Culture Screen Raves

‘The Believers’: Eksploitasi Agama dan Fanatisme yang Dikemas Kocak

Dikejar utang, tiga anak muda ini memanfaatkan orang-orang fanatik agama untuk mencari cuan. Premis asik yang dikemas lucu.

Avatar
  • April 18, 2024
  • 5 min read
  • 2693 Views
‘The Believers’: Eksploitasi Agama dan Fanatisme yang Dikemas Kocak

(Hati-hati spoiler)

Tiga orang teman; Win (Teeradon Supapunpinyo), Game (Pachara Chirathivat) dan Dear (Achiraya Nitibhon) sepertinya sedang merasa di atas angin. Start-up buatan mereka yang membuat permainan NFT bernama Pirates Hell ternyata diminati banyak orang. Sampai akhirnya ada yang menjebol sistem mereka dan semua usaha mereka terbuang sia-sia. Dalam semalam, semua cita-cita dan tawa mereka berubah menjadi tangisan.

 

 

Rupanya untuk mendirikan start-up ini mereka meminjam uang ke lintah darat. Win, Game, dan Dear belum pulih dari bencana ini dan mencari tahu siapa dari tim mereka yang membobol sistem, ketiganya sudah ditagih si pemilik uang.

Si lintah darat mengingatkan mereka untuk segera membayar utang, lengkap dengan bunga yang tidak sedikit itu. Tentu saja untuk mengingatkan bocah-bocah ini bahwa si lintah darat serius, para preman datang dan menghancurkan kantor mereka. Dan menyisakan Win yang babak belur.

Kata orang, cara paling mudah untuk mendapatkan solusi dari masalah dunia adalah dengan pergi ke rumah Tuhan. Win yang pergi ke kuil untuk menemani ibunya menemukan ide untuk membayar utang. Bukan, jawabannya bukan dengan berdoa kepada Tuhan. Win yang melihat betapa banyaknya penduduk Thailand beramal di kuil merasa bisa menggunakan jalan pintas ini untuk mencari cuan. Game dan Dear tadinya skeptis dengan rencana tersebut.

Tapi apa lagi yang bisa mereka lakukan ketika waktu terus berjalan dan utang harus segera dibayar?

Ulasan The Believers thailand
Sumber: IMDB

Baca juga: ‘Ripley’: Saat Andrew Scott Jadi Biseksual yang Krisis Eksistensi

Antara Agama dan Utang

Dengan premis yang sangat menggelitik, The Believers sudah berhasil menarik perhatian saya sejak serial ini dimulai. Menggunakan formula misteri, serial ini mengajak penonton untuk melihat bagaimana agama sangat mudah untuk dimanfaatkan oleh orang-orang yang salah.

Dibuka dengan adegan interogasi di kantor polisi, episode pertama The Believers berhasil mengenalkan karakter-karakternya dengan jelas, lengkap dengan masalah yang mereka hadapi. Di akhir episode pertama, siapapun yang menontonnya pasti akan penasaran dengan apa yang akan dilakukan tiga karakter utama serial ini.

Dari segi storytelling, apa yang ditawarkan oleh serial ini sebenarnya bukan barang baru. Ini adalah variasi lain dari genre heist. Bayangkan Oceans Eleven, Bad Genius atau bahkan Mencuri Raden Saleh. Dengan isian yang berbeda The Believers ternyata menjadi sesuatu yang lumayan fresh. Dari awal penonton sudah diberi tahu bahwa ketiga karakter utamanya kepepet dan tidak punya pilihan lain.

Meskipun, apa yang mereka lakukan salah tapi saya tidak bisa tidak tersenyum senang ketika karakter-karakter ini berhasil melakukan apa yang mereka rencanakan. Dari mencari kuil yang tepat untuk mereka scam sampai mencari biksu yang cukup kharismatik untuk mendatangkan pengunjung; semuanya disampaikan dengan entertaining. Akhir episodenya yang dibuat menggantung menambah sensasi untuk terus mengunyah serial ini.

Review The Believers
Sumber: IMBD

Baca juga: Yang Beda dari ‘3 Body Problem’ Adaptasi Netflix dengan Versi Novelnya

Konflik Karakter yang Kurang Diolah dan Ujung yang Memantik

Meskipun The Believers menghibur, sayangnya serial ini tidak memanfaatkan potensi premisnya dengan baik. Di pertengahan sampai akhir episode, tim penulisnya menambahkan konflik lain yang membuat konflik utamanya agak sedikit kabur.

Di atas kertas, tambahan konflik tentang peredaran narkotika di lingkup kuil ini memang terdengar masuk akal. Tidak hanya hal ini membuat masuknya karakter polisi ke tengah-tengah plot menjadi masuk akal tetapi juga mengukuhkan thesis bahwa tidak sedikit orang yang memanfaatkan kuil untuk kepentingan mereka sendiri (baca: yang korup bukan hanya orang dari luar, tapi juga dari dalam).

Tapi, di saat bersamaan, munculnya plot ini membuat fokus penonton menjadi agak sedikit buyar. Penonton belum selesai dengan masalah yang pertama dan pembuat serial ini sudah mengenalkan masalah berikutnya. Padahal ada banyak misteri yang masih belum terpecahkan, seperti siapa yang sebenarnya membobol sistem game karakter utamanya sampai mereka harus dikejar-kejar oleh si lintah darat.

Bagian berikutnya yang juga kurang begitu diolah adalah hubungan antara ketiga karakternya. The Believers terlalu sibuk untuk mengajak penonton “bersenang-senang” dengan semua proses scam, tetapi penonton tidak dibekali dengan dinamika hubungan mereka yang cukup. Penulis The Believers memang memberikan latar yang cukup untuk masing-masing karakternya; Win ingin menunjukkan ke orang-orang bahwa dia berhasil meskipun ibunya masih belum move on soal ayahnya yang hilang, Game ingin ayah dan kakaknya berhenti melakukan hal-hal demi keluarga karena mereka tidak akan mendapatkan respect yang mereka harapkan, dan Dear butuh approval bapaknya yang sudah hidup bahagia dengan keluarga barunya; tapi sepanjang musim tiga orang ini tidak pernah benar-benar duduk untuk membahas kondisi mereka.

Keputusan pembuat The Believers untuk terus membuat karakternya bergerak memang membuat serial ini menjadi enak untuk diikuti. Selalu ada plot point di setiap tanjakan, selalu ada konflik di ujung gang. Tapi dengan ini, The Believers sama sekali tidak menunjukkan perubahan karakter-karakternya. Siapa yang kira-kira akan berkhianat, siapa yang akan menyerah, siapa yang akan menjadi rakus. Dalam beberapa momen The Believers memang sedikit menunjukkan bayangan ini, tapi pada akhirnya Win, Game, dan Dear yang kita lihat di awal serial, tidak mengalami perubahan yang signifikan di akhir episode.

Sumber: IMDB

Baca juga: 6 Film Penting yang Bikin Gen Z Melek Sejarah

Dengan jumlah episode yang ‘tengah-tengah’ (9 episode, tidak terlalu pendek, tidak terlalu panjang), The Believers seharusnya mempunyai banyak ruang tidak hanya untuk bermain-main, tapi juga untuk menunjukkan apa yang terjadi kepada orang-orang ini ketika mereka mulai menggunakan power untuk sesuatu yang buruk.

Berita baiknya, The Believers diakhiri dengan pancingan yang efektif. Serial ini ditutup dengan rencana yang lebih besar dari apa yang mereka lakukan sepanjang musim. Kalau Netflix memberikan lampu hijau untuk musim keduanya, mudah-mudahan kita bisa melihat bagaimana kerakusan itu menggerogoti mereka semua.

The Believers dapat disaksikan di Netflix



#waveforequality


Avatar
About Author

Candra Aditya

Candra Aditya adalah penulis, pembuat film, dan bapaknya Rico. Novelnya ‘When Everything Feels Like Romcoms’ dapat dibeli di toko-toko buku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *