December 18, 2025
Issues Politics & Society

Yang Perlu Kamu Tahu Soal Sidang Perdana Tahanan Politik Laras Faizati

Usai ditahan pada awal September 2025, Laras kini menjalani proses persidangannya. Berikut fakta yang perlu kamu tahu seputar sidang pertama tahanan politik perempuan, Laras Faizati.

  • November 6, 2025
  • 3 min read
  • 1483 Views
Yang Perlu Kamu Tahu Soal Sidang Perdana Tahanan Politik Laras Faizati

Usai dilimpahkan jadi tahanan kejaksaan Jumat (21/10) lalu, Laras Faizati, 26, tahanan politik perempuan, memulai sidang pertamanya. Melansir siaran pers Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Jakarta, Laras melangsungkan sidang tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada (5/10) 2025.

Sebelumnya Laras sendiri merupakan perempuan yang ditahan pasca demonstrasi akhir Agustus 2025 lalu. Dikutip dari detik.com, Laras ditetapkan sebagai tersangka atas hasutan membakar gedung Markas Besar (Mabes) Polri saat aksi unjuk rasa dilakukan. Sejak (2/9) Laras sudah ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri, Jakarta. Akun Instagram milik Laras juga turut disebut sebagai barang bukti dalam kasus ini. 

Baca juga: Ironi di Hari Sumpah Pemuda: Sejarahnya Dirayakan, tapi Anak Mudanya Ditahan

Empat Dakwaan terhadap Laras

Dari catatan LBH APIK, Jaksa Penuntut Umum (JPU) setidaknya membacakan empat dakwaan terhadap Laras. Dakwaan ini antara lain perbuatan terdakwa Laras telah melanggar Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (2) UU ITE sebagaimana diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2024, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, dan juga Pasal 161 ayat (1) KUHP tentang penghasutan. 

Seluruh tuduhan resmi ini berasal dari beberapa story Instagram yang Laras unggah di akun Instagram pribadinya. Laras didakwa telah menyebarkan ujaran yang menghasut orang lain untuk melakukan kekerasan terhadap gedung instansi pemerintah, yakni gedung Mabes Polri.

Baca juga: Penculikan hingga Manipulasi Hukum: Praktik Kusut Polisi dalam Perburuan Aktivis

Kuasa Hukum Mengajukan Keberatan

Atas dakwaan ini, tim pengacara LBH APIK Jakarta, selaku kuasa hukum Laras, mengajukan keberatan atau eksepsi. Tangkisan dari pihak terdakwa ini diajukan lantaran tim kuasa hukum menilai seluruh dakwaan bersifat obscuur libel atau tidak jelas. Penilaian ini didasarkan pada ketidaksinambungan antara uraian perbuatan, konstruksi hukum, dan kaitannya dengan unsur pasal-pasal yang digunakan. 

Lebih lanjut soal eksepsi, LBH APIK Jakarta menyebut bahwa surat dakwaan terhadap Laras tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Hal ini terjadi lantaran tidak ada penjelasan konkret perihal unsur ‘niat’ dan ‘akibat’ dari tindakan yang dituduhkan terhadap Laras. 

Selain itu eksepsi juga diajukan karena LBH APIK Jakarta menilai dasar dakwaan tidak memenuhi syarat untuk diajukan ke pengadilan umum. Dakwaan tidak menjelaskan secara tepat perbuatan yang dimaksud, sehingga membingungkan Terdakwa dan merugikan haknya untuk membela diri sebagaimana dijamin oleh KUHAP dan prinsip peradilan yang adil (fair trial).

Baca juga: Yang Kita Tahu Sejauh ini tentang Sidang Praperadilan Delpedro Cs

Desakan untuk Keadilan Laras

Berdasarkan persidangan pertama ini, LBH APIK Jakarta mendorong masyarakat sipil dan organisasi perempuan untuk terus mengawal proses hukum Laras. Said Niam, perwakilan tim kuasa hukum Laras, menyebut kasus Laras mencerminkan bagaimana tren kriminalisasi terhadap perempuan dan masyarakat sipil lewat media digital meningkat. Instrumen hukum seperti Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak semestinya dijadikan alat kriminalisasi.

“Negara seharusnya melindungi mereka yang menyuarakan kebenaran dan keadilan, bukan malah menghukum,” terang Said lewat siaran pers LBH APIK Jakarta (6/11). 

Teruntuk Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta, tim kuasa hukum mendesak untuk menolak seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum karena tidak memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kepada Kejaksaan Agung, tim kuasa hukum mendesak penyelenggaraan evaluasi terhadap penggunaan pasal-pasal karet dalam UU ITE dan KUHP, yang masih digunakan sebagai alat untuk membungkam kebebasan berekspresi

About Author

Syifa Maulida

Syifa adalah lulusan Psikologi dan Kajian Gender UI yang punya ketertarikan pada isu gender dan kesehatan mental. Suka ngopi terutama iced coffee latte (tanpa gula).