Issues Politics & Society

Benarkah Politisi Perempuan Lebih Sedikit Terlibat dalam Korupsi?

Di sejumlah negara, kehadiran politisi perempuan dalam parlemen justru terbukti menurunkan angka kasus rasuah. Bagaimana dengan Indonesia?

Avatar
  • July 19, 2024
  • 4 min read
  • 385 Views
Benarkah Politisi Perempuan Lebih Sedikit Terlibat dalam Korupsi?

Di sejumlah negara, kehadiran politisi perempuan, khususnya di parlemen, berdampak pada penurunan angka kasus korupsi. Di Eropa misalnya, dalam studi bertajuk “Will Women’s Representation Reduce Bribery? Trends in Corruption and Public Service Delivery Across European Regions” (2024) oleh Monika Bauhr menunjukkan, tingginya representasi perempuan di parlemen bisa mengurangi kasus suap yang dilaporkan warga negara.  

Di Amerika Serikat (AS), keberadaan politisi perempuan dalam parlemen juga terbukti menurunkan angka rasuah. Dalam riset “Are women really the “fairer” sex? Corruption and women in government” (2007), Dollar, dkk, menemukan, perempuan punya kemampuan sosial, sehingga bisa mempromosikan politik integritas lebih baik. 

 

 

Baca juga: Jangan Gagal Paham Pak Mahfud MD, Suami Korupsi Bukan karena Belanja Istri

Berangkat dari beberapa temuan tersebut, Pusat Kajian Politik (PUSKAPOL) UI bersama dengan Lembaga Pembangunan Internasional AS (USAID) merilis riset tentang peran gender dalam memerangi korupsi. Mereka lantas menyampaikan beberapa temuan riset yang dimulai pada awal 2024 itu, (10/7). 

Asumsi awal peneliti adalah ada pengaruh dari representasi perempuan terhadap penurunan angka korupsi dan dorongan agenda antikorupsi di Indonesia. Benar saja, usai menguji 250 partisipan perempuan dan laki-laki, mereka mencatat, lebih banyak perempuan punya sikap negatif pada korupsi ketimbang lelaki. Temuan lainnya, relatif minim perempuan menjadi aktor pendukung kasus korupsi.  

Foto: Syifa Maulida/Magdalene

Baca juga: Korupsi Pajak Ayah Mario Dandy, Perempuan Tetap Paling Merugi

Perempuan Punya Kemauan Kuat Menolak Korupsi 

Sebelum meneliti, PUSKAPOL UI dan USAID melakukan survei kecil terhadap persentase tindak korupsi masing-masing kelompok gender di lembaga legislatif. Dari survei tersebut, ditemukan, perempuan lebih sedikit terlibat sebagai aktor kasus korupsi dibandingkan laki-laki.  

Di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI misalnya, dari 34 catatan kasus korupsi yang melibatkan 73 anggota DPR sepanjang 2004-2023, terdapat 62 aktor laki-laki  dan 11 aktor perempuan. Sementara itu, di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan pengawas Pemilu (Bawaslu), dari 18 kasus korupsi KPU dan 13 kasus korupsi Bawaslu pada 2004-2019, terdapat setidaknya 29 laki-laki dan hanya 1 aktor perempuan yang terlibat.  

Data ini rupanya sejalan dengan hasil penelitian terbaru mereka. Perempuan digadang-gadang punya intensi lebih tinggi untuk terlibat dalam inisiatif antikorupsi. Hal ini selaras dengan temuan soal sikap negatif perempuan terhadap korupsi yang cenderung tinggi.  

Penolakan terhadap korupsi ini tak terlepas dari pertimbangan moral yang selama ini lebih melekat dalam diri perempuan. Hurriyah, Direktur Eksekutif PUSKAPOL UI  dan Dosen Ilmu Politik FISIP UI mengatakan, “Perempuan ini  selalu dilekatkan dengan peran perawatan. Ada pertimbangan yang banyak, ketika perempuan ingin melakukan korupsi. Entah itu, keluarga, anak, atau urusan rumah. Hal ini tentunya jadi pertimbangan yang cukup besar. Sehingga, faktor ini bisa jadi enablers perempuan untuk menghindar dari praktik korupsi.” 

Baca juga: Perempuan dalam Lingkaran Korupsi

Perlunya Inisiasi Agenda Anti-Korupsi 

Temuan itu merupakan kabar baik untuk mendorong keterlibatan perempuan di kancah politik. Pun menciptakan ekosistem antikorupsi di lembaga pemerintahan. Selama ini, di KPU misalnya, peran perempuan untuk mendukung inisiatif antikorupsi memang sudah terlihat, namun ruang lingkupnya masih dalam skala-skala individu yang kecil.  

Untuk itu, agar peran perempuan dalam memerangi korupsi dapat terlaksana secara maksimal, dukungan organisasi dan struktur politik kelembagaan jadi aspek penting. PUSKAPOL UI sendiri menekankan pentingnya intervensi kelembagaan seperti yang dilakukan DPR, KPU, dan Bawaslu. Misalnya dengan memasukkan agenda antikorupsi dalam lembaga pemerintahan atau penguatan agensi perempuan dalam inisiatif antikorupsi. 

Seira Tamara Herlambang, Staf Divisi Korupsi Politik dari Indonesia Corruption Watch (ICW) merespons, temuan penelitian ini perlu disambut baik. Ia menjelaskan, temuan itu bisa jadi titik berangkat penciptaan sistem yang lebih substantif terkait penanganan kasus korupsi. Ia berharap akan ada tindak lanjut yang berarti dari pemerintah setelah audiensi dilakukan oleh pihak PUSKAPOL UI ke depan. 

“Kita sudah lama berharap pada pola penyelesaian yang substantif, dan temuan soal peran gender ini bisa jadi solusi yang baik untuk ke depannya,” pungkas Seira. 



#waveforequality


Avatar
About Author

Syifa Maulida

Syifa adalah pecinta kopi yang suka hunting coffee shop saat sedang bepergian. Gemar merangkai dan ngulik bunga-bunga lokal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *