Gender & Sexuality Opini

Mengapa Perempuan Lebih Cair Mengidentifikasi Diri Biseksual? Riset Ini Coba Menjawabnya

Riset: Perempuan lebih cenderung mengambil pendekatan yang cair dengan seksualitas mereka.

Avatar
  • September 15, 2023
  • 4 min read
  • 885 Views
Mengapa Perempuan Lebih Cair Mengidentifikasi Diri Biseksual? Riset Ini Coba Menjawabnya

Seksualitas perempuan masih sangat kurang dibahas dalam ilmu pengetahuan dan masih dianggap sebagai subjek yang “tabu”. Seringkali, pengalaman laki-laki dianggap sebagai norma dalam penelitian ilmiah, tapi ada perbedaan penting dalam seksualitas antara laki-laki dan perempuan.

Pada 2020, sekitar 3,2 persen dari populasi di Inggris yang berusia di atas 16 tahun diidentifikasi sebagai lesbian,, gay, atau biseksual. Namun dalam hal biseksualitas, terdapat perbedaan yang mencolok antara laki-laki dan perempuan: perempuan jauh lebih mungkin untuk mengidentifikasi diri mereka sebagai biseksual dibandingkan dengan laki-laki (1,6 persen perempuan dibandingkan dengan 0,9 persen laki-laki).

 

 

Baca juga: ‘Framing’ Media, Sistem Peradilan yang Timpang Membunuh Tersangka Lesbian

Demikian pula, sebuah penelitian yang dilakukan di University of Notre Dame menemukan bahwa perempuan tiga kali lebih mungkin untuk mengidentifikasi diri mereka sebagai biseksual. “Perempuan memiliki kemungkinan yang lebih besar daripada laki-laki untuk tertarik pada laki-laki dan perempuan,” kata peneliti Elizabeth McClintock, saat membahas hasil penelitian tersebut. “Hal ini mengindikasikan bahwa seksualitas perempuan mungkin lebih fleksibel dan adaptif daripada laki-laki.”

Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa perempuan jauh lebih mungkin untuk mengidentifikasi diri sebagai biseksual daripada laki-laki. Namun, sulit untuk mengatakan mengapa hal ini bisa terjadi. Mungkinkah karena perempuan lebih secara alamiah biseksual? Atau mungkinkah fakta bahwa perempuan lebih diterima secara budaya untuk menjadi berbeda secara seksual, atau mengidentifikasi diri sebagai lesbian atau biseksual daripada laki-laki yang mengidentifikasi diri sebagai sesuatu yang lain selain heteroseksual.

Baca juga: Susahnya Jadi Aseksual di Tengah Warga yang Mendamba Romansa

Tentu saja, sulit untuk memisahkan antara budaya dan biologis, tapi penelitian tentang perbedaan jenis kelamin dalam gairah genital mungkin dapat memberi tahu kita lebih banyak.

Gairah Biseksual Perempuan

Gairah seksual genital atau gairah fisiologis adalah respons tubuh terhadap konten seksual. Pada laki-laki, hal ini diukur dengan perubahan pada lingkar penis. Pada perempuan, hal ini diukur dengan menggunakan perubahan aliran darah di vagina.

Penelitian tentang gairah seksual genital telah menemukan bahwa perempuan lebih cenderung menunjukkan pola biseksual dalam gairah seksual mereka dibandingkan laki-laki, terlepas dari orientasi seksual mereka. Studi 2016 menemukan bahwa laki-laki lebih cenderung mengalami gairah seksual terhadap satu jenis kelamin. Sedangkan perempuan lebih cenderung menunjukkan gairah seksual genital sebagai respons terhadap video seksual laki-laki dan perempuan.

Pola gairah yang lebih biseksual pada perempuan telah terlihat di banyak bidang penelitian gairah lainnya termasuk pelebaran pupil, dan respons otak.

Laboratorium kami di University of Essex secara terus menerus menemukan bahwa perempuan lebih cenderung memiliki respons fisik biseksual daripada laki-laki. Penelitian yang dipimpin oleh Gerulf Rieger, menemukan bahwa perempuan heteroseksual menunjukkan respons gairah seksual yang sama terhadap video seksual laki-laki dan video seksual perempuan. Hal ini terjadi meskipun semua perempuan dalam penelitian tersebut mengatakan bahwa mereka hanya tertarik pada laki-laki.

Teori yang paling menonjol tentang mengapa perempuan menunjukkan pola gairah biseksual adalah apa yang dikenal sebagai hipotesis persiapan. Hipotesis yang diajukan pada 2011 oleh peneliti Kelly Suschinsky dan Martin Lalumière ini menyatakan bahwa karena pemerkosaan dan kekerasan seksual telah banyak terjadi di sepanjang sejarah manusia, perempuan telah berevolusi menjadi terangsang secara fisiologis oleh situasi seksual – meskipun mereka tidak menyukai atau merasa jijik dengan situasi tersebut.

Hal ini diyakini karena gairah fisiologis memungkinkan vagina menjadi terlumasi, sehingga mengurangi kemungkinan cedera genital yang dapat terjadi melalui kekerasan seksual.

Satu studi yang tampaknya mendukung teori ini menemukan bahwa perempuan menunjukkan gairah genital saat menonton seks binatang (simpanse bonobo). Namun, studi 2018 dari 20 perempuan menemukan bahwa menonton film eksplisit secara seksual tidak secara otomatis menyebabkan pelumasan vagina.

Penelitian ini masih perlu direplikasi, karena rumit untuk mengukur lubrikasi vagina, tapi hasilnya menunjukkan bahwa mungkin ada kekurangan dalam pemikiran ilmiah bahwa perempuan terangsang oleh apapun yang berbau seksual. Memang, kemungkinan banyak perempuan yang membaca ini merasa bahwa mereka tidak membutuhkan penelitian untuk mengatakan bahwa mereka tidak terangsang oleh situasi seksual apa pun.

Teori lain yang sedang kami selidiki adalah apakah empati dapat menjadi penjelasan untuk gairah biseksual perempuan. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan secara alamiah lebih berempati daripada laki-laki, terutama terhadap perempuan lain.

Perempuan juga lebih mampu menyelaraskan emosi mereka sendiri dengan emosi orang lain. Ini berarti perempuan mungkin lebih mampu memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Dan dalam hal perasaan seksual, hal ini dapat berarti bahwa jika seorang perempuan menonton video seksual dari seorang perempuan yang sedang terangsang, ia juga dapat menjadi terangsang karena empatinya.

Meskipun teori baru ini masih dipelajari, jelas bahwa karena kompleksitas faktor budaya dan biologis yang terlibat, dan karena keterbatasan hipotesis yang ada saat ini untuk menjelaskan pola gairah, kesimpulan yang dapat diambil hanya sejauh ini.

Dan meskipun penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan jauh lebih mungkin untuk mengidentifikasi diri sebagai biseksual dan mengalami lebih banyak gairah biseksual daripada laki-laki, penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum kita benar-benar dapat memahami mengapa hal ini terjadi.


Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.The Conversation

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.



#waveforequality


Avatar
About Author

Chloe Tasker

, PhD Candidate in Psychology, University of Essex