Pernikahan Bukan Jalan Keluar Masalah
Masih banyak orang yang berpikir bahwa pernikahan adalah solusi atas segala masalah, terutama keuangan.
Saya bekerja di sebuah perusahaan kecil yang dimiliki suami dari sepupu saya. Di tahun pertama saya bekerja, sepupu saya itu bertanya banyak hal, salah satunya tentang gaji. Ketika saya memberitahukan berapa gaji saya sejujurnya, dia terkejut karena jumlahnya kurang dari upah minimum regional yang ditetapkan pemerintah. Kemudian ayah saya juga tahu tentang berapa gaji saya, dan dia meminta saya untuk mencoba berbicara dari hati ke hati dengan atasan. Argumennya, akan lebih mudah meminta kenaikan gaji karena masih ada hubungan saudara walaupun jauh.
Beberapa hari kemudian, si bos mengajak saya mengobrol di ruangannya. Kami membicarakan banyak hal, tapi tetap dalam konteks pekerjaan. Dia banyak menjelaskan tentang syarat dan ketentuan dalam perusahaan ini, lalu pembicaraan mengerucut ke peraturan naik gaji. Saya sendiri sudah tahu jika ingin naik gaji harus bekerja dulu selama satu tahun, tapi cara dia menjelaskan aturan itu agak konyol dan intimidatif. Sampai ada satu titik dimana saya sedang diam, sibuk memikirkan ini itu, lalu dengan santainya dia berkata: “Umur kamu berapa sih sekarang? Udah 20an kan? Toh sebentar lagi juga nikah. Cari aja yang kaya, terus nikah cepet-cepet, gak usah mikirin ini lagi.”
Sudah setahun berlalu sejak kejadian itu, namun beberapa kalimat terakhir yang diucapkannya masih membekas dalam benak saya. Saya sama sekali tidak menyangka, kalimat barusan akan terlontar dari seorang pria berumur lebih dari 30 tahun yang pernah sekolah dan kuliah di negara Barat yang memiliki stereotip bebas dan berpikiran terbuka. Ok, penilaian saya barusan juga terkesan stereotip, tapi dari kalimatnya tadi saya bisa menyimpulkan, masih ada beberapa orang yang berpikir bahwa menikah adalah solusi atas segala masalah, dalam konteks ini masalah keuangan. Sekarang jelas, mengapa kisah romantis yang akhir ceritanya ‘menikah dan hidup bahagia selamanya di istana megah’ masih laku di pasaran. Mungkin iya kalau pasanganmu kelak adalah miliuner yang uangnya tidak akan habis sampai tujuh turunan, tapi kalau bukan?
Kalimat tadi juga mendegradasi arti sesungguhnya sebuah pernikahan. Sedih saja membayangkan bila semua orang mau menikah dan tujuannya hanya untuk membantunya keluar dari masalah keuangan. Mungkin masalah keuangan akan beres, tapi bukankah masalah lain
juga bisa muncul? Tujuan akhir dari menikah tidak sesederhana itu.
Saya sempat khawatir bila suatu hari nanti bertemu dengan pria yang juga memiliki pikiran yang sama dengan si bos. Atau, bagaimana bila itu juga cara yang ia lakukan untuk mendidik anak-anaknya? Bahwa perempuan tidak perlu berusaha dan bekerja keras, toh suatu hari nanti akan ada suami yang back up. Baik laki-laki dan perempuan sama-sama pantas dan sah-sah saja untuk bekerja keras, dan tujuan dari pernikahan sama sekali bukan sebagai jalan keluar dari segala masalah.
Grace Anindya adalah remaja tingkat akhir usia awal 20an. Pernah kuliah Pastry Culinary, tapi sekarang bekerja di depan layar komputer. Lebih suka banyak menulis daripada banyak bicara.