditembak mati Secret Service. Ia bernama Thomas Matthew Crooks. Dilansir dari BBC, Crooks berasal dari kota kecil Bethel Park, Pennsylvania. Saat kejadian, ia diketahui tidak membawa identitasnya sehingga pihak berwenang sempat kesulitan mengidentifikasi. 

Menurut penyelidikan FBI, ada kemungkinan Crooks diduga bertindak atas keinginan sendiri. “FBI terus melakukan penyelidikan logis untuk menentukan apakah ada konspirator yang terlibat dengan serangan ini. Saat ini, tidak ada masalah keselamatan publik,” kata sumber FBI dikutip dari Time, Senin (15/7).

Dalam laporan media di AS, Crooks digambarkan sebagai pribadi penyendiri dan korban bully di sekolahnya. Sejauh ini, penyelidikan FBI masih belum menemukan alasan utama Crooks melakukan penembakan. Dari daftar riwayat pencarian di internet Crooks, ia sempat mencari informasi tentang pelaku penembakan massal lain yang menembak dan menewaskan empat teman sekelasnya di sebuah sekolah menengah di Michigan pada 2021 lalu. Di bagasi mobilnya juga ditemukan sejumlah alat peledak yang belum diketahui akan dipakai untuk meledakan diri sendiri atau diledakan di keramaian.

Dugaan sementara FBI, Crooks adalah pelaku penembakan massal yang ingin mencari perhatian. Dari catatan CNN, Crooks ternyata terdaftar sebagai pemilih dari Partai Republik, tapi beberapa kali tercatat menyumbang untuk grup-grup yang politiknya condong ke Partai Demokrat.

Baca juga: Jokowisme, Trumpisme, dan Dinasti Politik: Nafsu Kekuasaan yang Kikis Demokrasi

3. Membuka Debat tentang Reformasi Aturan Penggunaan Senjata Api di AS

Percobaan pembunuhan terhadap Trump digunakan para pendukungnya untuk melempar simpati sekaligus menambang dukungan untuk sang calon presiden. Dukungan itu membanjiri X dan media-media pendukung Partai Republik di AS. Namun, peristiwa bersejarah ini juga membuka diskursus lama tentang reformasi aturan senjata api di AS. Arus pembicaraan ini datang utamanya dari orang-orang yang tidak mendukung Trump sebagai calon presiden dan tidak menyukai kebijakannya saat menjadi presiden.

“Supaya jelas, (peristiwa) ini adalah hasil dari kebijakan yang diloloskan laki-laki ini. Saya penasaran, apa dia masih berpikir kalau (penggunaan) senjata api adalah masalah sekarang,” kata aktivis LGBT dan HAM, Matt Bernstein di Instagramnya.

Penggunaan senjata api di AS sendiri telah lama diperdebatkan karena tingginya angka penembakan massal yang dilakukan orang sipil karena boleh membeli senjata. Termasuk penembakan di sekolah-sekolah di AS. Dari catatan The Guardian, memperketat aturan penggunaan senjata api selalu muncul setelah upaya pembunuhan Presiden AS terjadi.

Misalnya, pada 1994, Presiden Bill Clinton menyetujui Federal Assault Weapons Ban yang disetujui bipartisan (Republik dan Demokrat), termasuk Presiden Ronald Reagan yang sempat jadi korban percobaan pembunuhan tahun sebelumnya.

Namun, aturan itu hanya dibuat untuk sepuluh tahun. Aturan tersebut kedaluwarsa pada 2004 dengan persetujuan Partai Republik. Mereka juga dikenal yang paling keras menentang aturan memperketat penggunaan senjata di AS hingga sekarang.

Setelah penembakan Trump, Partai Republik yang makin dikritik untuk setuju pada reformasi penggunaan senjata api, malah ingin fokus pada “keamanan”. 

4. Trump Resmi Jadi Kandidat Republik, Joe Biden Mundur dan Meng-endorse Kamala Harris

Tiga hari setelah penembakan yang menyasarnya, Trump resmi menerima nominasi dirinya sebagai kandidat calon presiden dari Partai Republik pada 17 Juli 2024. Pengumuman resmi itu dilakukan di rapat umum Republik di Nevada. 

“Saya mencalonkan diri sebagai presiden untuk seluruh Amerika, bukan setengah dari Amerika, karena tidak ada kemenangan hanya dengan memenangkan (suara) separuh warga Amerika,” kata Trump dalam pidatonya. Pencalonan itu diyakini akan jadi kemenangan besar Republik yang dalam beberapa survei yakin Trump bisa mengalahkan Joe Biden, Presiden AS saat ini yang diperkirakan akan jadi lawan tunggal Trump dalam Pemilu AS 2024.

Namun, pagi ini (22/7), Presiden Biden justru mengumumkan di akun X, pengunduran dirinya sebagai calon dari Partai Demokrat. Ia justru mendukung partai mereka untuk mengusung Kamala Harris, Wakil Presiden AS saat ini untuk jadi kandidat di pertarungan Pemilu kali ini.

Baca juga: Dari AHY hingga Kaesang: Politikus Muda Didominasi Dinasti Politik, Kaderisasi Partai Gagal?

5. Penembakan Trump Harusnya Mengingatkan Kita pada Genosida di Gaza

Penembakan Trump juga kembali jadi kritik pada AS sebagai salah satu pendukung terbesar Israel yang sedang melakukan genosida di Gaza, Palestina. Meme tentang kekisruhan dan perhatian dunia yang mendadak tertuju ke Trump ramai muncul di media sosial. Salah satunya mengingatkan tentang ketidakadilan sorotan media, terutama media Barat, yang mendadak terfokus pada Trump saat ia gagal tewas, sementara ada ratusan ribu orang dan anak-anak tewas di Gaza.

Pada waktu hampir bersamaan dengan peristiwa penembakan Trump, Israel dilaporkan kembali menggempur besar-besaran Gaza. Perwakilan Gaza Civil Defense Mahmoud Basal, seperti dilansir dari Palestinian Youth Movement, menyebut minggu tersebut adalah minggu dengan total kematian terbanyak di Gaza setelah serangan 7 Oktober.

“Di antara pembantaian yang tidak banyak dilaporkan (media) adalah penargetan sekolah Al-Razi di Kamp Nuseirat yang mengakibatkan 23 orang syahid dan 73 orang luka-luka, banyak yang kritis, serta pembantaian di dekat stasiun Al-Attar di Khan Younes yang mengakibatkan 17 orang syahid dan 26 orang luka parah,” tulis Palestinian Youth Movement.



#waveforequality


Avatar
About Author

Aulia Adam

Aulia Adam adalah penulis, editor, produser yang terlibat jurnalisme sejak 2013. Ia menggemari pemikiran Ursula Kroeber Le Guin, Angela Davis, Zoe Baker, dan Intan Paramaditha.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *