Election 2024 Health Issues

Cek Fakta: Program Makan Siang dan Susu Gratis Ada di 76 Negara, Betulkah?

Pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran klaim program makan siang dan susu gratis di sekolah bukan perkara mustahil. Benarkah?

Avatar
  • January 26, 2024
  • 4 min read
  • 1809 Views
Cek Fakta: Program Makan Siang dan Susu Gratis Ada di 76 Negara, Betulkah?

“Program makan siang dan susu gratis untuk anak-anak sudah dijalankan oleh 76 negara dan dirasakan manfaatnya oleh 400 juta anak. Jadi bukan program yang mengada-ada,” kata Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di depan relawan di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor, 10 Desember 2023. Pasangan Gibran, calon Presiden Prabowo Subianto, juga menyatakan angka negara yang sama walau tidak menyebut jumlah penerima manfaat.

The Conversation Indonesia bersama peneliti kesehatan publik Universitas Airlangga Ilham Akhsanu Ridlo memeriksa kebenaran klaim Gibran dan Prabowo tentang program makan siang dan susu gratis untuk anak-anak sekolah dasar telah dijalankan oleh 76 negara dan dirasakan manfaatnya oleh 400 juta siswa.

 

 

Baca juga: Sirkus dalam Debat Terakhir Cawapres 2024: Luber Gimik, Minim Misi dan Solusi Nyata

Analisis: Makan Gratis Bukan Cuma di 76 negara

Ilham mengutip sebuah laporan terbitan tahun lalu dari Global Child Nutrition Foundation (GCNF) berjudul School Meal Programs Around the World: Results from the 2021 Global Survey of School Meal Programs. Laporan ini menunjukkan bahwa, dari 139 negara yang disurvei, 125 di antaranya memiliki setidaknya satu program pemberian makanan berskala besar di sekolah dasar dan sekolah menengah. Jumlah ini lebih banyak dari angka 76 negara yang disebutkan oleh Gibran dan Prabowo.

Laporan itu menyatakan bahwa setidaknya 330,3 juta anak menerima makanan sekolah mulai 2020. Persentase dari seluruh usia anak sekolah dasar dan menengah yang menerima program ini adalah 27 persen.

Baca juga: Mengenal “Tobat Ekologi”, Istilah yang Dilempar Cak Imin Saat Debat Cawapres

Dari sisi geografis, proporsi penerima program makan di sekolah di Amerika Latin/Karibia mencapai 55 persen, lalu Eropa, Asia Tengah, Amerika Utara (44 persen); Asia Selatan, Asia Timur, dan Pasifik (26 persen); dan Afrika Sub-Sahara (26 persen). Angka ini menunjukkan proporsi siswa di negara berpendapatan tinggi lebih tinggi dibanding siswa di negara berpendapatan rendah dan menengah.

Sementara itu, laporan pada 2022 dari World Food Program, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi pangan, menyatakan bahwa dari sampel data 176 negara diperoleh angka 418 juta anak menerima manfaat dari program makanan di sekolah. Jumlah ini 30 juta lebih banyak dibanding 388 juta anak yang mendapatkan manfaat serupa sebelum pandemik pada awal 2020.

Dalam aspek usia, dari jumlah tersebut sekitar 41 persen merupakan anak sekolah dasar yang mendapatkan makanan gratis atau bersubsidi. Dalam aspek pendapatan, program ini menjangkau 61 persen anak usia sekolah di negara berpendapatan tinggi, 48 persen di negara berpendapatan menengah atas. Sementara, di negara berpendapatan rendah, hanya 18 persen siswa yang menerima makanan di sekolah setiap hari.

Secara global, investasi untuk pemberian makan di sekolah pada 2022 diperkirakan antara US$47-48 miliar (hampir Rp729-745 triliun), dengan biaya rata-rata US$64 (sekitar Rp993 ribu) per anak per tahun. Sumber pendanaannya lebih dari 98 persen dari dalam negeri, atau anggaran masing-masing negara.

Potensi Risiko Kesehatan pada Anak yang Perlu Diperhatikan

Walau program ini bertujuan untuk meningkat gizi anak, sejumlah riset menunjukkan ada kekhawatiran mengenai potensi risiko kesehatan yang terkait dengan program makanan sekolah.

Sebuah penelitian di Stanford menyoroti keberadaan bisphenol A (BPA), bahan kimia beracun, dalam makanan sekolah. Bahan ini menimbulkan risiko terutama bagi anak-anak berpenghasilan rendah yang bergantung pada makanan yang didanai pemerintah.

Selain itu, penyertaan makanan ultra-proses (makanan dari pabrik yang melalui banyak tahap pengolahan) dalam makanan sekolah telah dikaitkan dengan penyakit kronis seperti obesitas dan penyakit kardiovaskular.

Baca juga: 5 Hal yang Perlu Dikritisi dari Rencana Prabowo Impor Sapi

Ada juga kekhawatiran tentang dampak potensial dari makanan sekolah terhadap indeks massa tubuh (BMI) siswa dan kualitas makanan secara keseluruhan, sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami dampak tersebut secara menyeluruh.

Kesimpulan: Programnya Benar Ada, tapi Angkanya Berbeda-beda

Meskipun esensi klaim Gibran dan Prabowo mengenai adopsi program makanan sekolah secara luas adalah akurat, angka-angka spesifik mengenai jumlah negara dan penerima manfaat tidak sepenuhnya selaras dengan data dari sumber-sumber yang otoritatif.

Selain itu, potensi risiko kesehatan yang terkait dengan program-program ini, seperti paparan BPA dan konsumsi makanan ultra-proses, menambah kerumitan dalam evaluasi program-program ini.

Hal ini menggarisbawahi perlunya perencanaan dan pemantauan yang cermat untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak penerima manfaat program makan siang gratis.

Selain itu, pertimbangan potensi risiko kesehatan terkait dengan program-program ini sangat penting untuk pemahaman yang komprehensif tentang dampaknya.The Conversation

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.


Avatar
About Author

Ahmad Nurhasim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *