Culture Screen Raves

‘The Morning Show’: Sinetron Andalan Apple TV+ yang Gagal?

Sempat jadi andalan dan viral di musim pertama, kini posisi ‘The Morning Show’ sebagai jawara Apple TV+ dipertanyakan.

Avatar
  • September 22, 2023
  • 7 min read
  • 1318 Views
‘The Morning Show’: Sinetron Andalan Apple TV+ yang Gagal?

Artikel ini mengandung spoiler musim pertama dan kedua

Di semua streaming apps berlomba-lomba untuk menciptakan konten yang “viral” dan dibicarakan, menjadi sekadar terkenal saja tidak cukup. Cerita yang unik dan mentereng tidak cukup. Bintang Hollywood kelas A jadi deretan aktor saja tidak akan menjamin serial tersebut akan dibicarakan orang. Misalnya, miniseri yang dimainkan Julia Roberts dan Sean Penn tahun lalu, ada yang ingat judulnya?

 

 

Ada faktor X yang menentukan apakah serial tersebut menjadi viral. Entah itu karena salah satu adegan yang viral di TikTok (Wednesday)? Atau bisa jadi karena konsepnya yang memang sudah unik dari sananya (Squid Game)? Atau malah karena word of mouth yang bagus (Stranger Things)? Bujet mahal dan bintang terkenal, nyatanya, bukan jaminan tontontan tersebut bisa jadi ramai dibincangkan.

Ketika Apple memutuskan untuk join dengan perang konten, salah satu produk yang mereka harap akan membuat nama mereka diperhitungkan adalah The Morning Show.

Meskipun mungkin pada akhirnya Ted Lasso yang membuat Apple TV+ masuk ke dalam perang streaming dengan kepala tegak, The Morning Show di atas kertas memiliki semua resep yang dibutuhkan untuk menjadi konten yang dibicarakan.

Serial ini dibintangi (sekaligus jadi produser eksekutif) dua bintang raksasa Hollywood, Jennifer Aniston dan Reese Witherspoon. Dalam barisan pemainnya, tidak ada satu pun aktor “murah”. Bahkan untuk peran sekecil apa pun, hampir semuanya sudah punya nama. Dari Billy Crudup, Mark Duplass, Gugu Mbatha-Raw, sampai Steve Carell. Dengan premis tentang orang-orang di balik acara berita pagi saat Me Too era, The Morning Show punya segudang potensi untuk menjadi drama yang dibicangkan.

Realitasnya, The Morning Show adalah sebuah tontonan yang lumayan membingungkan. Musim pertamanya arguably memiliki plot yang paling menarik.

Veteran pembawa acara berita Alex Levy (Jennifer Aniston) harus dihadapkan dengan situasi yang tidak menyenangkan ketika co-host-nya, Mitch Kessler (Steve Carell) dituduh melakukan sexual misconduct. Tidak hanya Alex mempunyai sejarah romansa dengan partner kerjanya, ia juga harus mencari posisi yang baik di tengah situasi yang penuh bara api ini. Tentu saja pertanyaan “siapa pengganti Mitch?” muncul di kepala semua orang. Masuklah Bradley Jackson (Reese Witherspoon), seorang jurnalis “hijau” yang meledak-ledak, penuh dengan ideologi dan suara yang lantang.

Menyaksikan dua kepribadian yang keras harus bertarung untuk spotlight memang menarik. Sangat All About Eve. Klasik. Tapi, sayangnya The Morning Show tidak tahu ia akan menjadi apa. Apa yang terjadi jika kisah ini selesai dan mereka harus move on ke musim berikutnya? Serial TV mempunyai kewajiban untuk menyajikan plot besar yang menarik agar penonton tetap tahan untuk menyaksikan orang-orang ini lagi di musim berikutnya.

Itulah sebabnya di Scandal kita punya will-they-won’t-they antara Olivia Pope (Kerry Washington) dengan si presiden. Itulah sebabnya kenapa Succession dan Breaking Bad memiliki pondasi yang kuat. Karena mereka tahu apa pertanyaan yang akan selalu menggiring penonton sampai episode terakhirnya.

The Morning Show tidak tahu akan menjadi apa dan itulah sebabnya di musim kedua dia menekan tombol reset dengan meletakkan karakternya saat COVID-19 mendekat. Keputusan ini sejujurnya tidak terlalu buruk. Pandemi adalah momen yang menyatukan kita semua dan melihat apa yang dilakukan oleh para jurnalis ketika wabah ini muncul sepertinya akan menjadi hiburan yang menarik. Sayangnya para kreator The Morning Show terlalu terlena dengan apa yang mereka sebelumnya sehingga mereka memaksa kita untuk menyaksikan saga Mitch dan post-cancel era-nya yang tidak penting yang berakhir dengan kematian Mitch yang sangat, sangat menggelikan.

Baca juga: Jangan Berharap Banyak pada ‘And Just Like That Season 2’

Kesempatan yang Dilewatkan Season 3?

Musim ketiga The Morning Show kembali dengan sebuah usaha untuk menekan tombol reset. Setelah apa yang terjadi di musim kedua, CEO dari stasiun TV UBA bernama Cory Ellison (Billy Crudup) sekarang asyik mendekati tech billionaire bernama Paul Marks (Jon Hamm) atas sebuah misi yang sangat transparan. Di musim keduanya Cory sangat ngotot untuk merilis aplikasi UBA+ (wink wink) yang menurutnya akan menjadi revolusi.

Di musim ketiga ini kita tahu bahwa ternyata UBA+ tidak hanya kurang berhasil, tapi nasib UBA secara keseluruhan ada di ujung tanduk. Paul Marks bisa menjadi jalan keluar Cory untuk menyelamatkan UBA.

Alex Levy sementara itu tidak memiliki drama apa-apa kecuali kenyataan bahwa dia menyetujui keinginan Cory untuk terbang ke luar angkasa bersama Paul Marks. Seperti kebanyakan tech billionaire kebanyakan (bayangkan Elon Musk tapi dengan bentukan yang lebih good looking), Paul Marks ingin mendapatkan kejayaan dan kontrak NASA. Menyiarkan perjalanannya ke luar angkasa di TV sepertinya adalah jalan yang terbaik. Alex seperti biasa punya banyak demand soal masa depannya di UBA. Dia merasa bahwa dia adalah orang yang bertanggung jawab atas iklan dan penonton. Dia ingin lebih banyak, dia ingin dihargai. Tentu saja meskipun sudah lebih dari satu dekade Alex Levy ada di sana, Cory tidak bisa langsung mengiyakan apapun yang diminta oleh Alex.

Bradley Jackson sementara itu mempunyai masalah yang agak lebih kompleks. Hubungan romansanya yang rumit dengan Cory dan Laura Peterson (Juliana Margulies) membuatnya seperti bom atom yang bisa meledak setiap saat. Secara profesional, Bradley sedang ada di atas angin karena sekarang dia menjadi host acara berita petang yang menjadi acara prime time di UBA. Aksi heroiknya saat fan Donald Trump menerjang kapitol pada 6 Januari bahkan menghadiahkannya penghargaan.

Dengan semua lembaran baru ini, saya kira saya bisa menebak ke mana arah The Morning Show. Tapi kemudian di episode dua musim ketiganya ia melemparkan granat. Sistem UBA di-hack dan sekarang hacker memiliki semua informasi perusahaan, termasuk data semua karyawannya. Dari film musim panas milih UBA, chat dan email karyawan sampai video pribadi Bradley yang membuatnya panik. Cory juga ikutan panik karena ia terlibat di dalamnya. Apa yang akan terjadi berikutnya dengan orang-orang ini?

Baca juga: Wednesday Addams, Alter Ego yang Mungkin Kita Dambakan

Bujet Besar Rasa Sinetron

The Morning Show tidak pernah sedetik pun kelihatan seperti produksi murah meskipun saya sering bertanya kenapa plotnya terasa seperti produksi Genta Buana yang memproduksi sinetron Misteri Gunung Merapi. Walaupun The Morning Show adalah sebuah drama tapi setiap jengkal frame serial ini terlihat mahal. Layar selalu diisi dengan banyak orang dengan lokasi yang sinematik dan ikonik. Manhattan terlihat megah dalam serial ini. Semua orang well-dressed dan semua ruangan well-lit.

Semua aktornya tahu apa yang mereka lakukan meskipun kebanyakan terlalu kompeten untuk memerankan karakter mereka yang remeh. Jennifer Aniston dan Reese Witherspoon tentu saja mempunyai banyak kesempatan untuk menunjukkan skill akting mereka. Aniston terutama mendapatkan banyak jatah untuk tampil heboh dan teatrikal tanpa kelihatan seperti karikatur karena skrip menutut ia untuk tampil larger-than-life. Billy Crudup di sini sangat menikmati setiap menit yang ada untuk mengunyah dialog-dialog panjang yang mirip seperti pidato karakter-karakter dalam rekaan Aaron Sorkin.

Baca juga: ‘Stranger Things 4 Vol. 1’: Eksplorasi ‘Satanic Panic’ dan Trauma Amerika 80-an

Sayangnya selain mereka aktor-aktor dalam The Morning Show tidak mendapatkan kesempatan yang cukup untuk mengunyah adegan. Serial ini terlalu sibuk untuk mengajak penonton ke tengah tornado untuk memberikan karakter-karakter sampingannya daging yang ranum.

Tidak adil memang membandingkan The Morning Show dengan drama-drama paten yang lebih terhormat namanya seperti Succession atau bahkan Better Call Saul. Tapi, ini adalah salah satu risiko yang diambil oleh serial ini ketika dia muncul di tengah era perang konten streaming, dan memamerkan produknya dengan semua bling-bling yang ada. Saya yakin saya bukan satu-satunya yang kecewa (atau mungkin lebih tepatnya kaget) ketika tahu bahwa ternyata The Morning Show “cuman begini saja”.

Bagian yang melegakan dari musim ketiga The Morning Show adalah kenyataan bahwa sepertinya pembuat serial ini sadar dengan siapa identitas drama ini sebenarnya. The Morning Show adalah sebuah glorified soap opera yang kebetulan dimainkan oleh para bintang Hollywood dan dibuat dengan standar produksi yang sangat tinggi. Kapan lagi Anda bisa menonton sebuah episode dimana karakter-karakternya saling berbisik untuk berbagi informasi kemudian diakhiri dengan salah satu karakternya menatap Bumi dari luar angkasa?

Dan tanpa tedeng aling-aling, di episode berikutnya The Morning Show mengajak penonton untuk menyaksikan krisis tanpa ada planting yang jelas di episode sebelumnya.

Dengan tone ini akhirnya saya pun bisa menerima The Morning Show untuk selalu me-reset dirinya setiap musim dengan hati gembira. “Buat apa pusing mikirin koherensi kalau memang pembuatnya tidak peduli?” Yang penting adalah seru-seruannya bukan? Bukankah seru menyaksikan aktor-aktor Hollywood saling berteriak dan mencabik untuk hal-hal yang terlihat sangat rapuh? The Morning Show ternyata tidak berlomba untuk menjadi serial drama terbaik di era peak TV ini. Ia ternyata berlomba menjadi soap opera terbaik di era perang konten layanan streaming dan saya dengan senang hati menerimanya dengan tangan terbuka. Tak sabar saya untuk menunggu kira-kira kegilaan apa lagi yang mereka tawarkan setiap minggunya.

PS: Apple TV+ sudah memberikan lampu hijau untuk The Morning Show musim keempat 🙂

The Morning Show dapat disaksikan di Apple TV+. Dua episode musim ketiga ditonton untuk ulasan ini.


Avatar
About Author

Candra Aditya

Candra Aditya adalah penulis, pembuat film, dan bapaknya Rico. Novelnya ‘When Everything Feels Like Romcoms’ dapat dibeli di toko-toko buku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *