‘Gen V’: Menyenangkan, Seru, Liar, dan Segar
Dunia The Boys diperluas. Remaja-remaja dengan superpower jadi bintang utama kita kali ini.
(Artikel ini mengandung sedikit spoiler)
The Boys, serial Amazon Prime tentang superhero yang rusak secara moral dan korporasi yang tidak kalah jahat dengan para barisan manusia berkekuatan super, ternyata memiliki karakter-karakter dan dunia yang kaya untuk melahirkan cerita baru: Gen V.
Kalau kamu menyaksikan The Boys, kamu tentu tahu bahwa di dunia itu pahlawan bukan hanya sekadar pahlawan. Mereka adalah selebriti, politikus, influencers, orang mesum, pekerja seks, orang-orang putus asa. Singkatnya, pahlawan adalah manusia biasa. Mereka dirayakan kemudian dibuang begitu saja.
Mereka yang terpilih akan menjadi icon. Orang-orang ini menyebutnya “The Seven”. Bayangkan Avengers, tapi dengan kompas moral yang lebih rusak daripada John Wayne Gacy. Di balik gegap gempita dan gelapnya dunia ini adalah perusahaan bernama Vought yang berdiri di belakang mereka.
Baca juga: ‘Moving’: Eksploitasi Segar Genre Superhero
Vought dalam dunia The Boys dan juga Gen V tidak hanya berfungsi seperti Marvel Cinematic Universe yang menyuplai bioskop dengan film-film superhero (yang tentu saja dimainkan oleh para pahlawan super sendiri). Vought juga mempunyai andil dalam politik Amerika. Mereka-lah yang punya ide menyuntik bayi-bayi dengan sesuatu bernama Compound V, zat yang bikin mereka tumbuh dengan kemampuan super. Vought mengatur kedamaian di Amerika, menciptakan manusia-manusia yang susah dikalahkan musuh dan menjual merchandise agar manusia biasa selalu bergantung kepada mereka.
Gen V mengisi kekosongan pertanyaan tentang apa yang terjadi dengan para remaja berkemampuan super sebelum mereka maju dan audisi untuk menjadi “The Seven”? Berlatar belakang di sebuah kampus bernama Godolkin University School of Crimefighting, serial ini mengisahkan tentang perjuangan seorag Marie Moreau (Jaz Sinclair) untuk menjadi superhero. Tapi seperti halnya The Boys, tentu saja semuanya tidak seindah yang kita lihat.
Memperlebar Mitologi Semesta The Boys
Dari empat episode pertamanya, Gen V yang diciptakan Craig Rosenberg, Evan Goldberg dan Eric Kripke berhasil berdiri sendiri. Meski di saat bersamaan, ia tidak bisa dipisahkan dari mitologi The Boys. Salah satu hal yang membuat saya khawatir tentang Gen V adalah serial ini hanya akan menjadi The Boys versi anak muda. Tapi ternyata, hal tersebut tidak terjadi di serial ini. Gen V memiliki petualangannya sendiri dan kehadirannya ternyata justru memperlebar mitologi dunia The Boys.
Seperti halnya The Boys, Gen V tidak setengah-setengah dalam memberikan social commentary-nya yang pedas. Fame adalah salah satu yang dibahas di sini. Dalam serial ini, mahasiswa yang ada di Godolkin University terbagi atas dua jurusan: pahlawan dan artis. Pemilihan dua jurusan dalam serial ini menjadi masuk akal karena dua pilihan karier ini sama-sama beririsan. Mereka sama-sama berakhir dengan glory atau horor. Kalau sukses, pahlawan dan artis akan disembah. Kalau gagal, keduanya akan menjadi bahan bulan-bulanan semua orang.
Baca juga: ‘Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso’: Bobroknya Sistem Peradilan Kita
Dengan pondasi ini, Gen V akhirnya bersenang-senang untuk menggambarkan kehidupan sekolah sekaligus meng-establish karakter-karakternya. Pahlawan akan selalu dielu-elukan dan itu sebabnya sekolah mempunyai top ten student yang menjadi gol semua siswa. Mereka akan menginginkan posisi ini, sekaligus ingin dekat dengan mereka. Masuk ke dalam daftar tersebut menjamin semua kenyamanan yang ada di kampus. Plot ini kedengerannnya remeh tapi dalam dunia Gen V rasanya cocok.
Hal kedua yang membuat Gen V berbeda dengan The Boys adalah cara ia bercerita. Kalau The Boys adalah tentang misi sekelompok underdog (baca: manusia biasa) yang mencoba mengalahkan para pahlawan super, Gen V adalah sebuah misteri dengan resep “apa sebenarnya yang disembunyikan oleh mereka?”
Episode pertama Gen V yang berjudul “God U.” berakhir dengan siswa nomor satu di kampus, Luke (Patrick Schwarzenegger), menghabisi dirinya sendiri dengan sebuah pesan misterius yang ia sebutkan ke Andre (Chance Perdomo). Apa yang terjadi dengan Sam (Asa Germann), saudara Luke? Dan apa yang ada di “The Woods?”
Premis itu akan menggedor-gedor rasa penasaranmu.
Seperti halnya The Boys, Gen V mempertahankan identitas yang membuat The Boys begitu populer: referensi budaya pop, jokes yang vulgar serta graphic violence. Ada sutradara yang di-cancel yang sekarang malah menjadi dosen di kampus. Begitu juga dengan seorang pembawa acara televisi yang memiliki fetish yang luar biasa aneh dengan benda-benda mati. Kalau kamu merasa bahwa visual seorang manusia berhubungan seks dengan tong sampah sudah membuatmu jijik (atau ngikik geli), tunggu sampai kamu melihat apa yang dilakukan oleh Emma (Lizzie Broadway), teman sekamar karakter utama serial ini.
You see, Emma memiliki kemampuan super bisa mengecil dan membesar. Letakkan Emma di setting kampus bersama para siswa horny dan kamu bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Seperti biasanya Gen V tidak malu-malu untuk menunjukkan semuanya tanpa sensor.
Soal graphic violence, ada banyak hal yang bisa dilihat bahkan dari empat episode pertamanya. Gen V dibuka dengan prolog soal kemampuan karakter utamanya, Marie, dalam mengontrol darah. Ketika ia menstruasi untuk pertama kalinya, Marie membunuh kedua orang tuanya tanpa sengaja yang membuat sejarah hidupnya tragis. Selain adegan Luke bunuh diri, Gen V masih menyisakan berbagai adegan kekerasan lainnya. Yang paling memuaskan sejauh ini adalah ketika Marie menggunakan kemampuannya untuk menghukum pemerkosanya.
Baca juga: ‘The Morning Show’: Sinetron Andalan Apple TV+ yang Gagal?
Dari semua karakter yang menjanjikan di Gen V, satu yang menarik saya adalah karakter Jordan Li (London Thor dan Derek Luh).
Baik The Boys dan Gen V nampaknya bersenang-senang untuk mempermainkan para incels (yang sayangnya selalu menjadi penikmat serial semacam ini) yang selalu keberatan dengan inklusivitas. Jordan Li di sini digambarkan mempunyai kemampuan durability di atas manusia dan bisa berubah wujud kelamin. Singkatnya, seorang non-binary character yang digambarkan secara literal. Sikapnya yang acuh dan gayanya yang keren membuat dia langsung menarik perhatian. Dinamikanya dengan kedua orang tuanya yang kompleks membuat ia semakin mentereng di antara karakter-karakter yang lain.
Dengan tempo yang nyaman dan dimainkan dengan baik oleh para pemain mudanya, Gen V dengan baik membuktikan bahwa keputusan Prime untuk melebarkan sayap dunia The Boys tidak salah. Serial ini menyenangkan, seru, liar, dan fresh. Misterinya cukup kuat untuk membuat saya penasaran dan karakter-karakternya cukup cute untuk dikangeni.
Empat dari delapan episode telah ditonton untuk ulasan ini.
Gen V dapat disaksikan di Amazon Prime.