5 Rekomendasi Buku Islam dan Perempuan untuk Temani ‘Ngabuburit’
Bingung cari buku tentang Muslimah dengan tafsir yang lebih inklusif? Berikut ‘Magdalene’ rekomendasikan beberapa untukmu.
Islam digadang-gadang sebagai agama yang membebaskan dan memuliakan perempuan. Karena itulah, Kiai Faqihuddin Abdul Qodir dalam bukunya “Qira’ah Mubadalah” (2021) menyebut Islam sebagai revolusi peradaban. Hal ini tak berlebihan mengingat setelah kedatangan Islam, perempuan diberikan sejumlah hak termasuk hak waris. Hal yang bahkan takkan terbayang di masa Jahiliyah di mana perempuan dikubur hidup-hidup atau jadi barang dagangan lelaki.
Meski semangatnya revolusioner, tapi Islam sebagai agama rahmatan lil alamin atau rahmat bagi semesta, kerap ditafsirkan secara brutal. Misalnya, orang-orang kerap menggunakan Islam untuk pembenaran tindakannya melakukan poligami dengan tak adil atau mendomestifikasi perempuan atas nama kodrat Allah. Di saat bersamaan kita juga jarang diperkenalkan sosok Muslimah progresif selain nama yang itu-itu saja.
Faktor inilah yang membuat Islam seakan jadi agama eksklusif bagi laki-laki. Benarkah demikian? Lalu sebenarnya bagaimana Islam menempatkan perempuan? Berikut rekomendasi Magdalene tentang Islam dan perempuan.
Baca Juga: ‘We Have Always Been Here’: Saya Queer, Saya Muslim, dan Saya Bangga
1. Ratu-Ratu Islam: Yang Terlupakan oleh Fatima Mernissi
Fatima Mernissi adalah salah satu cendekiawan Islam kontemporer yang sohor asal Maroko. Buku ini merupakan kritik atas klaim para ulama Pakistan yang menyatakan, belum pernah ada perempuan dalam sejarah Islam yang jadi kepala negara. Karena itulah pemilihan Benazir Bhutto sebagai Perdana Menteri setempat pada 1988 tidak sah secara agama.
Guna menyanggah klaim ulama Pakistan (mayoritas laki-laki), Mernissi menyertakan argumentasi soal makna khalifah. Lalu ia mendokumentasikan kehidupan pemerintahan 15 perempuan sebagai gubernur, sultan, dan ratu di seluruh dunia Islam yang memerintah antara 1000 M dan 1800 M.
Mereka termasuk sultan perempuan (sultana) di kalangan Mamluk di Mesir dan India serta di Kepulauan Maladewa dan di Indonesia, permaisuri Mongol (khatun), ratu Syi’ah (malika) di dinasti-dinasti Yaman, dan perempuan-perempuan yang berpengaruh di Sheba (Saba).
Lewat karyanya ini Mernissi mengingatkan pembaca, ajaran Nabi Muhammad merevolusi kehidupan perempuan di berbagai bidang kehidupan. Banyak perempuan memimpin pasukan ke medan perang, meraih kemenangan, dan melakukan gencatan senjata. Beberapa memiliki caranya sendiri dalam memperlakukan rakyat, menegakkan keadilan, dan mengelola pajak.
Dari kisah-kisah kehidupan mereka inilah, Mernissi turut mengkritisi wacana keagamaan sarat dengan “politik islam” yang berpengaruh pada penghapusan dan pengaburan sosok-sosok perempuan pemimpin dalam sejarah Islam.
2. Memilih Jomblo Kisah Para Intelektual Muslim yang Berkarya sampai Akhir Hayat oleh Husein Muhammad
Perempuan Muslim sering kali diwajibkab untuk menikah dan jadi ibu. Keyakinan ini membuat perempuan yang tak memilih jalan itu dicap “agak laen” atau menyalahi kodrat dan agama.
Dalam buku 158 halaman ini, Kyai Husein mengajak kita untuk melihat lebih dalam mengenai hukum menikah yang tak bisa dimaknai tunggal. Ia juga membahas tentang mana yang lebih utama, menikah atau beribadah? Pembahasan inilah kemudian yang menuntun Kyai Husein menulis tokoh-tokoh intelektual Muslim yang memilih tidak menikah sampai akhir hayat dengan mengabdikan diri kepada umat melalui karya-karyanya.
Kiai Husein merepresentasikan tokoh-tokoh intelektual yang memilih lajang dari berbagai profesi, keahlian, dan mazhab. Tujuh di antara tokoh-tokoh ini adalah perempuan yang bahkan kehadirannya jadi panutan ulama besar Islam seperti Imam Syafii. Mereka adalah Rabi’ah al-Adawiyah, Layla dalam kisah “Layla-Majnun”, Karimah Ahmad al-Marwaziyyah, Aisyah binti Ahmad al-Qurthubiyah, Jamilah al-Hamdaniyah, Khadijah binti Sahnun dan Al-Qifthi.
Baca Juga: Rekomendasi Bacaan untuk Beragama dengan Santai
3. Qur’an and Woman: Rereading the Sacred Text from a Woman’s Perspective oleh Amina Wadud
Amina Wadud adalah bintang rock feminisme Islam. Perempuan yang dijuluki The Lady Imam itu dikenal karena menafsirkan Alquran lewat perspektif yang lebih adil gender. Kekhawatiran Wadud akan tafsir “tradisional” yang secara eksklusif ditulis berdasarkan pengalaman dan perspektif laki-laki, membuat ia tergelitik untuk mendalami ajaran agamanya.
Melalui disertasi yang kemudian dibukukan ini, Wadud menawarkan metode hermeneutika feminis untuk menafsirkan Alquran yang ia sebut sebagai ‘paradigma tauhid’. Metode ini terdiri dari tiga aspek penting:
1) Dalam konteks apa teks itu ditulis atau diturunkan
2) Bagaimana komposisi tata bahasa teks (ayat) tersebut, bagaimana cara pengungkapannya (perintah, ajakan, atau imbauan)
3) Bagaimana keseluruhan teks (ayat)
Dari tiga aspek tersebut, Wadud kemudian menghasilkan tafsir Alquran yang menegaskan ketauhidan, di mana perempuan dan laki-laki dalam Islam nyatanya punya posisi setara dan hanya taqwa yang membedakan mereka. Untuk hal ini, ia menjelaskan soal keharusan monogami bukan poligami, keadilan hak waris, bahkan mendekonstruksi ulang pemahaman atas perceraian dan penciptaan Adam dan Hawa.
4. Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah oleh Faqihuddin Abdul Qodir
Sudah sekian banyak ceramah atau kajian yang dikemukakan pemuka agama bahwa perempuan adalah sumber fitnah. Pandangan bias gender ini membuat perempuan terutama korban kekerasan seksual kerap kali disalahkan.
Kyai Faqih lewat metode mubadalah yang menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai subjek setara, mengaji ulang pandangan bias gender tersebut. Ia menunjukkan, laki-laki maupun perempuan sejatinya bisa menjadi sumber fitnah.
Ia menilai hadis yang selama ini dijadikan rujukan sebenarnya mengajarkan, kehidupan adalah ujian dan pesona (fitnah), baik bagi laki-laki dan perempuan untuk meningkatkan kebaikan serta menjaga diri dari keburukan. Hal ini tercantum dalam Alquran Surah al-Mulk (67) ayat 1-2.
Lebih dari itu, melalui buku ini Kyai Faqih juga ikut mengaji ulang 25 hadis yang kerap ditafsirkan merendahkan perempuan. Di antara hadis-hadis itu misalnya soal perempuan yang dianggap memiliki separuh akal dan agama, tercipta dari tulang rusuk yang bengkok, sebagai sumber kesialan, penduduk neraka terbanyak, dan harus dikhitan agar nafsu seksualnya bisa ditekan.
Sebagian besar hadis itu berangkat dari pengalaman Faqih mengunjungi berbagai kajian. Dari kunjungannya itu, muncul berbagai pertanyaan di benaknya tentang relasi perempuan dan laki-laki.
Baca Juga: Faqihuddin Abdul Kodir, Ulama Lelaki, Pejuang Keadilan Gender
5. Ensiklopedia Muslimah Reformis oleh Musdah Mulia
Jika ingin membaca buku yang berdaging, karya Musdah Mulia ini bisa jadi pertimbangan. Terbagi dalam 17 bab dan 863 halaman, Musdah dalam bukunya mengupas persoalan kemanusiaan, pandangan agama, bahkan sistem demokrasi yang sejalan dengan Islam. Ia pun memaknai ulang apa arti keluarga berencana seraya mendorong upaya perlindungan hak-hak reproduksi yang sebenarnya digaungkan Islam.
Tak lupa, Musdah menyentil kekuasaan politik ramah perempuan disertai penjelasan tafsir agama yang menjamin hak politik perempuan. Bahkan ia menuliskan tentang pentingnya hak anak, perempuan sebagai ekonomi, hingga pentingnya perjuangan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dalam pandangan Islam.
Dengan ragam persoalan yang ia bahas di buku ini, Musdah telah ikut mengajak perempuan untuk bangkit melawan tafsir yang selama ini dimonopoli lelaki-laki. Tafsir yang ia sebut melenceng dari ketauhidan karena ternoda oleh nilai-nilai patriarki dan bias gender.
Ilustrasi oleh: Karina Tungari