Culture Screen Raves

‘Ripley’: Saat Andrew Scott Jadi Biseksual yang Krisis Eksistensi

Dalam Ripley versi Netflix ini, sekualitas sang karakter utama diekplorasi lebih dalam. Andrew Scott, dengan segala kecemerlangannya, berhasil memberi nuansa baru pada karakter Tom Ripley.

Avatar
  • April 18, 2024
  • 5 min read
  • 944 Views
‘Ripley’: Saat Andrew Scott Jadi Biseksual yang Krisis Eksistensi

(Mengandung sedikit spoiler)

Dalam pembukaan episode pertama, Tom Ripley menggotong mayat dari tangga. Ia terlihat dingin dan misterius. Kesan itu begitu kuat. Makin kuat ketika kita memperhatikan detail kesehariannya.

 

 

Bagaimana ia dengan mudah menipu orang-orang dengan mencairkan cek yang seharusnya bukan untuknya. Bagaimana tempat tinggalnya begitu tidak layak huni. Noda hitam di atas langit-langit, fasilitas umum yang buruk belum lagi keramik yang kotor. Semua ini menjadi pemandangan harian.

Tetapi, sebenarnya bagian paling depresif tentang hidup Tom Ripley sebelum kita diajak masuk ke dalam labirin manipulasi adalah absennya tujuan hidup karakter ini. Tom Ripley tidak tahu fungsi hidupnya apa. Dia tidak tahu apa yang dia mau. Itulah sebabnya ketika Herbert Greenleaf (Kenneth Lonergan), seorang kaya raya sekaligus bapak dari Dickie Greenleaf (Johnny Flynn), memintanya untuk menjemput anaknya di Eropa, Tom langsung mengiyakan ajakan ini tanpa pikir panjang.

Bagi kalian yang sudah menyaksikan adaptasi The Talented Mr. Ripley, kalian pasti sudah tahu apa yang akan terjadi berikutnya. Tom akhirnya menemukan passion hidupnya. Ia ingin menjadi orang lain. Dan ia akan melakukan segala cara untuk mencapai itu. Bahkan kalaupun dia harus jungkir balik, memutar balikkan fakta atau membasahi keramik dengan darah.

Sumber: Netflix

Baca juga: Yang Beda dari ‘3 Body Problem’ Adaptasi Netflix dengan Versi Novelnya

Keputusan Hitam-Putih yang Tepat

Setelah menyaksikan Ripley, saya segera menonton ulang versi film yang dibuat oleh Anthony Minghella yang dicintai oleh banyak orang. Segera setelah visual Italia yang warna-warni dengan sinar matahari hangat itu mengisi penglihatan saya, keputusan Zaillian untuk melukis serialnya hanya dengan hitam-putih menjadi masuk akal. Keberadaan warna akan mengganggu, terlalu distracting. Dalam serial ini, Zaillian ingin penonton untuk fokus memahami (atau mengobservasi?) kelakuan karakter utamanya.

Menghilangkan warna menajamkan hal tersebut.

Dengan gambar hitam putih, Ripley membuat suasananya menjadi jauh lebih creepy dan menegangkan daripada versi filmnya.

Seperti Saltburn yang jelas-jelas terinspirasi dengan karakter karya Patricia Highsmith, versi film karya Minghella mempunyai semangat “lihat betapa serunya berbohong”. Sampai tentu saja penonton melihat Matt Damon memukul kepala Jude Law. Zaillian memilih jalur sebaliknya. Ia seperti sopir yang memaksa penonton untuk melihatnya menyetir ugal-ugalan. Menyaksikan bagaimana Tom Ripley pelan-pelan dikonsumsi oleh obsesinya pada Dickie, bagaimana ia pelan-pelan berusaha memasukkan diri dalam kehidupan Dickie dan Marge (Dakota Fanning) dan sampai akhirnya harus terus berbohong untuk menjaga dirinya bersih rupanya memberikan sensasi menonton yang pekat.

Rasanya seperti menahan napas selama delapan jam. Dan warna hitam putih ini menegaskan mood intense yang dibawa oleh Zaillian. Perhatikan kedua bola mata Andrew Scott setiap kali karakternya berbicara dengan orang lain. Kegelapan itu membuat Tom Ripley terlihat jauh lebih menyeramkan dari yang sudah-sudah.

review serial Ripley Netflix
Sumber: Netflix

Baca juga: ‘Chicken Nugget’: Apa Jadinya Jika Suatu Hari Kau Berubah Jadi Nugget?

Eksplorasi dan Dinamika Hubungan Ripley-Dickie yang Sensual

Ada beberapa perbedaan antara Ripley dan versi filmnya. Tapi, yang menarik mungkin ada dua. Yang pertama adalah bagaimana kedua pembuat adaptasi ini menghadirkan persepsi berbeda soal seksualitas karakter-karakternya. Entah apa karena dua produk ini dirilis pada zaman yang sangat berbeda. Atau mungkin karena Tom Ripley versi Zaillian dimainkan oleh aktor yang openly gay. Tapi dalam versi Netflix, saya bisa melihat bahwa obsesi Tom Ripley terhadap Dickie lebih dari sekadar obsesi.

Upaya Ripley untuk masuk ke dalam inner circle Dickie berbau seksual. Dan cara Tom Ripley mengatakan, “I like girls,” terdengar sangat tidak meyakinkan. Dan yang menarik, Dickie juga mencerna ini.

Di versi film agak lebih jelas bahwa hubungan Tom Ripley ke Dickie satu arah. Dalam versi serial, hubungan mereka agak sedikit lebih ambigu, lebih fluid. Mengingat Ripley versi netflix mempunyai privilege durasi untuk mengeksplor hubungan mereka berdua (kehadiran Dickie dan Ripley di film hanya sekitaran satu jam, di versi serial mereka bersama selama setidaknya tiga episode), Zaillian memberikan waktu yang cukup untuk membuat penonton melihat dinamika hubungan Dickie dan Ripley.

Baik dalam versi film dan Netflix, Dickie digambarkan sebagai laki-laki heteroseksual. Tapi dalam versi serial, status ini agak dipertanyakan. Setidaknya bagi saya yang melihat bagaimana respons Dickie yang masih masuk kategori “anteng” setelah Ripley memakai baju-bajunya. Di episode dua, Ripley masuk ke kamar Dickie dan memakai baju teman-temannya, termasuk celana dalamnya. Dalam salah satu adegan yang lumayan creepy, Ripley kemudian “berpura-pura” menjadi Dickie dengan ngomong sendirian menatap ketiadaan.

Dickie mempertanyakan ini. Tapi kemarahannya tidak seperti laki-laki heteroseksual lain yang “baru” ketemu dengan Ripley beberapa waktu lalu. Secara teori Dickie harusnya bisa lebih marah dari ini karena Ripley hanyalah laki-laki asing yang masuk ke dalam hidupnya yang mengaku bahwa mereka adalah teman. Dickie malah menggunakan kesempatan ini untuk defensif dan mengatakan bahwa, “Im not queer.”

Mengingat setting cerita ini berada di era di mana menjadi gay secara terbuka bukan sebuah pilihan, saya melihat bahwa hubungan Ripley dan Dickie tidak satu arah.

Perbedaan kedua yang menarik adalah respons Marge Sherwood terhadap kehadiran Ripley di antara mereka. Kalau versi film Marge yang dimainkan oleh Gwyneth Paltrow langsung menerima Ripley dengan tangan terbuka, versi Zaillian sangat berbeda. Marge versi Dakota Fanning langsung merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan Ripley. Ia langsung menjaga jarak, interaksi mereka terbatas. Dalam versi serial, Marge adalah orang pertama yang bertanya kepada Dickie apakah dia tidak curiga dengan motivasi Ripley.

Keputusan Zaillian ini berfungsi untuk membuat ketegangan menjadi bertambah, sekaligus untuk menegaskan bahwa Ripley adalah karakter paling reptil yang pernah ada. Dengan bekal ketidakpercayaan itu, Ripley harus melakukan segala cara untuk mengambil hati Marge. Dan ketika Dickie hilang, serial ini memaksa penonton untuk ikut berpikir dengan apa yang akan dilakukan Ripley untuk tetap bisa berpura-pura menjadi Dickie tapi sekaligus angkat tangan dari hilangnya Dickie.

Ulasan Serial Ripley
Sumber: Netflix

Baca juga: Drakor ‘Pyramid Game’: Kontes Popularitas yang Menuntun Kekerasan Terstruktur di Kelas

***

“Jadi, apakah saya perlu menonton Ripley meskipun saya sudah pernah menonton filmnya?”

Jawabannya tentu saja, “Hell yes.”

Ripley versi Zaillian tidak hanya memanjakan mata dengan sinematografinya yang begitu indah (komposisi gambarnya benar-benar top notch) tapi, ini juga kesempatan kalian untuk menyaksikan aksi kucing-kucingan detektif, Ripley dan Marge dengan lebih lama. Ditambah dengan akting yang apik dari para pemainnya, tanpa terkecuali, delapan episode Ripley adalah kegelapan yang tidak bisa dilewatkan begitu saja.

Seluruh episode ditonton untuk ulasan ini

Ripley dapat disaksikan di Netflix.



#waveforequality


Avatar
About Author

Candra Aditya

Candra Aditya adalah penulis, pembuat film, dan bapaknya Rico. Novelnya ‘When Everything Feels Like Romcoms’ dapat dibeli di toko-toko buku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *