Issues

Dari Jerman hingga Indonesia: Negara yang Minta Maaf atas Pelanggaran HAM Berat

Sekadar meminta maaf saja memang tak cukup, tapi ini langkah maju untuk mendorong proses penegakan hukum berikutnya.

Avatar
  • January 26, 2023
  • 7 min read
  • 609 Views
Dari Jerman hingga Indonesia: Negara yang Minta Maaf atas Pelanggaran HAM Berat

Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Kita pasti pernah melakukan kesalahan baik sekarang maupun di masa lalu. Tapi terkadang mengakui kesalahan dan meminta maaf itu sangat sulit dilakukan. Dari orang awam hingga pejabat negara selalu sulit untuk mengatakan kata maaf tersebut.

Menurut psikoterapis dari Amerika Serikat Dr. Robi Ludwig, meminta maaf bisa membuat orang-orang merasa rentan, atau merasa kalau mereka sedang terancam akan kehilangan kekuatan dan kedudukan yang sedang dipegang. Untuk itu bagi rakyat biasa meminta maaf saja sudah sulit, bagaimana dengan pemimpin negara-negara di dunia.

 

 

Tapi sebagai pemimpin kita juga perlu mempertimbangkan permintaan maaf ini dengan melihat dari segala aspek. Akademisi Barbara Kellerman dari Harvard Kennedy School mengatakan bahwa permintaan maaf seorang pemimpin adalah pertunjukan di mana setiap ekspresi yang disampaikan dan setiap kata yang diucapkan pemimpin ini akan menjadi bagian dari catatan publik yang perlu dilihat.

Barbara Kellerman menambahkan permintaan maaf seorang pemimpin secara terbuka memang akan menimbulkan banyak resiko tinggi untuk mereka sendiri dan masyarakat yang mereka wakili. Kesiapan sangat diperlukan dalam hal ini. Permintaan maaf yang berhasil dapat mengubah permusuhan menjadi pertemanan yang baik bagi pemimpin dan negara yang mereka tempati.

Apalagi untuk permintaan maaf atas pelanggaran berat seperti kekerasan dalam hak asasi manusia. Memang sangat penting untuk dilakukan. Mayoritas korban HAM ini hanya ingin permintaan maaf yang tulus dari para pemimpin. Biasanya mereka tidak menuntut apapun dari pemerintah karena pemimpin negara yang terus berganti. Mereka hanya ingin permintaan maaf ini bisa meringankan sedikit perasaan mereka yang terluka akibat kejadian tersebut.

Ada beberapa pemimpin dunia yang sudah melakukan permintaan maaf di depan publik untuk kasus pelanggaran HAM berat ini. Di antaranya yang terbaru ada Presiden Jokowi yang meminta maaf kepada korban dan mengakui adanya dua belas pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia.

Baca juga: Riset: Wajah Ketimpangan Indonesia Warisan Zaman Kolonial Belanda

1.     Presiden Jokowi yang Meminta Maaf Atas Dua Belas Kasus Pelanggaran HAM Berat di Indonesia

Seperti yang dilansir oleh CNN Indonesia, pada (11/1) yang lalu, Presiden Indonesia Joko Widodo meminta maaf di hadapan publik dan didampingi oleh Menteri Polhukam Mahfud MD menyampaikan permintaan maafnya untuk dua belas kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tingkat berat.

Ada dua belas kasus yang disebutkan, Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan misterius pada 1982-195, Peristiwa Talangsari di Lampung pada 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada 1989, Peristiwa Penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II pada 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan dukun santet pada 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA di Aceh pada 1999, Peristiwa Wasior di Papua pada 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua pada 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada 2003.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Saya bersungguh-sungguh agar pelanggaran HAM berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang”, ujar Jokowi saat konferensi pers di Istana Merdeka.

Sebenarnya permintaan maaf khususnya untuk kasus 1965 sudah pernah dilakukan oleh Gus Dur ketika dia masih menjabat sebagai Presiden Indonesia. Ia meminta maaf karena telah terjadi peristiwa tersebut. Sebagai tokoh senior NU, seperti yang diungkapkan oleh Kompas, permintaan maaf Gus Dur ini dibilang berbahaya. Karena akan membuka lagi jalan komunis dan menimbulkan ketegangan yang baru.

Namun nyatanya baik permintaan maaf Gus Dur maupun Jokowi bisa dibilang baik walaupun agak terlambat. Terlambat karena semestinya hal ini sudah dilakukan bertahun-tahun yang lalu ketika peristiwa ini terjadi. Meskipun begitu langkah ini perlu juga diapresiasi sebagai langkah baru untuk pemimpin Indonesia di masa mendatang.

Baca juga: Agar Pengakuan Pelanggaran HAM Berat Tidak Jadi Gula-gula Politik 

2.       Belanda yang Meminta Maaf Kembali

Sudah menjadi suatu fakta kelam bahwa kita dulu Indonesia pernah dijajah oleh negara Belanda selama 350 tahun. Awalnya ketika datang ke Indonesia, pihak Belanda hanya ingin mencari rempah-rempah saja. Tapi setelah melihat potensi besar rempah-rempah yang dimiliki oleh Indonesia, mereka pun dengan serakah bertekad untuk menguasai Indonesia. Belanda pun mampu mengusir saingannya seperti Portugis, Spanyol dan Inggris yang sudah lebih dulu sampai.

Nyatanya Belanda tidak hanya menjajah Indonesia, ada banyak negara yang juga dia jajah. Banyak sekali negara di Amerika Selatan dan Karibia yang menjadi korban dalam perbudakan dan pelanggaran HAM berat oleh Belanda di masa dulu.

Atas dasar hal ini, seperti yang dikutip dari CNBC Indonesia, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengajukan permintaan maaf resmi atas nama negara Belanda untuk negara-negara yang pernah menjadi jajahan perdagangan budak di masa lampau. Di dalamnya termasuk tujuh belas koloni Negara Belanda di Amerika Selatan dan Karibia.

“Memang benar tidak ada yang hidup hari ini yang menanggung kesalahan pribadi atas perbudakan. Tetapi negara Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan luar biasa dari mereka yang diperbudak, dan keturunan mereka. Hari ini, atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu”, berdasarkan pidato yang disampaikan oleh Perdana Menteri Mark Rutte di arsip nasional Den Haag, Belanda.

Selain meminta maaf atas perdagangan budak ini, Mark Rutte juga pernah menyampaikan permintaan maaf kepada Indonesia (17/1/2022) yang lalu. Atas aksi kekerasan yang kejam selama periode perang kemerdekaan. Hal ini diberitakan oleh Kompas, ketika itu Mark Rutte membaca penelitian mengenai kekerasan yang dilakukan oleh Belanda selama zaman kolonial.

Kompas juga menyebutkan sebelum Mark Rutte, Raja Belanda Willem Alexander juga menyampaikan permintaan maafnya secara resmi kepada Indonesia melalui Presiden Joko Widodo. Raja Willem menyesali aksi kekerasan yang banyak merenggut korban jiwa ketika setelah diumumkannya Proklamasi ketika Indonesia merdeka di tahun setelah 1945.

3.       Belum Ada Permintaan Maaf dari Jepang ke Indonesia

Setelah Belanda kalah dalam perang dunia kedua, mereka pun tidak lagi menjajah Indonesia. Tapi kondisi yang sebentar itu kemudian digantikan oleh Jepang yang memasuki wilayah Indonesia pada tahun 1942. Indonesia pun dijajah oleh Jepang selama tiga setengah tahun Agustus 1945.

Mayoritas orang yang pernah merasakan dijajah oleh Belanda dan Jepang mengatakan penjajahan Jepang lebih kejam. Banyak hal yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat ini. Mulai dari kerja romusha, bencana kelaparan yang sangat parah, perbudakan di pekerjaan dan juga perbudakkan seks yang merajalela.

Namun permintaan maaf secara resmi belum pernah diterima Indonesia dari pihak Jepang. Mereka hanya mengganti rugi dengan uang untuk apa yang mereka lakukan selama tiga setengah tahun itu. Mengambil sumber dari Kompas, Jepang mengganti rugi untuk penyelesaian pampasan perang dalam kesepakatan kedua negara pada tahun 1958. Ganti rugi ini berupa uang sebesar 223.080.000 dollar AS yang diangsur dalam waktu 20 tahun. Dan juga menghapus utang dagang yang dimiliki Indonesia kepada Jepang sebanyak 117.000.000 dollar AS.

Padahal pihak Jepang sendiri melalui Shinzo Abe sudah meminta maaf kepada Korea dan China yang juga pernah dijajah oleh mereka. Korea dan China memang dijajah sangat lama dan menghabiskan puluhan tahun dibayang-bayang kekejaman penjajahan Jepang saat itu. Ada baiknya, Jepang juga melayangkan permintaan maaf resmi kepada Indonesia. Karena sampai sekarang masih banyak korban dari jajahan Jepang khususnya para korban budak seks yang masih hidup sampai sekarang.

Baca juga: 20 Tahun Pasca-Reformasi: Diskriminasi Sistemis dan Dihidupkan Lagi Kebijakan Orde Baru

4.       Polandia yang Mendapat Permintaan Maaf dari Jerman

Salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang paling kejam ada ketika zaman Adolf Hitler berkuasa. Saat itu pihak Nazi yang dipimpin oleh Adolf Hitler mengirim pasukannya untuk menyerang negara Polandia. Penyerangan inilah yang memicu awal mula terjadinya Perang Dunia Kedua delapan puluh tahun yang lalu.

New York Times menyebutkan ada lebih dari lima puluh juta warga Polandia yang terbunuh akibat penyerangan Jerman ini. Salah satu peristiwa yang paling terkenal ketika invasi Jerman ke Polandia ini adalah operasi genosida Holocaust, dimana hampir enam juta warga Polandia Yahudi dibunuh. Alasan kenapa warga Yahudi ini dibunuh adalah Hitler takur jika bangsa Yahudi akan menguasai kekuasaannya dan mengakhiri era ras Arya. Ras yang dianggap Hitler sebagai ras tertinggi yang mempunyai kekuatan dan kemampuan yang unggul di segala bidang.

Berpuluh-puluh tahun setelahnya, tepat pada tanggal (1/9/2019) menandakan terjadinya invasi Jerman ke Polandia pada 1 September 1939 yang sudah 80 tahun terjadi. Pada upacara yang diadakan di Wielun, Polandia ini, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier meminta maaf secara resmi kepada Polandia atas apa yang pernah Jerman lakukan ketika masa Adolf Hitler itu berkuasa.

“Saya menunduk untuk para keluarga Polandia yang menjadi korban tirani Jerman. Dan saya minta maaf kepada Anda semua,” ujar Steinmeier di Wielun, Polandia, mengutip dari CNN Indonesia.

Upacara peringatan ini diadakan di kota Wielun, Polandia, karena di kota inilah pertama kalinya Jerman menyerang wilayah Polandia pada 1 September 1939.


Avatar
About Author

Chika Ramadhea

Dulunya fobia kucing, sekarang pencinta kucing. Chika punya mimpi bisa backpacking ke Iceland.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *