March 22, 2023
Issues Politics & Society

Dari Jerman hingga Indonesia: Negara yang Akui atau Minta Maaf atas Pelanggaran HAM

Sekadar meminta maaf saja memang tak cukup, tapi ini langkah maju untuk mendorong proses penegakan hukum berikutnya.

Avatar
  • January 26, 2023
  • 7 min read
  • 463 Views
Dari Jerman hingga Indonesia: Negara yang Akui atau Minta Maaf atas Pelanggaran HAM

Tak ada manusia sempurna di dunia ini. Kita pasti pernah melakukan kesalahan, baik kesalahan hari ini maupun di masa lalu. Namun, terkadang mengakui kesalahan dan meminta maaf itu sangat sulit dilakukan. Tak cuma orang biasa, pejabat negara pun sulit untuk mengatakan maaf.

Menurut psikoterapis dari Amerika Serikat Dr. Robi Ludwig, meminta maaf bisa membuat orang-orang merasa rentan. Bisa juga mereka merasa terancam akan kehilangan kekuatan dan kedudukan yang sedang dipegang.

Masalahnya, permintaan maaf menjadi penting jika ini menyangkut pengakuan atas nasib buruk warga yang mana negara andil di sana. Misalnya, nasib buruk karena pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang juga membawa trauma panjang buat korban. Di Indonesia sendiri kita tahu, ada deretan kasus pelanggaran HAM berat yang penyelesaiannya mangkrak hingga hari ini.

Kita juga tahu, beberapa waktu lalu Presiden Indonesia Joko Widodo mengakui negara andil dalam dua belas pelanggaran HAM berat di masa lalu. Pernyataan Jokowi ini membawa diskusi penting soal bagaimana makna pengakuan negara atas kasus besar.

Akademisi Barbara Kellerman dari Harvard Kennedy School bilang, permintaan maaf seorang pemimpin adalah pertunjukan di mana setiap ekspresi yang disampaikan dan setiap kata yang diucapkan pemimpin ini akan menjadi bagian dari catatan publik yang perlu dilihat.

Barbara Kellerman menambahkan, permintaan maaf seorang pemimpin secara terbuka memang akan menimbulkan banyak risiko tinggi untuk mereka dan masyarakat yang diwakili. Karena itulah kesiapan sangat diperlukan dalam hal ini. Permintaan maaf yang berhasil dapat mengubah permusuhan menjadi pertemanan yang baik bagi pemimpin dan negara yang mereka tempati.

Apalagi untuk permintaan maaf atas pelanggaran HAM berat. Seperti disinggung sebelumnya, mayoritas korban HAM ini hanya ingin permintaan maaf yang tulus dari para pemimpin. Satu permintaan maaf ini setidaknya bisa meringankan sedikit luka dan trauma mereka. Meskipun setelahnya, mereka tetap berharap ada penyelesaian yang struktural.

Ada beberapa pemimpin dunia yang sudah mengakui atau melakukan permintaan maaf di depan publik untuk kasus pelanggaran HAM berat. Siapa saja mereka? Berikut Magdalene rangkum untukmu.

Baca juga: Riset: Wajah Ketimpangan Indonesia Warisan Zaman Kolonial Belanda

1.     Presiden Jokowi yang Akui 12 Pelanggaran HAM Berat di Indonesia

Seperti yang dilansir dari CNN Indonesia, pada (11/1) lalu, Presiden Indonesia Joko Widodo mengakui kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tingkat berat di hadapan publik, didampingi oleh Menteri Polhukam Mahfud MD.

Ada dua belas kasus yang disebutkan, Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan misterius pada 1982-195, Peristiwa Talangsari di Lampung pada 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada 1989, Peristiwa Penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II pada 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan dukun santet pada 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA di Aceh pada 1999, Peristiwa Wasior di Papua pada 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua pada 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada 2003.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Saya bersungguh-sungguh agar pelanggaran HAM berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang”, ujar Jokowi saat konferensi pers di Istana Merdeka.

Sebenarnya permintaan maaf khususnya untuk kasus 1965 sudah pernah dilakukan oleh Gus Dur ketika dia masih menjabat sebagai Presiden Indonesia. Ia meminta maaf karena telah terjadi peristiwa tersebut. Sebagai tokoh senior NU, seperti yang diungkapkan oleh Kompas, permintaan maaf Gus Dur ini dibilang berbahaya. Sebab, itu akan membuka lagi jalan komunis dan menimbulkan ketegangan yang baru.

Namun nyatanya baik permintaan maaf Gus Dur maupun Jokowi tetap dianggap sebagai langkah maju, walaupun agak terlambat.

Baca juga: Agar Pengakuan Pelanggaran HAM Berat Tidak Jadi Gula-gula Politik 

2.       Belanda yang Meminta Maaf Kembali

Indonesia pernah dijajah oleh Belanda selama ratusan tahun. Niat awal untuk mengembangkan rempah-rempah, nyatanya berlanjut dengan penjajahan berikut pelanggaran HAM besar-besaran. Rakyat Indonesia diperbudak, dipaksa menyerahkan hasil pertaniannya, dan seterusnya.

Nyatanya Belanda tidak hanya menjajah Indonesia, ada banyak negara yang juga dia jajah. Banyak sekali negara di Amerika Selatan dan Karibia yang menjadi korban dalam perbudakan dan pelanggaran HAM berat oleh Belanda di masa dulu.

Atas dasar hal ini, seperti yang dikutip dari CNBC Indonesia, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengajukan permintaan maaf resmi atas nama negara Belanda untuk negara-negara yang pernah menjadi jajahan perdagangan budak di masa lampau. Di dalamnya termasuk tujuh belas koloni Negara Belanda di Amerika Selatan dan Karibia.

“Memang benar tidak ada yang hidup hari ini yang menanggung kesalahan pribadi atas perbudakan. Namun, Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan luar biasa dari mereka yang diperbudak, dan keturunan mereka. Hari ini, atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu,” ucap Perdana Menteri Mark Rutte di arsip nasional Den Haag, Belanda.

Selain meminta maaf atas perdagangan budak ini, Mark Rutte juga pernah menyampaikan permintaan maaf kepada Indonesia pada 17 Januari 2022. Ia meminta maaf atas aksi kekerasan yang kejam selama periode perang kemerdekaan, tulis Kompas.

Sebelum Mark Rutte, sebenarnya Raja Belanda Willem Alexander juga menyampaikan permintaan maafnya secara resmi kepada Indonesia melalui Presiden Joko Widodo. Raja Willem menyesali aksi kekerasan yang banyak merenggut korban jiwa ketika setelah diumumkannya Proklamasi ketika Indonesia merdeka setelah 1945.

3.      Jepang Minta Maaf ke Negara Lain, tapi Tidak Indonesia

Setelah Belanda keok dalam Perang Dunia, berakhir pula penjajahan mereka di Indonesia. Jepang lantas mengambil alih dari 1942 sampai 1945.

Mayoritas orang yang pernah merasakan dijajah oleh Belanda dan Jepang mengatakan, penjajahan Jepang lebih kejam. Banyak hal yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat ini, mulai dari kerja romusha, bencana kelaparan yang sangat parah, dan juga perbudakan seks.

Namun permintaan maaf secara resmi belum pernah diterima Indonesia dari pihak Jepang. Mereka hanya mengganti rugi dengan uang untuk apa yang mereka lakukan selama tiga setengah tahun itu. Melansir Kompas, Jepang mengganti rugi untuk penyelesaian pampasan perang dalam kesepakatan kedua negara pada 1958. Ganti rugi ini berupa uang sebesar US$223.080.000 yang diangsur dalam waktu 20 tahun. Jepang juga menghapus utang dagang yang dimiliki Indonesia kepada Jepang sebanyak US$117.000.000.

Padahal pihak Jepang sendiri melalui Shinzo Abe sudah meminta maaf kepada Korea dan China yang juga pernah dijajah oleh mereka. Korea dan China memang dijajah sangat lama dan menghabiskan puluhan tahun dibayang-bayang kekejaman penjajahan Jepang saat itu. Ada baiknya, Jepang juga melayangkan permintaan maaf resmi kepada Indonesia.

Baca juga: 20 Tahun Pasca-Reformasi: Diskriminasi Sistemis dan Dihidupkan Lagi Kebijakan Orde Baru

4.       Polandia yang Mendapat Permintaan Maaf dari Jerman

Salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang paling kejam ada ketika zaman Adolf Hitler berkuasa. Saat itu pihak Nazi mengirim pasukannya untuk menyerang negara Polandia. Penyerangan inilah yang memicu awal mula terjadinya Perang Dunia Kedua delapan puluh tahun yang lalu.

The New York Times menyebutkan ada lebih dari lima puluh juta warga Polandia yang terbunuh akibat penyerangan Jerman ini. Salah satu peristiwa yang paling terkenal ketika invasi Jerman ke Polandia ini adalah operasi genosida Holocaust, dimana hampir enam juta warga Polandia Yahudi dibunuh. Alasan kenapa warga Yahudi ini dibunuh adalah Hitler takur jika bangsa Yahudi akan menguasai kekuasaannya dan mengakhiri era ras Arya. Ras yang dianggap Hitler sebagai ras tertinggi yang mempunyai kekuatan dan kemampuan yang unggul di segala bidang.

Di 1 September 2019, tepatnya pada upacara yang diadakan di Wielun, Polandia, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier meminta maaf secara resmi kepada Polandia atas apa yang pernah Jerman lakukan ketika masa Adolf Hitler itu berkuasa.

“Saya menunduk untuk para keluarga Polandia yang menjadi korban tirani Jerman. Dan saya minta maaf kepada Anda semua,” ujar Steinmeier di Wielun, Polandia, mengutip dari CNN Indonesia.

Upacara peringatan ini diadakan di kota Wielun, Polandia, karena di kota inilah pertama kalinya Jerman menyerang wilayah Polandia pada 1 September 1939. 


Editor:  Chika Ramadhea
Avatar
About Author

Chika Ramadhea

Dulunya fobia kucing sekarang pecinta kucing. Chika punya impian biar bisa backpacking ke Iceland.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *