December 16, 2025
Issues

16 HAKTP: Perempuan Mahardika Beri Rapor Merah, Tuntut Kerja Layak dan Bebas Kekerasan kepada Prabowo–Gibran

Perempuan Mahardika menyoroti ketimpangan kerja, kekerasan terhadap perempuan, serta PHK terhadap aktivis buruh di aksi 16 HAKTP hari ini.

  • November 25, 2025
  • 3 min read
  • 555 Views
16 HAKTP: Perempuan Mahardika Beri Rapor Merah, Tuntut Kerja Layak dan Bebas Kekerasan kepada Prabowo–Gibran

Sejak pagi, Rika Setiawati, 22, telah bersiap mengikuti aksi memperingati 16Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP) di depan Istana Negara, Jakarta (25/11). Ia membawa keresahan sebagai perempuan muda yang kesulitan mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah.

“Aku ikut aksi ini karena ada konsen pribadi. Jadi ini salah satu temanya kan, hak-hak pekerja. Aku sendiri juga merupakan pekerjaan. Usia aku 20-an, udah lulus kuliah. Dan aku merasakan sendiri sih, sulitnya dapet pekerjaan,” ujarnya kepada Magdalene.

Rika menceritakan,  ia pernah tak mendapat haknya saat bekerja di tempat kerja lama. “BPJS Kesehatan enggak ada, hak-hak cuti juga tidak diberikan,” imbuhnya..

Karena itu baginya, seruan “kerja layak” dalam aksi 16 HAKTP sangat relevan dengan pengalaman pribadi.

Aksi menuntut kerja layak dan bebas dari kekerasan itu digelar serentak di Jakarta, Samarinda, Palu, dan Manokwari pada (25/11).

Baca juga: Cerita dari Bilik Bunga Tanjung: Pendampingan Kekerasan Satu Pintu

Ketimpangan Kerja

Ketua Perempuan Mahardika, Mutiara Ika, mengatakan aksi digelar untuk menunjukkan berulangnya ketimpangan kerja dan kekerasan terhadap perempuan, khususnya di pabrik-pabrik.

“Situasi hari ini, perempuan bekerja dengan sangat tidak layak. Sekitar lebih dari 50 persen sektor kerja informal itu gender mereka adalah perempuan. Data-data juga menunjukkan perempuan itu banyak sekali terlempar ke sektor kerja yang diinformalkan,” katanya pada Magdalene.

Ika menuturkan, kondisi perempuan yang diinformalkan membuat mereka semakin tidak terlindungi dan semakin tergerus hak-haknya. Dalam konteks dunia kerja, katanya, perburuan aktivis dan penyempitan ruang demokrasi terjadi begitu masif. Ia menyebut perusahaan menggunakan pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk menyasar inisiator pemogokan atau aktivis serikat buruh.

“Di Bekasi 23 pengurus dan anggota serikat di PHK sepihak tanpa peringatan dan tanpa kompensasi. PHK menyasar aktivis dan memberantas hak kebasan berserikat atau union bosting,” ujarnya.

Dalam aksi 16 HAKTP ini, Perempuan Mahardika memberikan kartu merah kepada rezim Prabowo–Gibran karena dianggap gagal menciptakan kerja layak dan mempersempit ruang demokrasi bagi aktivis perempuan.

Ika lalu mengingatkan publik pada kasus Marsinah, buruh perempuan yang dibunuh karena memperjuangkan hak-haknya.

“Marsinah, seorang buruh perempuan yang kemudian memperjuangkan hak-haknya di tempat kerja dan kemudian mendapatkan ancaman hingga kemudian dia dibunuh dengan salah satu metodenya adalah perkosaan,” ungkapnya.

Data sinergi Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pada Januari–Desember 2024 menunjukkan 35.533 kasus kekerasan terhadap perempuan, meningkat 2,4 persen dari tahun sebelumnya. Kasus pembunuhan perempuan berbasis gender tercatat 290 kasus.

Baca juga: Kasus KBGO Masih Marak, Bukti Platform Medsos Belum Jadi Ruang Aman

“Marsinah adalah simbol perlawanan atas nasib kekerasan dan tuntutan hidup layak. Kami tidak diam, kami ingin menunjukkan bahwa kami tidak diam dan kami tidak mau kekerasan terhadap perempuan ini terus berulang,” ujarnya.

Perempuan Mahardika menegaskan aksi mereka berangkat dari permasalahan nyata yang dihadapi perempuan di dunia kerja, dan mendesak pemerintah Prabowo–Gibran untuk menghentikan kekerasan di tempat kerja, menciptakan lapangan kerja dan kerja layak sebagai hak fundamental, serta menjamin keamanan dan ruang demokrasi melalui perlindungan terhadap aksi, protes, dan mogok kerja.

About Author

Ahmad Khudori

Ahmad Khudori adalah seorang anak muda penyuka kelucuan orang lain, biar terpapar lucu.