‘The Good Bad Mother’: Kesempatan Kedua yang Jadi Ibu Baik
Jika kau seorang ibu, dan hidup anakmu yang dewasa ternyata penuh luka, akankah kau memberikan segalanya demi kesempatan mengulang lagi jadi ibunya?
Hubungan antara orang tua dan anak adalah daging yang ranum untuk diolah. Dalam konteks drama Korea, topik ini adalah topik tepat untuk membuat penontonnya meraih tisu di tiap episode. Dalam The Good Bad Mother, sutradara Shim Na-yeon (Beyond Evil) dan penulis Bae Se-young mempertanyakan apakah seorang anak pantas membenci ibunya karena masa kecil yang sengsara meskipun niat si ibu baik?
Ra Mi-ran (ibunya Jungpal dalam serial Reply 1988) berperan sebagai Jin Young-soon, seorang single mother sekaligus peternak babi yang tinggal di sebuah desa kecil. Hidupnya sejauh ini didekasikan untuk memastikan nasib sang anak, Choi Kang-ho (Le Do-hyun yang kemarin sempat menjadi partner Song Hye-kyo untuk balas dendam dalam The Glory) lebih baik dari dirinya. Ia tidak membiarkan Kang-ho memiliki kehidupan yang normal. Hidup sang anak dipenuhi dengan belajar dan ujian. Jangankan pacar, teman saja Kang-ho tidak punya.
Mungkin ini sebabnya ketika dewasa Kang-ho tidak punya hubungan emosional dengan ibunya. Setelah sukses dan menjadi jaksa, Kang-ho justru hampir tak pernah berkomunikasi dengan banyak orang. Ekspresi wajahnya hanya satu:datar. Ia tidak peduli dengan orang lain kecuali pekerjaannya.
Kesuksesan Kang-ho membawanya ke Song Woo-byeok (Choi Moo-sung), seorang chaebol yang hidup tanpa putra kompeten untuk mengurusi bisnisnya. Kang-ho sendiri juga bertunangan dengan Oh Ha-yeong (Hong Bi-ra), anak dari Oh Tae-soo (Jung Woong-in), mantan jaksa yang juga satu lingkaran dengan Song Woo-byeok.
Kang-ho kemudian melakukan hal menyedihkan untuk memastikan masa depannya terjamin: Meminta ibunya untuk melepasnya sebagai anak secara legal agar bisa jadi putra Woo-byeok. Young-soon mengabulkan ini meskipun hatinya patah. Kemudian di hari yang sama, kecelakaan terjadi. Kang-ho lumpuh dan otaknya stuck di usia tujuh tahun.
Baca juga: Review ‘Full Time’: Sulitnya jadi Ibu Tunggal dan Dicekik Kapitalisme
Harapan Ibu dan Anak yang Patah Hati
Sebagai orang Asia, kita tak punya budaya menyampaikan perasaan dengan baik. Orang tua jarang sekali mengatakan rasa sayang atau meminta maaf ke anak-anaknya. Alih-alih membahasakan perasaannya, orang tua Asia seringnya bikinkan makanan enak atau meneror kita dengan pertanyaan “sedang di mana?” dan “kapan pulang?”.
The Good Bad Mother sengaja membuat episode pertamanya tentang bagaimana Jin Young-soon bertemu dengan mendiang suami dan bagaimana mereka berakhir membuat peternakan babi. Dalam episode ini kita diajak untuk melihat situasi sebelum Kang-ho hadir, hidup Young-soon sudah dipenuhi dengan drama. Melihat perjuangannya sebagai ibu tunggal, saya sebagai penonton langsung paham posisi Young-soon.
Ketika Kang-ho mengatakan akan pulang dan membawa tunangannya, Young-soon bahagia bukan main. Ia menyiapkan makanan, berdandan, memakai baju yang paling bagus bahkan mempersiapkan perhiasan agar Kang-ho bisa memberikannya ke sang calon menantu. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya. Kang-ho datang bukan minta restu, melainkan meminta izin untuk secara legal “bercerai” dengan ibunya. Air mata Young-soon menetes, ia tidak mau hal ini terjadi, tapi ia selalu melakukan apa saja demi sang anak. Saya ikut patah hati ketika menyaksikan Young-soon menempelkan stempel dan berkata, “Tapi aku masih ibumu, Nak.
Tadinya saya pikir, yang dilakukan Kang-ho adalah hal terjahat yang bisa dilakukan anak pada orang tuanya. Tapi, kemudian pembuat drama korea ini menampilkan adegan-adegan Kang-ho di masa kecil. Bagaimana menderitanya ia sebagai seorang anak. Bagaimana tidak bahagianya ia hidup dengan ekspektasi yang setinggi langit. Betapa banyak hal yang ia korbankan untuk menjadi jaksa, profesi yang diinginkan ibunya sejak ia kecil. Sampai di sini saya jadi berpikir ulang. Saya sedih dengan apa yang dialami Young-soon, tapi di saat bersamaan saya paham sekali dengan keputusan Kang-ho. Waktu tidak bisa diputar, ia tidak akan mendapatkan masa kecilnya lagi.
But in this case he get that chance. Kecelakaan yang dialami Kang-ho membuatnya kembali “time travel” ke saat dia masih tujuh tahun. Sekarang Young-soon mendapatkan kesempatan kedua untuk menjadi ibu yang baik dengan memberikan masa kecil yang baik pada sang anak.
Baca juga: Review ‘Mom’: Sitkom Lucu tentang Jadi Ibu Tunggal
Premis Unik, tapi Banyak Celah yang Bisa Dikritik
Dengan setting pedesaan dan ensemble character para tetangga yang unik, saya mengira The Good Bad Mother akan seperti Our Blues. Kalau drakor ini berakhir seperti Our Blues, saya akan senang luar biasa. Tapi The Good Bad Mother memilih jalur lain. Bagian drama tentang hubungan Young-soon dan Kang-ho memang menjadi otot utama drakor ini, tapi ia juga menawarkan genre lain di saat bersamaan, yakni revenge thriller.
Tidak seperti When The Camelia Blooms yang bisa menyeimbangkan misteri pembunuhan dengan percintaan karakternya, saya merasa bagian thriller balas dendam yang ada di serial ini terlalu menguras waktu dan kurang diolah baik. Hasilnya adalah cerita tidak seimbang. Ketika saya sudah mulai terharu dengan progres hubungan antara karakter utamanya (love story dalam drama korea ini untungnya masih oke), emosi saya kemudian diinterupsi dengan plot penjahat yang kurang nendang.
Selain itu, kegemaran penulis naskahnya untuk membuat tokoh utama benar-benar sengsara juga membuat drakor ini terasa seperti sinetron azab.
Setelah suaminya dibunuh orang jahat di episode pertama, Young-soon tidak hanya harus berjuang bertetangga, tapi juga jadi orang tua tunggal. Kemudian, dia harus melihat anaknya tumbuh membenci diri sendiri. Setelah itu penulis naskah memberi Young-soon penyakit mematikan. Kalau ini kurang cukup menderita, pembuat drama ini juga membunuh semua ternak babi mereka karena ada serangan virus. Dan di episode 11, sekali lagi peternakan mereka dibakar orang.
Baca juga: Review ‘The Good Bad Mother’: Drakor Haru tentang Perjuangan Ibu Tunggal
Penderitaan yang datang bertubi-tubi ini, ditambah dengan plot thriller yang kurang berbumbu, akhirnya menjadikan The Good Bad Mother kehilangan potensi besarnya untuk dikenang bagus. Padahal karakter utamanya sudah menarik, drama utamanya menggigit, love story-nya kece, jokes-nya betulan lucu dan semua karakter tetangga yang ada di desa itu sangat membantu drakor ini untuk menjadi segar. Semuanya menjadi terasa berlebihan karena pembuat drama ini terlalu senang membuat penontonnya menangis sedih.
Kalau saja The Good Bad Mother mengikuti jejak Our Blues, khususnya segmen Lee Byung-hun dan Kim Hye-ja, dengan memfokuskan ceritanya ke hubungan orang tua dan anak, drama ini bisa jadi salah satu drama terbaik tahun ini.
Meskipun tidak sempurna, The Good Bad Mother sepertinya akan mengantarkan Ra Mi-ran dan Lee Do-hyun di gelaran Baeksang tahun depan. Dua orang ini membuat saya percaya bahwa cinta orang tua ke anak tidak akan pernah padam.
The Good Bad Mother dapat disaksikan di Netflix